Profil Gayus

Profil Gayus

Gayus seakan telah menjadi nama lain dari korupsi. Bagaimana tidak, ketika seseorang menyebutkan kata 'korupsi' nan terbayang di benaknya ialah sosok mantan pegawai Pajak tersebut. Saking terkenalnya laki-laki nan pertama bertamasya ke Bali dan Thailand ketika katanya masih dalam penjara, sopir angkot pun kini menyebutkan namanya ketika ada orang nan akan menuju ke Kantor Pajak.



Gayus – Kasihani atau Caci Maki?

Kasus korupsi di Indonesia sepertinya sudah bukan lagi dianggap sebagai satu bentuk pelanggaran terhadap hak azasi manusia dan hukum. Kejahatan ini terus berkembang hingga akhirnya sudah mendarah daging dan menjadi bukti diri dari sebagian besar masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia nan berpangkat maupun tidak. Sebuah Norma jelek nan dilegalkan.

Bagaimana korupsi mau hilang di bumi pertiwi ini. Setiap orang sepertinya saling makan. Seorang pegawai negeri nan mengurusi layanan kepada masyarakat sepertinya sudah tak malu-malu lagi meminta tambahan biaya nan akan masuk ke kantongnya sendiri atau dimakannya bersama-sama dengan teman-temannya dalam satu divisi. Kantor pelayanan kepada masyarakat mana nan tidak meminta bayaran lebih atau bayaran nan dapat dipertanggungjawabkan. Kementerian Agama saja korupsi beramai-ramai. Uang pengadaan Al-Qur'an saja diembat oelh orang-orang nan telah wafat hatinya.

Biasanya kalau ada program pembagian Al-Qur'an, nan mengurusi akan sangat berhati-hati sebab sangat menghormati Al-Qur'an itu. Bahkan bila perlu dan ia mempunyai uang lebih, uang pengadaan itu akan ditambah agar penyebaran Al-Qur'an semakin luas nan artinya amal jariyahnya akan banyak. Bukannya malah dikorupsi.

Dengan disunatnya uang pengadaan Al-Qur'an tersebut, itu artinya jumlah kitab kudus umat Islam nan akan dibagikan niscaya berkurang. Itu artinya ada hal nan terzalimi. Bagaimana dapat sang koruptor begi tega melakukan hal nan begitu nista tersebut. 'Masyaallah, Al-Qur'an lho. Kitab kudus aja dikorupsi apalagi nan lain. Makan aspal, makan pasir juga niscaya orang ini'. Kalimat mengandung makna keterheranan itu benar-benar membuat orang awam tidak mengerti dengan watak orang-orang nan mengatur negara ini.

Apalagi sekarang ternyata semakin banyak petinggi negara nan diseret ke KPK dan diberi berpuluh pertanyaan dengan memakan waktu nan panjang. Mulai dari Anas Urbaningrum, ketua Partai Demokrat hingga Menteri Olahraga Andi Malaranggeng nan dicurigai terkait kasus korupsi Pusat Olahraga Hambalang nan bernilai triliunan rupiah. Belum lagi kasus korupsi nan semakin membuat rakyat tidak percaya dengan pemerintahan SBY, kini terdengar pemerintah akan membantu IMF sebesar 1 miliar dollar atau setara dengan Rp 9,5 triliun! Wow , uang rakyat sepertinya semakin digerus saja. Sudah dikorupsi mau diberikan kepada badan nan telah membuat rakyat Indonesia menderita beberapa tahun nan lalu dampak ulah IMF. Rakyat semakin tak mengerti apa nan ada di benak para penguasa Indonesia saat ini.

Kalau sudah seperti ini, orang seperti Gayus dan teman-teman koruptornya itu, dikasihani sebab masuk penjara atau dicaci maki? Sisi humanisme niscaya ada sebab mereka juga mempunyai keluarga nan tak bersalah. Terutama kalau mereka mempunyai anak kecil nan masih dalam pertumbuhan. Jika salah dalam mendidik, anak-anak para koruptor seperti Angelina Sondakh akan tumbuh dalam tekanan. Berharap saja bahwa anak-anak nan tidak bersalah itu menemukan sosok nan mampu membuat mereka tegar dan hayati normal dengan tak terlalu memikirkan apa nan sedang terjadi dengan orangtua mereka.

Biarkan orangtua mereka nan menanggung apa nan telah mereka perbuat. Untungnya masyarakat juga tak sampai mengganggu kehidupan pribadi para koruptor tersebut. Misalnya, Nazaruddin dan istrinya. Anak-anak mereka niscaya lebih tertekan lagi. Mereka niscaya dicap sebagai keluarga koruptor. Memang tak ada warta nan mengarah kepada anak-anak nan akan menambah tekanan batim mereka. Untungnya keadaan ini benar-benar diperhatikan oleh semua pihak termasuk media massa.



Gayus dan Pemberantasan Korupsi

Sebenarnya Gayus telah divonis bebas. Lalu berkasnya diperiksa lagi dan ia disidangkan lagi. Ia memang telah banding. Usaha ini malah menambah jumlah hukumannya menajdi 8 tahun. Sanksi ini memang jauh lebih lama dibandingkan dengan sanksi nan diterima oleh Nurbaiti nan hanya sekira dua tahunan. Namun, ternyata lelaki nan sempat membuat heboh dengan penyamaran dan wignya itu masih mempunyai nyali buat merubah hukumannya. Maklum uangnya masih ada dan tak disita semuanya. Dia masih dapat bergerak bebas dengan segala keterbatasannya.

Gayus memang sangat menghebohkan. Ia menjadi semacam awal dari gerakan nan semakin mengarah kepada tokoh-tokoh nan lebih tinggi kedudukannya. Pemberantasan terhadap korupsi di Indonesia memang terus dilakukan. Hal nan kemudian menjadi ironis ialah pemberantasan terhadap korupsi sejalan dengan berbagai tindakan korupsi itu sendiri. Untuk membongkar satu kasus korupsi saja sering dibarengi dengan tindakan-tindakan korupsi terselubung.

Kasus korupsi di Indonesia sudah banyak terjadi. Sebagian besar, kasus-kasus korupsi tersebut terjadi dikalangan pemerintah. Kasus korupsi nan terjadi di orde baru dan paling santer terdengar ialah kasus dugaan korupsi nan dilakukan oleh Soeharto. Menjabat sebagai presiden Indonesia dalam waktu 32 tahun menimbulkan dugaan-dugaan bahwa telah terjadi tindak korupsi nan dilakukan Soeharto.

Sudah seperti budaya, korupsi terus dilakukan dari masa ke masa. Hilang Soeharto, muncul pelaku-pelaku korupsi lainnya. Mati satu tumbuh seribu sepertinya cocok digunakan buat mengungkapkan keadaan korupsi di Indonesia.

Sebagai aparat pemerintah, menjaga nama baik dan menjaga kepercayaan dari rakyat seharusnya menjadi harga wafat nan tak dapat ditawar. Tapi tak bagi para koruptor. Hal terpenting buat mereka sepertinya hanya kepuasan pribadi. Hal itu juga diamini oleh Sang koruptor dari Dirjen Pajak tersebut. Koruptor nan namanya terkenal sebab kasus korupsi nan dilakukannya.

Walau sulit, langkah pemberantasan ini memang harus terus berjalan. Sekarang, semakin banyak profil dari Dirjen Pajak nan tersangkut korupsi. Yang terbaru ialah Dhana. Kasus Dhana ini menyeret Rama, seorang politisi angkatan 98 nan merupakan kader Partai Keadilan Sejahtera. Dhana seolah menjadi simbol korupsi berikutnya nan semakin memojokkan Dirjen Pajak.



Profil Gayus

Koruptor ini memiliki nama lengkap Gayus Halomoan Partahanan Tambunan. Laki-laki nan mempunyai rumah begitu mewah ini lahir di Warakas, Jakarta Utara pada 9 Mei 1979. Ia merupakan pegawai negeri sipil golongan IIIA di Kantor Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Jangan lihat golongannya. Tabungannya luar biasa gendutnya. Hebatnya lagi, bapaknya berpenampilan begitu sederhana dan mengaku tak pernah diberi uang nan berlebih oleh anak nan sempat dibanggakannya itu.

Gayus ialah putra dari Amir Syarifuddin Tambunan. Ia merupakan anak kedua dari lima bersaudara. Gayus menikah dengan seorang wanita bernama Milana Anggraeni. Dari pernikahannya tersebut, mereka dikarunia beberapa putra dan putri. Istrinya bahkan diduga menerima kucuran dana korupsi nan dilakukan oleh Gayus.

Sebelum bekerja sebagai staf di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, laki-laki nan dapat membuat istrinya hamil lagi ketika ia telah berada di penjara ini menamatkan sekolahnya di STAN atau Sekolah Tinggi Akuntansi Negara. Gayus lulus dari STAN pada 2000 lalu. Lulus dari STAN, Gayus tak langsung bekerja di Direktorat Pajak, ia lebih dulu bekerja di Bagian Penelaah Keberatan di Ditjen Pajak. Karirnya di Direktorat Pajak terus berkembang hingga 2010 lalu, karirnya kemudian terhenti sebab kasus korupsi nan menjeratnya.



Gayus dan Korupsi

Jika saja Susno Duadji tak menyebutkan bahwa ada seorang pegawai Direktorat Pajak bernama Gayus Tambunan nan memiliki uang dengan jumlah 25 miliar di rekeningnya, nama Gayus Tambunan mungkin tak akan terkenal hingga kini. Mantan pegawai Dirjen Pajak paling tereknal ini niscaya sedang hayati tenang dan bahagia menikmati uang haram hasil korupsinya tersebut. Oleh Susno Duadji, Gayus dicurigai telah melakukan korupsi.

Uang nan berada di rekening milik Gayus bukan hanya sejumlah 25 miliar. Ia bahkan memiliki uang asing dengan total 60 miliar dan perhiasan sejumlah 14 miliar. Mengetahui namanya di sebut oleh Susno Duadji, Gayus beserta keluarga melarikan diri ke Singapura.

Menurut pihak kepolisian nan menyelidiki kasus korupsi Gayus, ada beberapa nama nan terkait langsung dengan kasus korupsi laki-laki bertubuh gempal tersebut. Mereka di antaranya ialah Bambang Heru Ismiarso selaku direktur pajak, dan Edmon Ilyas selaku petinggi kepolisian.

Kasus korupsi nan dilakukan Gayus dan rekan-rekannya tersebut terang-terangan mencoreng gambaran dari Direktorat Jenderal Pajak. Nama baik sebuah forum nan mengurusi uang pembayaran pajak dari para warga buat ikut memajukan bangsa mendadak dipertanyakan.