Vulkanisme dan Bentuk Gunung Api
Vulkanisme sangat sering terdengar di telinga. Akan tetapi, kadangkala kita tak tahu niscaya apa nan dimaksud dengan vulkanisme? Apakah ini berkaitan dengan gunung berapi? Apakah merupakan proses letusan gunung berapai nan kerap memakan banyak korban, baik harta maupun nyawa?
Apa Itu Vulkanisme?
Vulkanisme didefinisikan sebagai proses keluarnya magma ke permukaan. Magma nan naik itu tentu tak terjadi dengan sendirinya. Ada berbagai hal nan menjadi pendorong sehingga peristiwa tersebut terjadi. Loka keluarnya magma pun bukan saluran sembarangan. Melainkan sebuah saluran spesifik nan biasa disebut dengan saluran kepundan atau diatrema.
Jika vulkanisme terjadi, otomatis terjadi pula pembentukan kaldera dan kaldera. Proses vulkanisme ini menghasilkan berbagai bentukan di muka bumi ini.
Vulkanisme umumnya dipicu oleh tingginya temperatur dan tekanan gas di dapur magma. Sebagai akibatnya, magma pun harus mencari jalan keluar melalui saluran kepundan. Magma sendiri ialah batuan cair nan teletak antara 50 hingga 200 kilometer di bawah tanah. Magma cair biasanya bergerak sangat perlahan menuju bilik magma.
Kumpulan magma ini menumpuk di area bawah kawah, tak serta merta menghasilkan letusan gunung berapi. Ketika tekanan gas kian besar, tanah dan batu nan berada di atasnya pun terdorong keluar.
Vulkanisme dapat diibaratkan seperti botol minuman bersoda. Tekanan nan besar bisa digambarkan dengan pengocokan minuman tersebut. Akan tetapi, botolnya harus dalam keadaan tertutup. Nah, ketika dibuka isinya pun akan menyembur keluar. Begitu juga dengan letusan gunung berapi.
Ketika tekanan gas dalam bilik magma menurun, otomatis letusan pun akan berhenti pula. Jadi, tak ada nan dapat memperkirakan dengan tepat kapan sebuah gunung berapi aktif akan meletus, dan kapan pula letusannya akan berhenti. Ketika proses vulkanisme meningkat dan sebuah gunung berapi terancam meletus, biasanya ada tanda-tanda nan bisa dilihat dengan jelas.
Ada banyak jenis tanda nan dapat dilihat. Misalnya saja terdapatnya semburan asap dari kawah. Atau runtuhnya bebatuan dampak tekanan gas dari saluran magma. Letusan gunung berapi juga kerap didahului dengan gempa bumi. Juga keluarnya gas belerang dan karbondioksida, serta munculnya gelembung-gelembung dampak air panas nan mendidih.
Gunung St Helena di Amerika nan pernah meletus di Amerika pun memunyai tanda-tanda khusus. Di tanah sekitar kawahnya terdapat benjolan besar sebelum gunung itu meletus. Magma nan berperan krusial dalam proses vulkanisme ini memiliki struktur kimia nan berbeda buat setiap gunung berapi di global ini. Demikian pula dengan aktivitasnya.
Magma nan telah keluar disebut dengan istilah “lahar”. Saat lahar akhirnya keluar, maka keluar pula asap dan gas ke angkasa. Lahar nan netral mengandung asam silikat antara 53 sampai 66% dengan suhu 1.000 hingga 1.100 derajat Celcius. Sementara lahar dengan kandungan asam silikat antara 45 hingga 52%, disebut basa.
Biasanya, suhu lahar basa lebih tinggi dari lahar normal, antara 1.100 hingga 1.200 derajat Celcius. Selain kedua jenis lahar di atas, masih ada lahar asam nan mengandung asam silikat lebih dari 66% dan bersuhu antara 900 hingga 1.000 derajat Celcius. Di antara ketiganya, lahar asam memiliki kekentalan nan tinggi dan biasanya membeku di dekat kawah. Sementara lahar basa dapat mengalir ke loka nan jauh sebab fluiditasnya nan tergolong tinggi.
Vulkanisme dan Material
Vulkanisme tak hanya berhubungan dengan magma dan lahar. Namun berarti juga keluarnya batu-batuan nan tadinya berada di bagian dalam kulit bumi. Ketika ikut keluar, batu ini disebut juga dengan bom batu vulkanik. Bom batu ini pun memunyai karakteristik nan berbeda, bergantung pada sifat magma nan membentuknya. Ada nan berbentuk seperti kulit roti, dengan permukaan nan keras.
Akan tetapi, gas vulkanik panas nan berada di dalamnya terus memuai dan sewaktu-waktu dapat meledak. Ada nan disebut bom batu ledak, nan sifatnya mirip balon. Ada pula bom bentuk gumpalan dengan berbagai ukuran dan bom batu berputar nan biasanya terbang ke udara sambil berputar.
Salah satu hasil dari proses vulkanisme ialah batu apung. Batu ini terbentuk sebab tekanan magma dan memiliki sifat nan tak mampu mengkristal dengan sempurna. Hal ini disebabkan batu ini bisa mendingin dengan sangat cepat. Ketika magma keluar, diikuti dengan gas nan mudah menguap ini dalam bentuk mirip gelembung.
Setelahnya segera mengeras dan menyebabkan bagian dalamnya berlubang-lubang. Bagian dalamnya sendiri tak padat sehingga mendapat gaya gravitasi nan cukup kecil. Akibatnya lagi, batu ini pun bisa mengapung di atas permukaan air, sehingga lazim disebut dengan nama batu apung.
Konon, ketika Gunung Krakatau meletus lebih dari seratus tahun silam, batu apung nan keluar dari perutnya memenuhi Selat Sunda hingga ratusan meter. Bahkan ada nan menumpuk hingga setinggi 1,5 meter.
Jika bicara tentang vulkanisme, berarti tak dapat lepas dari kondisi Indonesia nan berada di jalur rendezvous antara Sirkum Mediterania dan Sirkum Pasifik. Indonesia kadang disebut juga dengan istilah busur kepulauan gunung api. Itu sebab Pulau Jawa dan Sumatera berada di jalur gempa dan memiliki banyak gunung berapi.
Kepulauan Indonesia sendiri terbentuk dampak adanya tumbukan Lempeng Filipina dan Lempeng Indo Australia. Indonesia memunyai gunung berapi aktif sekitar 80 nan tersebar di seluruh wilayah nusantara. Yang terbanyak ada di Pulau Jawa, sebanyak 21 buah. Gunung berapi itu tak semuanya berada di darat, ada juga nan berada di lautan. Sebagai contoh, Gunung Krakatau.
Vulkanisme dan Bentuk Gunung Api
Aktivitas vulkanisme pun memberi pengaruh terhadap bentuk gunung berapi nan ada di dunia. Jangan dikira bentuk gunung berapi itu sama saja, lho ! Aktivitas semburan magma telah membuat disparitas pada bentuk gunung berapi nan ada di seluruh global ini. Yang pertama ialah gunung barah kerucut atau disebut juga dengan istilah strato.
Gunung barah model ini terbentuk secara berlapis-lapis nan terbentuk dari campuran bahan lava dan eflata. Eflata mungkin agak asing di telinga. Istilah ini digunakan buat menyebut material hasil letusan gunung berapi berupa bahan padat. Proses vulkanisme melepaskan eflata nan ditimbun di sekitar pusat erupsi. Di atasnya terbentuk lelehan lava nan membentuk lapisan batuan beku sebagai badan gunung api. Begitu terjadi selama berulang kali hingga terbentuk kerucut gunung barah di sekitar pusat erupsi.
Contoh gunung bentuk ini ialah Gunung Mayon di Filipina dan Gunung Fuji di Jepang. Selanjutnya ada gunung barah perisai. Gunung model ini memiliki alas nan sangat luas dengan lereng nan landai. Ketika proses vulkanisme terjadi, magma nan sangat encer keluar dari lubang letusan dan meleleh di sektiarnya. Lelehan inilah nan kelak membentuk sebuah lapisan mirip perisai. Gunung tipe ini berada di daerah Hawaii, contohnya Gunung Kilauea.
Indonesia banyak memiliki gunung berapi dengan bentung corong atau maar. Biasanya vulkanisme berujung pada letusan dengan volume nisbi kecil. Gunung jenis ini biasanya mengalami satu kali erupsi sebelum aktivitasnya berhenti. Bentuk gunung barah maar sendiri mirip tanggul melingkar dengan lereng nan tak terlalu curam. Bagian tengahnya membentuk cekungan dengan alas nan rapat air. Jika terisi hujan terus-menerus, cekungan itu akan membentuk danau.
Anda tentu tahu Danau Toba. Nah, danau itu ternyata merupakan kaldera dari sebuah gunung raksasa nan meletus sekitar 72.000 tahun silam. Ketika Danau Toba meletus, syahdan sepertiga penduduk global kala itu ikut musnah. Jika kawahnya saja membentuk sebuah danau terbesar di Indonesia, bisa dibayangkan sebesar reaksi vulkanisme nan terjadi pada Gunung Toba sebelumnya.