Makna Ijab Qabul dan Syahadah
Makalah Hukum Islam . Selama ini, masyarakat memahami bahwa nikah hanya terjadi jika ada rukun nikah, yaitu pengantin pria, pengantin wanita, wali pengantin wanita, dua orang saksi, serta ijab dan kabul. Namun, bagaimana jika mempelai pria tak berada di loka nan sama dengan wali mempelai wanita sehingga proses ijab kabul dilakukan melalui telepon. Apakah pernikahan ini sah?
Artikel makalah hukum Islam ini akan mengupas persoalan akad nikah via telepon. Pembahasan nan dikupas di dalam artikel hukum Islam ini pun tetap menampilkan sumber hukum dan literatur nan diakui keabsahan. Jadi, pembaca artikel makalah hukum Islam dapat merujuknya langsung pada sumber nan disebutkan atau dapat menjadikan artikel ini sebagai surat keterangan sederhana.
Hakikat Nikah dan Tujuannya
Untuk menemukan titik fokus absah atau tidaknya akad nikah via telepon, ialah terlebih primer dibahas di artikel makalah hukum Islam ini ihwalhakikat nikah.
Di dalam kitab Al-fiqh 'Ala Mazaahib al-Arba'ah , Abdurrahman Al-Jazairi menuliskan bahwa Para imam mazhab nan empat, yaitu Syafi'i. Maliki, Hanafi, dan Hanbali, sepakat mendefinisikan nikah denganakad nan menyebabkan bolehnya bagi seorang laki-laki (suami) buat berhubungan badan dengan seorang wanita.
Hakikat nikah nan diutarakan oleh para fuqaha cenderung mengarah pada aspek lahiriah nan bersifat normatif. Karena tujuan dari sahnyapernikahan ialah buat membolehkan nan dulunya diharamkan menjadi dihalalkan.
Artinya, jika tak ada akan nikah, maka hubunganbadan nan dilakukan ialah zina. Zina ialah hal nan diharamkan. Dengan adanya akad pernikahan, interaksi badan menjadi halal.
Fondasi para fuqaha menetapkan definisi tersebut beranjak dari firman Allah Swt.
"Mereka ialah baju bagimu dan kamu ialah baju bagi mereka." ( QS. Al-Baqarah [2]: 187)
Karena fikih sifatnya hukum dan rill, barangkali, hal ini nan menyebabkan seperti tak kelihatan apa tujuan pernikahan di dalam defenisi nan diungkapkan oleh para fuqaha.
Adapun tujuan pernikahan dijelaskan di dalam Al-Qur'an. Allah Swt. berfirman.
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram denganya, dan dijadikan-Nya di antara kamu rasa kasih dan sayang, Sesungguhnya pada nan demikian itu benar-benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum nan berpikir." (QS. Ar-Ruum [30]: 21)
Seperti nan disebutkan di prolog artikel makalah hukum islam ini, bahwa salah satu rukun nikah ialah adanya ijab kabul. Ijab diucapkan oleh wali pengantin wanita, sedangkan kabul diucapkan oleh pengantin pria.
Ditengah makin meningkatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi seperti adanya telepon, internet, handphone dan sebagainya muncul pertanyaan, apakah absah ijab dan kabul dilakukan melalui via telepon dan sejenisnya?
Makna Ijab Qabul dan Syahadah
Sejatinya, nan menjadi titik poin kenapa masalah nikah viatelepon menjadi perdebatan terletak pada interaksi ijab qabul dengan adanya syahadah (penyaksian). Kedua permasalahan ini akan dijelaskan di dalam artikel makalah hukum Islam.
Ibnu Rusyd mencantumkan di dalam kitab Bidayatul Mujtahid bahwa para ulama fikih berbeda pendapat ihwal keberadaan saksi. Imam Asy-Syafi'I, Abu Hanifah, dan Maliki keberadaan saksi dalam akad pernikahan sangat potensial. Artinya, tanpa ada saksi maka pernikahan menjadi tak sah.
Berbeda dengan Abu Tsur nan menjadikan saksi bukanlahsyarat absah nikah, tapi hanya syarat sempurnanya nikah. Artinya, menurut Abu Tsur, nikahnya tetap absah hanya kurang paripurna saja.
Setelah masalah saksi, nan menjadi titik fokus permasalah absah atau tak akad nikah via telepon mengenai ijab kabul. Adalah krusial di dalam makalah hukum Islam ini, dipaparkan pendapat para ulama fikih tentang ijab kabul.
Di dalam kitab Bidayatul Mujtahid dimaktubkan, bahwa para fuqaha sepakat bahwa ijab kabul harus bersambung, kecualiImam Malik nan menyatakan tak mesti bersambung. Arti kontiniu di sini, tak terselingi oleh pembicaraan lain, selain lafal ijab dan lafal kabul. Selain itu, tak terpisahkan oleh waktu nan lama.
Dari klarifikasi tentang saksi dan ijab kabul, tampaknyapelaksanaan akad nikah harus dilakukan dalam satu kondisi dan ruangan nan sama atau dalam satu majelis. Karena syahadah baru dinyatakan sah, bila saksi mendengar lafal ijab dan kabul, plus menyaksikan orang nan menyatakan akad ijab dan kabul.
Sejatinya, keputusan para pakar fikih seperti nan dijelaskan di atas berdasarkan kondisi nan terjadi di kehidupan mereka. Sementara, nan terjadi pada masa kita, apakah masih relevan? Apalagi dewasa ini,teknologi semakin menunjukkan kecanggihannya. Apakah tetap mengharuskan nikah dilakukan di dalam satu majelis?
Artikel ini bukanlah buat membatalkan hasil ijtihad nan dilakukan oleh para pakar fikih. Namun hanya saja, evaluasi hukum sinkron realita kekinian harus tetap menjadi tolak ukur. Apalagi, masalah nan terjadi bukan di ranah ushul (pokok), tapi berada di ranah furu' (cabang).
Sebelum dijelaskan hasil pemikiran penulis artikel makalah hukum Islam, ialah baik melihat konsep disiplin ilmu nan menunjang terciptanya keputusan hukum dalam Islam. Yaitu, disiplin ilmu qawaid fikih dan ushuk fikih.
Salah satu kaidah fikih menyatakan, "Perubahan hukum terjadi disebabkan perubahan zaman dan tempat". Artinya, dalam menetapkanhukum harus berdasarkan kondisi nan terjadi. Ini pernah dilakukan oleh Imam asy-Syafii' nan dikenal dengan qaul qadim dan qaul jadid . Adapun kaidah ushul fikih mengatakan, "Ijtihad tak bisa dibatalkan dengan ijtihad"
Sejatinya, penulis artikel makalah hukum Islam, ingin sekali menjelaskan kedua kaidah tersebut. Namun, keterbatasan ruang dalam artikel makalah hukum Islam ini sehingga menjadikan penulis hanya menyebutkan keduakaidah tersebut saja.
Jika kembali kepada topik artikel makalah hukum Islam nan membahas absah atau tidaknya akad nikah via telepon, dengan melihat kecanggihan teknologi dan minimnya dari penipuan, maka akad nikah nan dilakukan dengan telepon bisa dikatakan sah.
Jika permasalahannya pada penyaksian, saat ini sudah cukup mudah buat membuktikan, apakah sahih si mempelai pria nan melafal kabul atau tidak?
Pasalnya, sudah ada teknologi canggih buat membuktikannya. Misalnya, dengan menggunakan handphone video call . Jika masih dikhawatirkan terjadi manipulasi suara, wali mempelai wanita bisa mengantisipasinya dengan mengajak mempelai pria terlibat pembicaraan terlebih dahulu sebelum akad ijab kabul dilakukan. Wali akan dapat tahu, apakah suara mempelai pria sama saat ia berdialog dengan saat melakukan ijab kabul.
Selain itu, wali juga mengenal terlebih dahulu sebelum akad nikah terjadi. Proses saling kenal menjadi titik point krusial apakah si pengantin pria memang mengenal si pengantin wanita dengan baik atau tidak.
Sejatinya, jika tak ada disparitas suara mempelai pria dan proses ijab qabul nan dilakukan via telepon dilakukan dengan baik, maka hakekatnya ia bisa disamakan dengan berada di satumajelis. Bahkan buat saat ini, sudah dapat saksi juga mendengarkan proses pengucapan ijab kabul via telepon dengan mengaktifkan loudspeaker telepon nan digunakan.
Menurut penulis, proses ijab kabul nan dilakukan via telepon adalahsah, bila sinkron dengan apa nan dijelaskan. Karena hakekatnya, semua nan dikhawatirkan bisa ditiadakan. Apalagi buat menjelaskan hukum ini penulis artikel makalah hukum Islam menguatkannya dengan kaidah Qawaid fikih dan kaidah ushul fikih .
Artikel makalah hukum Islam nan mengupas masalahakad nikah via telepon ini tak berani menetapkan begitu saja. Hanya saja penjelasanya sahnya akad nikah via telepon nan dikupas dalam artikel ini hanya murni berdasarkan konteks hukum Islam.
Jika dihubungkan dengan proses pencatatan atau pengakuannya di hadapan Kantor Urusan Agama (KUA) penulis artikel hukum Islam tak mengetahuinya. Artinya, penulis tak mengetahu apakah akad nikah via telepon dinyatakan absah atau tak menurut perundang-undangan pernikahan di Indonesia.
Artikel ini, sekali lagi, murni membahasnya berdasarkan disiplin ilmu fikih nan tidak terlepas dari ilmu ushul fikih dan Qawaid fikih . Semoga artikel makalah hukum Islam ini bisa memberi kegunaan kepada pembaca.