Karya Sastra Angkatan 45 dan Tokoh-tokoh Penggeraknya
Perjuangan bangsa nan mencapai klimaks pada Proklamasi 17 Agustus 1945 beserta gejolak politik nan mengawali maupun mengikutinya, memberi pengaruh sangat besar pada corak sastra. Kuatnya corak karya sastra Angkatan 45 tersebut begitu fenomenal sehingga membedakannya dari sastra angkatan sebelumnya, dan dijuluki Sastra Kemerdekaan. Karya sastra Angkatan 45 seolah memberikan nafas dan semangat baru dalam global sastra Indonesia.
Latar belakang perubahan politik nan sangat mendadak pada masa pendudukan Jepang (1942-1945) menjadi awal kelahiran karya sastra Angkatan 45. Berawal dari reaksi terhadap sastra nan menghamba pada pemerintahan Jepang di Indonesia, dan beberapa sastrawan Indonesia bergabung dalam forum “Keimin Bunka Shidosho”, pusat kebudayaan nan dijuluki “kacung Jepang.”
Kehadiran angkatan 45 serta karya sastra angkatan 45 meletakkan pondasi kokoh bagi sastra Indonesia, sebab angkatan sebelumnya dinilai tak memiliki jati diri ke-Indonesiaan. Jika Angkatan Balai Pustaka dinilai tunduk pada”Volkslectuur”, forum kesusastraan kolonial Belanda, dan angkatan Pujangga Baru dinilai mengkhianati bukti diri bangsa sebab terlalu berkiblat ke Barat, maka Angkatan 45 dan karya sastra Angkatan 45 ialah reaksi penolakan terhadap angkatan-angkatan tersebut.
Sebagai salah satu hasil dari pergolakkan, karya sastra angkatan 45 menjadi sebuah karya nan lahir dengan bukti diri baru nan penuh kontroversial. Kehadirannya sebagai pendobrak nilai-nilai serta aturan-aturan sastra terdahulu mau tak mau memosisikannya sebagai pusat perhatian para sastrawan.
Genre sastra atau gaya bersastra nan telah dipertahankan sekian lama, pada akhirnya harus "didobrak" dan diganti dengan gaya penciptaan sebuah karya sastra nan baru. Sebuah karya sastra angkatan 45 nan kemudian seolah menjadi gaya sastra generasi terbaru.
Para sastrawan nan bergerak atau tokoh penggerak karya sastra angkatan 45 ialah mereka nan menaruh perhatian besar pada karya sastra Indonesia. Mereka seolah ingin lepas dari pengaruh asing nan saat itu masih sangat kuat memengaruhi.
Karya Sastra Angkatan 45 dan Surat Kepercayaan Gelanggang
Karya sastra angkatan 45 begitu fenomenal dengan konsep seni nan menabrak pakem sebelumnya. Konsep tersebut tertuang dalam”Surat Kepercayaan Gelanggang” nan legendaris itu. Berikut kutipannya:
“Kami ialah pakar waris nan absah dari kebudayaan global dan kebudayaan ini kami teruskan dengan cara kami sendiri.
Kami lahir dari kalangan orang banyak dan pengertian rakyat bagi kami ialah kumpulan campur baur dari mana dunia-dunia baru nan sehat bisa dilahirkan.
Ke-Indonesiaan kami tak semata-mata sebab kulit kami nan sawo matang, rambut kami nan hitam atau tulang pelipis kami nan menjorok ke depan, tapi lebih banyak oleh apa nan diutarakan oleh wujud pernyataan hati kami.
Kami tak akan memberikan suatu kata ikatan buat kebudayaan Indonesia. Kalau kami berbicara tentang kebudayaan Indonesia kami tak ingin kepada melap-lap hasil kebudayaan lama sampai berkilat dan buat dibanggakan, tetapi memikirkan suatu penghidupan kebudayaan baru nan sehat.”
Kalau diperhatikan, konsep seni dari karya sastra angkatan 45 mencita-citakan kemerdekaan dan tak ingin dipengaruhi pihak lain. Sastrawan Angkatan 45 ingin berkarya sinkron alam kemerdekaan dan hati nurani. Tak dapat disangkal, buat kondisi politik masa itu, konsep semacam ini terbilang sangat berani.
Ciri Karya Sastra Angkatan 45
Karya sastra Angkatan 45 memiliki kedekatan nan intim dengan empiris politik. Ini sangat berbeda dengan karya sastra Angkatan Pujangga Baru nan cenderung romantik-idealistik. Lahir dalam lingkungan nan sangat keras dan memprihatinkan, karya sastra Angkatan 45 memiliki karakteristik sebagai berikut:
- terbuka,
- pengaruh unsur sastra asing lebih luas dibandingkan angkatan sebelumnya,
- bercorak isi realis dan naturalis, meninggalkan corak romantis,
- sastrawan periode ini terlihat menonjol individualismenya,
- dinamis dan kritis, berani menabrak pakem sastra nan mapan sebelumnya,
- penghematan kata dalam karya,
- lebih ekspresif dan spontan,
- terlihat sinisme dan sarkasme,
- didominasi puisi, sedangkan bentuk prosa tampak berkurang.
Karya Sastra Angkatan 45 dan Tokoh-tokoh Penggeraknya
Beberapa sastrawan nan menjadi motor dan pelopor Angkatan 45, di antaranya sebagai berikut. Mereka ialah pencipta dari karya sastra angkatan 45 nan begitu fenomenal di global sastra. Mereka adalah:
a. Tokoh Di balik Karya Sastra Angkatan 45 - Chairil Anwar
Tokoh pertama dibalik karya sastra angkatan 45 ialah lelaki ini. Lahir di Medan, 26 Juli 1922, dan meninggal di Jakarta, 28 April 1949. Chairil Anwar menguasai bahasa Inggris, bahasa Belanda, dan bahasa Jerman. Karya sastranya dipengaruhi oleh sastrawan global nan dia gandrungi, seperti Rainer M. Rilke, W.H. Auden, Archibald MacLeish, H. Marsman, J. Slaurhoff dan Edgar du Perron.
b. Tokoh Di balik Karya Sastra Angkatan 45 - Asrul Sani
Tokoh kedua dibalik karya sastra angkatan 45 ialah Asrul Sani. Lahir di Sumatra Barat, 10 Juni 1926, dan meninggal di Jakarta, 11 Januari 2004. Kiprahnya sangat besar pada global film Indonesia. Banyak menerjemahkan karya sastrawan global seperti: Vercors, Antoine de St-Exupery, Ricard Boleslavsky, Yasunari Kawabata, Willem Elschot, Maria Dermount, Jean Paul Sartre, William Shakespeare, Rabindranath Tagore, dan Nicolai Gogol.
c. Tokoh Di balik Karya Sastra Angkatan 45 - Rivai Apin
Lahir di Padang Panjang pada 30 Agustus 1927, dan mati di Jakarta, April 1995. Pernah menjadi redaktur Gema Suasana, Siasat, Zenith, dan Zaman Baru. Keterlibatannya dalam Lekra menyebabkan dia ditahan dan baru dibebaskan tahun 1979. Karya sastra angkatan 45 miliknya pun menjadi pelengkap karya sastra angkatan 45 lainnya.
d. Tokoh Di balik Karya Sastra Angkatan 45 - Idrus
Lahir di Padang, 21 September 1921, dan 18 Mei 1979. Sastrawan global nan ia sukai: Anton Chekov, Jaroslov Hask, Luigi Pirandello, dan Guy de Maupassant. Pada masa Lekra, Idrus memutuskan pindah ke Malaysia sebab tekanan forum tersebut. Namanya mungkin tak seterkenal Chairil Anwar, namun karya sastra miliknya tetap menjadi bagian dari karya sastra angkatan 45.
e. Tokoh Di balik Karya Sastra Angkatan 45 - Achdiat Karta Mihardja
Lahir di Jawa Barat, 6 Maret 1911, dan meninggal di Canberra, Australia, 8 Juli 2010. Selain sebagai artis pencipta karya sastra angkatan 45, Achdiat karta Mihardja juga berkiprah sebagai guru Taman Siswa, redaktur Balai Pustaka, Kepala Jawatan Kebudayaan Perwakilan Jakarta Raya, dan dosen Fakultas Sastra UI.
f. Tokoh Di balik Karya Sastra Angkatan 45 - Trisno Sumardjo
Tokoh selanjutnya dibalik cerita kefenomenalan karya sastra angkatan 45 ialah Trisno Sumardjo. Lahir 1916, dan meninggal 21 April 1969. Selain sebagai sastrawan, dikenal juga sebagai pelukis.
g. Tokoh Di balik Karya Sastra Angkatan 45 - Utuy Tatang Sontani
Lahir di Cianjur, 1 Mei 1920 , dan meninggal di Moskwa, 17 September 1979. Ia ialah utusan dalam Konferensi Pengarang Asia-Afrika di Tashkent, Uzbekistan, 1958. Tokoh pencipta karya sastra angkatan 45 ini mengajar Bahasa dan Sastra Indonesia di Moskwa.
Karya Sastra Angkatan 45
Beberapa karya sastra angkatan 45 nan dihasilkan oleh mereka sastrawan angkatan 45, di antaranya ialah sebagai berikut:
- Kerikil Tajam (Chairil Anwar, 1949)
- Deru Campur Debu (Chairil Anwar, 1949)
- Tiga Menguak Takdir (Asrul Sani, Rivai Apin dan Chairil Anwar, 1950)
- Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma (Idrus, 1948)
- Atheis (Achdiat K. Mihardja, 1949)
- Katahati dan Perbuatan (Trisno Sumardjo, 1952)
- Suling (Utuy Tatang Sontani, 1948)
- Tambera (Utuy Tatang Sontani, 1949)
Karya sastra angkatan 45 tersebut memberikan cerita tersendiri bagi perjalanan global sastra Indonesia. Bagaimanapun keadaannya karya sastra angkatan 45 tersebut memberikan inspirasi serta acuan bagi karya-karya sastra setelahnya.