Inspeksi dan Persidangan
Pengadilan Agama merupakan sebuah institusi peradilan nan terdapat di Indonesia. Sebagai makhluk sosial, manusia saling berinteraksi satu sama lainnya. Kehidupan nan majemuk dengan tabiat masyarakat nan majemuk itu dalam interaksinya, tentu banyak terjadi pergesekan dan ketidaksepahaman antarindividu ataupun kelompok.
Demi terciptanya tatanan nan baik di tengah masyarakat maka perlu adanya institusi peradilan nan akan menyelesaikan perkara mereka. Sebagai masyarakat beragama, Pengadilan Agama ialah sebuah keharusan bagi masyarakat Indonesia. Keberadaannya merupakan bukti bahwa masyarakat Indonesia menginginkan perkara-perkara mereka diselesaikan dengan ketentuan hukum Islam.
Pengadilan Agama merupakan peradilan nan spesifik untuk agama Islam semata. Jadi, Pengadilan ini bukan buat umat beragama lainnya seperti Kristen, Budha, dan Hindu. Peradilan ini bisa dikatakan sebagai Pengadilan Agama Islam.
Peradilan ini memiliki wewenang spesifik dalam menyelesaikan perkara eksklusif nan terjadi di tengah kaum muslimin nan merupakan penduduk mayoritas di Indonesia. Fungsinya yaitu buat memenuhi hajat hayati umat Islam nan dalam bidang-bidang eksklusif tidak bisa dipisahkan dari ketentuan-ketentuan ajaran agamanya, yaitu Islam.
Islam ialah agama hukum. Oleh sebab itu, Pengadilan ini memiliki kaitan erat dengan ajaran-ajaran Islam dan merupakan fardhu kifayah. Pengadilan Agama di Indonesia memiliki sejarah panjang. Peradilan ini telah ada sebelum berdirinya Republik Indonesia. Bahkan sudah dimulai semenjak adanya sebagian masyarakat Indonesia nan memeluk agama Islam. Namun pada awalnya belum berbentuk forum peradilan resmi, melainkan hanya sebagai wadah penyelesaian persoalan semata tanpa ada ikatan kenegaraan.
Pengadilan Agama baru terbentuk menjadi peradilan nan resmi dalam naungan kenegaraan ketika terbentuknya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. Sebut saja misalnya kerajaan Demak pada abad ke-lima belas dan diikuti oleh kerajaan-kerajaan lainnya seperti Aceh, Pagaruyung, Bonjol, Banjar, Pasai, dan juga kerajaan Mataram. Peradilan ini berpedoman pada Hukum Islam nan termuat dalam kitab-kitab fiqh.
Perkembangan selanjutnya yaitu ketika pemerintah Kolonial Belanda menginjakkan kakinya di bumi Indonesia. Di sini, Pengadilan Agama tak luput dari pandangan para penjajah. Kemudian, pengadilan ini dibatasi fungsinya hanya sebagai peradilan nan memiliki wewenang sebatas masalah perkawinan dan kewarisan.
Pembatasan ini bisa kita lihat dari instruksi September 1808 nan berbunyi, ".... sedangkan kepala-kepala ulama, mereka dibiarkan buat memutus perkara-perkara eksklusif dalam bidang-bidang perkawinan dan pewarisan. Restriksi Pengadilan agama hari demi hari makin mengecil dalam pemerintahan kolonial Belanda".
Setelah Indonesia merdeka, Pengadilan ini mengalami perkembangan berikutnya dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 1957. Pada tahun 1970 terbit Undang-Undang No. 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman nan berlaku buat seluruh lingkungan peradilan, termasuk Pengadilan Agama.
Perkembangan Pengadilan ini tetap berlanjut hingga akhirnya tahun 1989 dikeluarkannya Undang-undang Nomor 7 tahun 1989. Dengan berlakunya Undang-undang ini, maka terbentuklah kesatuan susunan, kekuasaan maupun Hukum Acara Perdata Agama buat seluruh Pengadilan Agama di Indonesia. Pengadilan ini kini mampu menyelenggarakan tugas dan fungsinya secara berdikari tanpa tergantung kepada peradilan lain seperti nan terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.
Peran Pengadilan Agama di Indonesia - Wewenang nan Dimilikinya
Pengadilan ini memiliki wewenang nan mutlak buat mengadili perkara-perkara nan diberikan Undang-undang kepada Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama. Perlu diperhatikan, kewenangan ini hanya berlaku pada masyarakat nan majemuk Islam. Hal itu sebab Pengadilan ini merupakan peradilan nan hanya diperuntukkan bagi umat Islam. Adapun perkara-perkara nan menjadi wewenang penuh Pengadilan Agama nan tak diberikan kepada Peradilan Generik adalah:
1. Menangani Masalah Perkawinan
- Izin beristri lebih dari satu orang,
- Izin kawin,
- Dispensasi kawin,
- Pencegahan perkawinan,
- Penolakan perkawinang,
- Pembatalan perkawinan,
- Gugatan kelalaian atas kewajiban suami-istri,
- Cerai talak,
- Cerai gugat,
- Pembagian harta bersama,
- Penguasaan anak-anak,
- Penentuan nafkah anak-anak oleh ibu,
- Penentuan kewajiban biaya penghidupan oleh mantan suami kepada mantan istri, atau menentukan suatu kewajiban bagi mantan istri,
- Memutuskan tentang sah/tidaknya anak,
- Pencabutan kekuasan orang tua, penunjukkan wali dan pencabut kekuasaan wali,
- Ganti rugi kepada wali,
- penolakan pemberian keterangan melakukan perkawinan campuran,
- pengesahan nikah,dan
- wali hakim.
2. Menangani Masalah Hukum Perdata
Pengadilan Agama juga menangani masalah Kewarisan, wasiat, dan hibah nan dilakukan berdasarkan hukum Islam. Rinciannya nan merupakan wewenang penuh Pengadilan ini, yaitu:
- Harta bersama,
- Biaya nan berhubungan dengan kematian, dan
- Penyelesaian hutang pewaris.
3. Menangani Wakaf dan Shadaqah
Selain menangani masalah perkawinan dan Hukum Perdata, Peradilan Agama juga menangani wakaf dan shadaqah. Jika dilihat dari begitu banyaknya peranan Pengadilan ini, maka bisa dikatakan bahwa keberadaan Pengadilan ini sangatlah penting. Selain wewenang buat mengadili, Undang-undang juga memberi wewenang lain kepada Pengadilan ini, yaitu wewenang untuk:
- Memberi keterangan, pertimbangan, dan nasehat tentang hukum Islam kepada instansi Pemerintah di daerah hukumnya. Bentuknya bukan sebuah putusan melainkan surat biasa.
- Memberi pertolongan kepada umat Islam nan meminta donasi dalam pembagian harta warisan di luar sengketa. Bentuknya tak sebuah putusan dan penetapan serta tak mengikat pakar waris.
Peran Pengadilan Agama di Indonesia - Inspeksi dan Persidangan
Sebagai pelaksana Kekuasaan yudikatif, Pengadilan Agama bertugas memeriksa perkara-perkara nan diajukan kepadanya. Inspeksi tersebut harus memenuhi ketentuan dan baku nan berlaku. Inspeksi sekurang-kurangnya terdiri dari tiga orang Hakim dengan komposisi Ketua Majelis Hakim dan dua Hakim Anggota.Di dalam sidang, Majelis Hakim selalu dibantu oleh seorang Panitera nan bertugas mencatat segala sesuatu nan terjadi dipersidangan dalam sebuah warta acara. Lalu ditandatangani oleh Ketua Majelis Hakim dan Panitera.
Persidangan harus bersifat terbuka buat generik dan dilaksanakan di ruang persidangan Pengadilan ini. Majelis Hakim harus memeriksa berkas perkara dan mempersiapkan pertanyaan-pertanyaan nan akan diajukan. Sementara itu, Panitera wajib membuat warta acara persidangan nan memuat susunan persidangan, orang-orang nan hadir, dan jalan inspeksi perkara.
Majelis Hakim berkewajiban menyelesaikan perkara nan diajukan masyarakat kepada Pengadilan ini. Namun, terkadang dapat saja ketika persidangan pertama, penggugat atau pemohon tak hadir dipersidangan padahal mereka telah dipanggil sinkron ketentuan Undang-udang buat hadir dalam persidangan. Dalam hal ini, Majelis Hakim berhak menggugurkan perkara. Biasanya penggugat dikenai biaya persidangan dan bisa mengajukan somasi lagi setelah melunasi biaya tersebut.
Akan tetapi bila ketidakhadiran penggugat tersebut sangat beralasan, misalnya sakit dan dibuktikan dengan Surat Keterangan Sakit dari Dokter, maka Majelis Hakim harus menunda persidangan pada hari dan tanggal lain. Sebaliknya, bila tergugat atau nan mewakilinya tak hadir dalam persidangan dan telah dipanggil sepatutnya, maka gugatannya dalam persidangan dilanjutkan tanpa kehadirannya ( Verstek ). Hal itu terjadi kecuali somasi tersebut tak memiliki alasan kuat.
Putusan verstek harus diberitahukan kepada tergugat nan tak hadir dengan menjelaskan bahwa tergugat berhak mengajukan perlawanan ( verzet ) kepada Pengadilan ini bila putusan tersebut dinilai merugikan dalam jangka waktu 14 hari. Verzet hanya bisa diajukan terhadap putusan verstek nan pertama, sedangkan pada putusan verstek kedua, pihak tergugat hanya diperkenankan mengajukan banding.
Dalam inspeksi perkara nan diputus dengan verstek , Pengadilan ini tak memerlukan verifikasi terhadap penggugat atau pemohon. Ketidakhadiran tergugat berarti orang nan tergugat tak mau menggunakan haknya buat membantah dalil-dalil somasi para penggugat. Namun, dalam inspeksi perkara perceraian, Majelis Hakim di Pengadilan ini selalu membebankan verifikasi terhadap penggugat atau pemohon.
Penting buat diingat bahwa dalam persidangan nan telah ditentukan, Majelis Hakim pertama-tama harus mendamaikan kedua belah pihak. Sebisa mungkin diupayakan penyelesaian perkara melalui jalan damai. Hal tersebut sebab cara damai lebih baik dibandingkan dengan penyelesaian melalui putusan Pengadilan.
Jalan damai bisa ditempuh oleh Majelis Hakim dengan dua cara. Pertama, perkara dicabut. Biasanya buat kasus-kasus perceraian. Kedua, dibuatkan akta perdamaian, yaitu dokumen kesepakatan berdasarkan musyawarah kedua belah pihak. Cara ini umumnya dipakai dalam Pengadilan Agama buat kasus-kasus persengketaan menyangkut harta benda. Keputusan akta perdamaian memiliki kekuatan eksekutorial, yaitu bila ada pihak nan tak mematuhi akta perdamaian, maka akta perdamaian tersebut bisa dieksekusi.