Perang Teknologi

Perang Teknologi

Perang, diharapkan atau tidak, akan terjadi dan menjadi bagian dari sejarah manusia. Siapa nan mengharapkan meletusnya Perang Global I dan II? Manusia nan memiliki hati nurani tentu tidak mengharapkan terjadinya perang nan melibatkan dunia, etnis, agama, angkatan bersenjata nan tercatat dalam sejarah militer, dan pastinya memakan banyak korban. Tapi perang seringkali tidak dapat dihindarkan ketika dua kepentingan tidak dapat disatukan. Perang seringkali dianggap menjadi jalan keluar, ketika masing-masing pihak menganggap apa nan diperjuangkannya memang benar. Dan hanya orang-orang gila saja sebenarnya nan menjadikan perang sebagai upaya buat meningkatkan perjualan bisnis senjata.

Tak ada perang tanpa keterlibatan militer dan inilah nan menjadi bagian dari sejarah militer. Memang sahih bahwa militer di negara manapun merupakan garda paling depan buat menghadapi berbagai rongrongan baik nan berasal dari luar maupun dari dalam negeri sendiri. Dan perang menjadi bagian nan harus dilakukan kapan pun bila negara membutuhkan, disukai atau tidak. Dan seorang anggota militer dianggap absah buat dihilangkan nyawanya bila berlari dari medan perang. Namun, tentu saja ketika berbicara tentang sejarah militer tak hanya berbicara tentang perang. Upaya mencari perdaiaman dan tugas humanisme lainnya, merupakan bagian dari panjangnya sejarah militer.



Sejarah Militer

Sejarah militer mencakup dokumentasi semua perang nan pernah terjadi di muka bumi dengan motif apapun. Meskipun ada peribahasa " menang jadi arang dan kalah jadi abu" atau dengan kata lain nan menang atau kalah sama-sama mengalami kerugian, faktanya perang membentuk sejarah manusia dan mempengaruhi sebagian besar hidupnya.

Indonesia, contohnya, belum tentu dapat merdeka tanpa perang dan pengorbanan para pahlawan sampai titik darah penghabisan. Tentu tanpa bermaksud menafikan jasa-jasa para pahlawan diplomatik nan memperjuangan kemerdekaan di meja perundingan. Dan tidak sedikit pula kalangan militer nan juga merangkap tugasnya menjadi diplomat.

Khusus tentang sejarah militer Indonesia, memiliki sejarah panjang. Militer Indonesia sebagai tentara resmi negara telah terbentuk sejak masa revolusi dengan dibentuknya APRA atau Angkatan Perang Ratu Adil, kemudian menjadi PETA pada masa pendudukan Jepang. PETA inilah nan menjadi cikal-bakal militer Indonesia.



Sejarah Militer Dan Sejarah Perang

Dengan demikian sejarah militer tak identik dengan sejarah perang, sekalipun perang-perang nan terjadi selama ini menjadi objek primer nan didokumentasikan dalam sejarah militer. Perang dapat didefinisikan sebagai aksi fisik atau nonfisik nan dalam arti sempit merupakan konflik menggunakan senjata antara dua kelompok atau lebih. Tujuannya buat menguasai loka nan diperebutkan. Tapi ada sisi lain nan juga didokumentasikan di dalam perjalanan sejarah militer, yaitu aksi-aksi humanisme baik ketika menghadapi bala alam nan terjadi di dalam negeri sendiri maupun aksi humanisme di bawah panji PBB nan bergabung dengan militer dari negara lain buat tugas-tugas kemanusiaan. Di dalamnya tak saja membantu masyarakat dan negara tujuan tapi juga ikut menyumbang saran dan pertimbangan di meja perundingan.



Perang Teknologi

Pada zaman modern, makna perang telah bergeser dari senjata ke dominasi teknologi. Artinya, negara nan paling menguasasi teknologi secara teori akan mendominasi dunia. Pergeseran makna ini patut diperhatikan. Bukankah isu senjata pembunuh massal berkaitan erat dengan dominasi teknologi?

Isi dokumentasi perang nan menjadi sejarah militer berkisar tentang taktik perang nan digunakan, kekuatan atau jumlah tentara nan dilibatkan, termasuk senjata nan digunakan. Seiring berjalannya waktu, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi berpengaruh terhadap strategi, jumlah tentara, dan senjata nan digunakan. Mungkin ketika teknologi tinggi sudah sama-sama dikuasai angkatan bersenjatan, maka perang lebih banyak ditentukan dari balik layar komputer dan sedikit sekali nan diturunkan ke medan perang. Seperti nan telah dilakukan di film-film tentang perang. Perang pada era teknologi tinggi menjadi demikian dahsyat merusakan kehidupan manusia dengan segelintir orang nan terlibat secara langsung di dalam perang tersebut.

Perang-perang nan terjadi sebelum Masehi atau masa kenabian, misalnya, masih menggunakan taktik sederhana dibanding Perang Global I dan II. Tentara nan terlibat pun semakin banyak pada perang di zaman modern. Apalagi, abad ke-20 ada blok Timur dan blok Barat sehingga perang tersebut tidak hanya antara dua negara, tetapi sekutu-sekutunya.



Senjata Perang Mutakhir

Senjata nan digunakan semakin mutakhir. Jika pada zaman antik senjata nan digunakan ialah tombak, pedang, parang, panah, meriam, atau bambu runcing seperti zaman perjuangan Indonesia, pada zaman modern, selain senjata nuklir, rudal (peluru kendali), syahdan telah diciptakan senjata pembunuh massal. Meskipun sampai sekarang belum terbukti adanya, dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, tidak menutup kemungkinan dapat diciptakan "seandainya" terjadi Perang Global III. Senjata pembunuh massal ini tak lagi dengan cara memborbardir massa, melainkan dengan menggunakan rekayasa teknologi nan dikirimkan bersama genre udara misalnya. Dengan demikian hasilnya akan meluas bahkan dapat sampai ke negara nan samasekali tak terlibat di dalam perang tersebut. Inilah nan dikhawatirkan apabila perang telah menggunakan senjata massal.



Sejarah Militer Indonesia

Seperti telah disinggung sedikit pada awal tulisan in, bahwa di Indonesia, sejarah militer mempunyai catatan panjang. Baik pada masa kerajaan-kerajaan maupun masa penjajahan. Bagaimana tidak, 3,5 abad lebih Indonesia dijajah. Selama itu pula, perang dan genjatan senjata silih berganti. Tentu saja nan paling berpengaruh ialah perang pada masa penjajahan Belanda, lebih tepatnya ketika bangsa kita dikuasai oleh VOC.

Bertolak dari sejarah-sejarah militer itu, kita menjadi tahu bagaimana Barat mulai menjajah Indonesia. Padahal, jika melihat jarak, ribuan kilometer jeda Negeri Kincir Angin itu dari Indonesia. Begitupun, luas negaranya. Belanda tidak lebih besar dari Pulau Jawa. Yang membedakan ialah faktor pendidikan sehingga begitu mudahnya monopoli tersebut memenjarakan bangsa kita nan kala itu dalam keadaan polos.

Meskipun demikian, dengan segala kekurangan nan dimiliki Indonesia, sebagai bangsa nan sudah menikmati kemerdekaan, kita wajib bangga dan bersyukur karena perang-perang nan terjadi pada masa kemerdekaan telah mengubah arah hayati bangsa Indonesia. Bangsa nan dianggap primitif bertransformasi menjadi bangsa militan. Dan hal ini tentu saja harus disyukuri selain tetap diwaspadai. Karena telah terbukti sekarang ini, penjajahan dalam arti fisik sudah lenyap dari bumi Indonesia, tapi seiring jaman muncul penjajahan dalam bentuk lain seperti penjajahan ideologi, sosial, budaya, ekonomi dan teknologi.

Dan dalam penjajahan multi dimensi dan non fisik ini, militer tak dapat melibatkan langsung dalam bentuk melakukan pencegahan dan menghalau pihak-pihak nan bertanggung jawab. Karena perang multi dimensi ini dilakukan secara sistemik sehingga merupakan bagian dari peradaban itu sendiri. Perang multi dimensi menjadi tanggung jawab semua individu nan mencegahnya dan tak dapat hanya mengandalkan kepada kalangan militer. Namun sebagai sebuah perubahan, tentu saja peran militer tetap diperlukan terutama ketika penjajahan multi dimensi tersebut mulai secara terang-terangan mengganggu ketertiban umum.