Karya Jurnalistik - Kode Etik Jurnalistik
Jurnalisme sering sekali menjadi perdebatan hebat dalam lingkungan praktisi media. Terutama karya jurnalistik nan sering sekali ditolak kesahihannya, sebab dianggap tak sinkron dengan kaidah jurnalisme.
Jika kita jajak lebih lanjut, pengertian jurnalistik sendiri secara umum, menurut Asep Syamsul M. Romli ialah proses kegiatan mengolah, menulis, dan menyebarluaskan warta dan atau opini melalui media massa. Media massa nan dimaksud ialah media cetak maupun elektronik. Termasuk di dalamnya ialah internet, sebagai bentuk konvergensi media nan di dalamnya terdapat peleburan antara media elektronik dan cetak.
Karya Jurnalistik - Karya Jurnalistik dalam Media Massa
Media massa menjadi wadah buat menyebarkan karya jurnalistik kepada khalayak umum. Secara umum, nan termasuk dalam karya jurnalistik ialah sebagai berikut.
1. Foto
Secara umum, foto jurnalistik merupakan foto nan didapat dari hasil kegiatan jurnalistik dan bisa memperkuat berita. Namun, ada perdebatan mengenai foto jurnalistik ini.
Beberapa praktisi berpendapat, jika foto jurnalistik ialah foto nan menceritakan sebuah kejadian atau peristiwa nan ingin diperlihatkan kepada khalayak, di mana ada informasi dalam gambar nan ditampilkannya.
Namun, ada juga beberapa praktisi nan berpendapat bahwa semua foto nan telah tercetak dalam media massa ialah karya jurnalistik. Misalnya, foto penulis, nan menuliskan sebuah opini di kolom surat kabar. Foto itu disebut dengan foto profil.
2. Tulisan
Tulisan dalam media massa dapat dibagi ke dalam beberapa jenis.
• Berita
Berita merupakan tulisan hasil reportase dari seorang jurnalis mengenai suatu peristiwa nan akan disebarluaskan kepada masyarakat. Warta harus mengandung fakta dan bisa dipertanggung-jawabkan kebenarannya. Tulisan warta harus mengandung unsur who,what, when, where, why dan how (5 W+1 H). Keenam unsur ini wajib ada di dalam jenis pemberitaan apa pun dan dalam media cetak apa pun.
• Artikel
Sama seperti halnya berita, walaupun Artikel ialah tulisan bebas, atau laporan essai, namun di dalamnya harus mengandung fakta nan bisa dipertanggung-jawabkan kebenarannya.
Artikel ini biasanya ditulis oleh orang-orang ahli, atau orang-orang nan paham mengenai topik nan ditulisnya. Bedanya dengan berita, artikel tak harus melalui proses reportase. Penulisan Artikel sendiri dimaksudkan buat menyalurkan ide dan pemikiran penulis ataupun informasi lain nan selama ini belum diketahui oleh para pemburu berita. Namun, penulis artikel harus benar-benar menguasai topik nan disampaikannya.
• Opini
Opini merupakan pandangan seorang penulis akan sebuah kenyataan atau kasus. Jika dalam artikel penulis agak condong objektif, maka dalam beropini, penulis sangat subjektif. Bahkan cenderung menyudutkan. Tulisan nan termasuk dalan opini tak bisa kita amini sepenuhnya. Karena informasi nan dipaparkan bukanlah fakta, atau belum teruji kebenarannya. Akan tetapi, hanya sebuah persfektif dari penulis. Untuk itu, disparitas paling signifikan antara Artikel dan Opini ialah fakta.
3. Video Jurnalis
Jika dalam pemberitaan di televisi Anda melihat bagaimana tsunami menghantam Wasior, atau kejadian bom Bali nan hanya terlihat beberapa menit. Itulah video jurnalis. Perdebatan mengenai video jurnalis ini sangat sering terjadi. Para jurnalis sering menganggap bahwa beberapa penayangan atas nama video jurnalis di televisi ialah rekayasa. Karena narasumber nan berlakon ialah orang-orang nan dibayar, dan terkadang ada warta "settingan" demi memenuhi ego pemilik media akan rating .
4. Audio (berita di radio)
Berita di radio juga termasuk karya jurnalistik. Walaupun tak bisa dilihat seperti televisi, namun tak jauh berbeda. Umumnya wartawan di radio melakukan cara reportase nan sama dengan televisi, hanya media dan kemasannya nan berbeda.
Sebagai global nan menyoroti sendi-sendi kehidupan masyarakat, karya jurnalistik sering sekali menjadi perdebatan hebat. Itu tak lain ialah buat kemajuan dari jurnalisme itu sendiri. Walaupun terkadang akhirnya menjadi sebuah ego tersendiri akan kehebatan dari karya mereka.
Karya Jurnalistik - Bahasa Jurnalistik
Membuat karya jurnalistik tak dapat lepas dari bahasa jurnalistik itu sendiri. Bahasa jurnalistik atau biasa disebut dengan bahasa pers, merupakan salah satu ragam bahasa kreatif bahasa Indonesia di samping terdapat juga ragam bahasa akademik (ilmiah), ragam bahasa usaha (bisnis), ragam bahasa filosofik, dan ragam bahasa literer (sastra) (Sudaryanto, 1995). Dengan demikian bahasa jurnalistik memiliki kaidah-kaidah tersendiri nan membedakannya dengan ragam bahasa nan lain.
Bahasa jurnalistik itu sendiri juga memiliki karakter nan bhineka berdasarkan jenis tulisan apa nan akan terberitakan. Bahasa jurnalistik nan digunakan buat menuliskan reportase pemeriksaan tentu lebih cermat bila dibandingkan dengan bahasa nan digunakan dalam penulisan features.
Dalam menulis banyak faktor nan bisa mempengaruhi ciri bahasa jurnalistik sebab penentuan masalah, angle tulisan, pembagian tulisan, dan sumber (bahan tulisan). Namun demikian sesungguhnya bahasa jurnalistik tak meninggalkan kaidah nan dimiliki oleh ragam bahasa Indonesia standar dalam hal pemakaian kosakata, struktur sintaksis dan wacana.
Menurut JS Badudu (1988) bahasa jurnalistik memiliki sifat-sifat khas yaitu singkat, padat, sederhana, lugas, menarik, lancar dan jelas. Sifat-sifat itu harus dimiliki oleh bahasa pers, bahasa jurnalistik, mengingat surat kabar dibaca oleh semua lapisan masyarakat nan tak sama taraf pengetahuannya. Oleh sebab itu beberapa karakteristik nan harus dimiliki bahasa jurnalistik di antaranya:
- Singkat, artinya bahasa jurnalistik harus menghindari klarifikasi nan panjang dan bertele-tele.
- Padat, artinya bahasa jurnalistik nan singkat itu sudah mampu menyampaikan informasi nan lengkap. Semua nan diperlukan pembaca sudah tertampung didalamnya. Menerapkan prinsip 5 W 1 H, membuang kata-kata mubazir dan menerapkan ekonomi kata.
- Sederhana, artinya bahasa pers sedapat-dapatnya memilih kalimat tunggal dan sederhana, bukan kalimat beragam nan panjang, rumit, dan kompleks. Kalimat nan efektif, praktis, sederhana pemakaian kalimatnya, tak hiperbola pengungkapannya (bombastis).
- Lugas, artinya bahasa jurnalistik mampu menyampaikan pengertian atau makna informasi secara langsung dengan menghindari bahasa nan berbunga-bunga.
- Menarik, artinya dengan menggunakan pilihan kata nan masih hidup, tumbuh, dan berkembang. Menghindari kata-kata nan sudah mati.
Karya Jurnalistik - Kode Etik Jurnalistik
Membuat karya jurnalistik tak dapat lepas dari pantauan kode etik jurnalistik. Dengan kata lain kode etik jurnalistik ini nan menjadi acuan dan panduan wartawan membuat karya jurnalistik sebelum disebarluaskan kepada pembaca.
Kemerdekaan pers ialah wahana masyarakat buat memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama.
Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik buat memperoleh informasi nan benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai panduan operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik:
Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan warta nan akurat, berimbang, dan tak beritikad buruk.
Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara nan profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Pasal 3
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tak mencampurkan fakta dan opini nan menghakimi, serta menerapkan asas praduga tidak bersalah.
Pasal 4
Wartawan Indonesia tak membuat warta bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Pasal 5
Wartawan Indonesia tak menyebutkan dan menyiarkan bukti diri korban kejahatan susila dan tak menyebutkan bukti diri anak nan menjadi pelaku kejahatan.
Pasal 6
Wartawan Indonesia tak menyalahgunakan profesi dan tak menerima suap.
Pasal 7
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak buat melindungi narasumber nan tak bersedia diketahui bukti diri maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan "off the record" sinkron dengan kesepakatan.
Pasal 8
Wartawan Indonesia tak menulis atau menyiarkan warta berdasarkan berpretensi atau subordinat terhadap seseorang atas dasar disparitas suku, ras, rona kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tak merendahkan prestise orang lemah, miskin, sakit, stigma jiwa atau stigma jasmani.
Pasal 9
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali buat kepentingan publik.
Pasal 10
Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki warta nan galat dan tak seksama disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Pasal 11
Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.
Karya jurnalistik tak dapat dibuat sembarangan, sebab memiliki acuan nan harus dipatuhi. Kegiatan jurnalistik tak hanya sekadar menyebarluaskan warta atau menyampaikan informasi dan fakta saja, tetapi juga dikemas dalam bahasa jurnalistik nan baik dan sinkron dengan kode etik jurnalistik.