Faktual
Berita dalam sudut pandang kebahasaan saja sudah mengandung hal hal baru. Jadi, sebuah warta nan sedang ditayangkan bisa dikatakan sebagai berita baru . Hal ini bisa dilihat dari definisinya, warta dalam bahasa Inggris disebut news.
Dalam The Oxford Paperback Dictionary terbitan Oxford University Press, news diartikan sebagai Informasi tentang peristiwa-peristiwa terbaru (information about “recent” events). Kamus lain dari Merriam Webster’s College Dictionary, mengartikan news sebagai laporan peristiwa mutakhir (report of recent events) dan informasi nan tak diketahui sebelumnya (unknown information).
Berdasarkan pengertian tersebut bisa disimpulkan bahwa pengertian warta (news) ialah informasi atau laporan peristiwa nan baru terjadi (Romli 2003). Adapun dalam arti Indonesia, berasal dari bahasa Sansekerta, vrit artinya ada atau terjadi atau vritta artinya kejadian atau peristiwa.
Sementara itu, Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan bahwa warta ialah laporan mengenai kejadian atau peristiwa hangat. Berdasarkan arti “hangat” mengenai warta tersebut bisa diartikan warta baru. Kesepakatan atau seperangkat definisi nan diterima secara universal tentang warta memang tak ada dan tampaknya tak perlu.
Mengapa demikian? Karena pengkabaran, pemberitaan, selalu memiliki ciri, dan peristiwa yangsedang terjadi. Hal ini juga ditunjukkan Earl English dan Clarence Hach dalam bukunya nan berjudul, “Berita susah dijelaskan sebab melibatkan banyak faktor dan variabel” (English dan Hach dalam Samantho, 2002).
Namun, dalam penulisan ini kita tak mencoba mengambil nan rumit dan sulit. Kita bakal ambil bahwa warta ialah warta baru. Warta nan memiliki karakteristik aktualitas di bandingkan dengan karakteristik dokumentatif.
Memahami Warta Baru
Berita baru walau ditujukan dengan semangat kekinian atau aktualitas, tentunya pula memiliki batasan warta tersendiri, yaitu hal nan pantas diberitakan sebab memiliki nilai berita. Memahami nilai warta itu gampang. Simak saja kredo ini “jika seekor anjing menggigit seorang manusia itu bukan berita, sebaliknya jika seorang manusia menggigit anjing itu baru berita" (Northchliffe dalam widodo, 1997).
Selain itu dalam pemahaman nan lain, warta dikenali sebagai “The timely report of fact or opinion of either intensif or importance, or both to considerable member of people”. Penjelasannya ialah laporan tercepat mengenai fakta opini nan menarik minat krusial atau bagi sejumlah besar penduduk (Charnley dalam Effendy, 1993).
Apabila dilihat dari berbagai definisi warta tersebut perihal warta baru, nan nilai pentingnya ada pada wilayah, “timely report”. Maksudnya ialah tepat pada waktunya buat dikabarkan. Dapat saja warta itu bukan warta nan memiliki nilai aktual, tetapi harus dikabarkan dan menjadi warta baru berdasarkan penayangannya.
Untuk warta mengenai kebaruan, saat ini lebih kepada hal nan belum generik di masyarakat. Mengapa demikian? Karena masyarakat pada akhirnya memahami bahwa nilai berita, selain pada aktualitas dan faktualitas, terletak pada unsur genuinitas, yaitu harus memberikan hal nan baru.
Unsur Warta Baru
Sebuah unsur dalam warta merupakan hal primer nan harus dirumuskan. Untuk itu, telah dirumuskan empat unsur nan harus dipenuhi oleh sebuah berita, sekaligus menjadi “karakteristik Utama” nan menjelaskan berita baru . Sebuah warta nan layak dipublikasikan atau mempunyai nilai warta di media massa menurut Asep Syamsul M. Romli (2003), seorang jurnalis Indonesia dalam buku Jurnalistik Terapan, yaitu sebagai berikut.
Aktual
Aktual dalam bahasa Latin in actu , berarti suatu kejadian nan sedang terjadi, sedang dalam pembentukan kejadian lain dari nan lain (news), Aktual, artinya peristiwa terbaru, terkini, atau hangat (up to date), sedang atau baru saja terjadi (recent events). Hal inilah nan menjadi inti primer ada istilah warta baru, dan ada pula istilah warta usang.
Berita usang dapat saja memuat kebaruan apabila ada nan belum menyimaknya, tetapi semua sepakat bahwa hal baru itu dilandaskan pula kepada kapan terakhir itu diberitakan. Peristiwa nan baru terjadi tentu akan menarik perhatian pembaca.
Suatu surat kabar apabila tak cepat menyajikan informasi mutakhir akan ditinggalkan pembacanya. Untuk itu, jam kerja wartawan 24 jam sehari. Karena peristiwa nan muncul seringkali tak bisa diduga atau sembarang waktu.
H.J. Prakke dan Walter Hagemann, membagi aktualitas ke dalam beberapa bagian, antara lain sebagai berikut.
- Aktualitas Utama Kejadian nan lain dari nan lain. Hal ini menyebabkan menarik perhatian nan baru terjadi, artinya semakin cepat kejadian diberitakan, semakin tinggi nilai aktualitasnya. Khususnya nilai aktualitas primernya.
- Aktualitas Sekunder. Aktualitas nan walaupun terjadi dalam masa lampau, masih tetap mempunyai nilai aktual, di antaranya perkembangan-perkembangan agama, sejarah, dan penemuan-penemuan sejarah sebagaimana penggaliannya sebagai hal nan aktual.
- Aktualitas Tersier. Aktualitas nan terjadi dalam masa lampau, tetapi dibuat aktual dengan memberikan dan menambahkan hal-hal nan baru.
- Aktualitas Relatif. Suatu kejadian nan memperoleh nilai aktual terbatas pada segolongan atau pun sebagian penduduk saja. Misalnya, penemuan-penemuan dalam bidang kedokteran merupakan sesuatu nan aktual buat kalangan kedokteran dan kurang dinilai aktual di luar kedokteran.
- Aktualitas Tersembunyi. Misalnya, berita-berita nan oleh kalangan penguasa (penjajah) tak diizinkan buat disebarkan,tetapi cepat atau lambat, akhirnya menyebar juga melalui saluran-saluran lain di luar saluran terbuka (Hagemann dalam Susanto,1959).
Faktual
Makna faktual ialah informasi nya sahih benar sebuah fakta (fact), benar-benar terjadi bukan fiksi (rekaan, khayalan, atau karangan). Fakta muncul dari kejadian konkret (real event ), Pendapat ( opinion ), dan pernyataan ( statement ). Sebuah peristiwa, baik berupa kejadian maupun ucapan orang bisa menghasilkan fakta. Suatu warta harus berisi informasi nan sinkron dengan keadaan sebenarnya atau laporan mengenai fakta sebagaimana adanya.
Fakta pula nan memberikan semacam derajat pada pemberitaan. Apakah warta itu layak disimak atau buang saja ke tong sampah. Karena tak ada orang nan mau dibohongi. Kecuali satu hal. Ketika nan fiktif itu dikabarkan sebagai warta baru sebab khilaf editornya atau kebobolan redaksinya maka tak dapat disangkal, itu tetap menjadi warta baru.
Misalkan tragedi Silet, nan mengabarkan hal aktual mengenai bala Gunung Merapi melalui sudut pandang paranormal. Tentu saja hal itu aktual dan masuk ke dalam warta baru. Namun, tak faktual sebab tak berdasarkan fakta. Sebagian nilai-nilai warta tersebut dapat jadi tak berlaku universal. Ada kemungkinan, suatu peristiwa dipandang bernilai warta oleh suatu media namun dinilai dinilai tak layak muat oleh media lain.
Bahkan, nilai-nilai warta di satu negara dengan negara lainnya dapat jadi berbeda. Jack Lule misalnya, menulis artikel khusus, dalam buku Handbook for Third World Journalists (USA, 1987), tentang nilai-nilai warta di tiga negara: Global Pertama (negara-negara liberal), Global Kedua (negara-negara komunis, atau negara nan fasis pretensi liberal), dan Global Ketiga (negara-negara maju). Tentu saja evaluasi Hester pada 1987, itu penulis aktualkan (atau tepatnya kritik) isinya, sebagaimana nan terjadi di masa millenium, yaitu sebagai berikut.
Dunia Pertama. Nilai-nilai warta di Global Pertama ialah aktualitas, kedekatan jarak, tokoh atau tentang orang penting, peristiwa luar biasa atau keanehan, mengandung human interest, dan pertentangan. Artinya, global pertama lebih menginginkan adanya berita baru. Umumnya berlangsung di negara nan demokrasinya tengah panas, biasanya begitu banyak nilai interest, pada negara di mana demokrasinya selalu hayati dan menggeliat, seperti Indonesia, atau Prancis.
Dunia Kedua. Nilai-nilai warta di Global Kedua ialah selain aktualitas, dekatnya peristiwa, dengan penampilan tokoh atau sebab adanya makna dari ideologis negaranya (misalkan sejalan dengan kepentingan partai penguasa, misalkan filsafat Maois, atau filsafat Kim Jong Il, atau sejalan dengan prinsip kapitalisme pasar modal).
Contohnya ialah kegiatan partai komunis Korea dan Cina nan selalu tertutup di zaman Internet. Selain itu, warta di AS tentang perang negaranya dengan negara miskin, kegagahan nasionalisme tipu daya pada rakyatnya sendiri, sebagaimana nan digambarkan oleh Michael Moore dalam Fahrenheit, atau Sicko.
Dunia Ketiga. Harusnya inilah nilai-nilai warta nan ideal. Karena menomorduakan aktualitas atau kebaruan. Selain itu lebih mementingkan, faktualitas dan di Global Ketiga nan krusial ialah pembangunan (kemajuan program pemerintah, membuat jalan baru, pembangunan ekonomi), tanggungjawab sosial (kesatuan nasional, stabilitas, kepentingan negara), integritas nasional, serta pendidikan (informasi kesehatan, pertanian, kegiatan kebudayaan). Contoh pemberitaan serba positif, misalkan di Jepang, Swedia, atau di banyak negara nan sedikit terjadi konflik politik kepentingan klik.