Mizan Sang Pelopor

Mizan Sang Pelopor

Di era tahun 2000an, ketika kegiatan dakwah Islam mulai bergema secara perlahan, dan dipelopori oleh geliat penulis Islami, buku-buku bertema Islami pun bermunculan. Dari mulai novel, kiat-kiat Islam, hadist-hadist, tema kewanitaan, sampai cerita anak sholeh bergambar .

Rasa jenuh oleh penulis gaya amerika dan rindu akan tema-tema nan lembut dan Islamiah membuat genre jenis ini mulai tumbuh.

Seolah tak berhenti, pertumbuhan para penulis ini pun semakin meningkat, seperti tumbuhnya jamur di musim penghujan, terlebih ketika pihak menerbit mengendus genre ini akan tenar di masa depan. Muncullah penerbit-penerbit nan mengusung buku-buku terbitannya pada tema Islami. Salah satu pelopor penerbit Islami ialah Mizan.

Geliat perkembangan tema Islami tersebut merambah berbagai kalangan, terutama kalangan remaja dan dewasa. Muncullah para penulis Islam dari majemuk latar belakang.

Kemunculan tersebut seperti rasa haus nan tak terperikan. Sebelumnya, tema-tema keislaman kalah oleh tema-tema popular kebarat-baratan. Nama-nama penulis, seperti Asma Nadia, Helvi Tiana Rosa, Pipit Senja dan nama lain terus bermunculan sampai di era tahun 2010-an.



Mizan dan Seri Anak-Anak Bergambar

Sebenarnya, geliat keislaman bukan hanya menyapu kalangan remaja dan dewasa, namun mulai merambah kalangan anak-anak. Mizan tetap sebagai pelopor. Mizan memunculkan tokoh Mio dalam seri cerita dari anak sholeh bergambar. Cerita tersebut tentang bagaimana konduite anak-anak sholeh.

Kemudian, Mizan memunculkan ragam cerita bergambar lainnya nan mengusung majemuk tema juga, seperti tema rosul, pendidikan, pembelajaran sholat, pergaulan, hadis nabi dan lain-lainnya.

Kemunculan buku- buku bergambar anak-anak nan menceritakan tentang kehidupan Islami, sangat membantu banyak orangtua Islam nan ingin anaknya belajar tentang Islam sejak dini.

Alhasil, penjualan buku-buku anak bertema Islami, terutama buku cerita anak sholeh bergambar meningkat. Orangtua lebih semangat. Mereka berharap dengan adanya donasi buku bergambar, anak-anak lebih dekat dengan Islam.

Pada dasarnya, cerita bergambar bukan hal baru bagi penerbit. Sejak dahulu buku-buku bergambar anak-anak memang sudah diproduksi oleh berbagai penerbit. Kisah nan diangkat pun beragam. Seringkali nan diangkat ialah tokoh-tokoh binatang, atau lebih dikenal dengan sebutan fabel.

Cara penceritaan pun seputar budi pekerti , perangai nan baik, ataupun suri tauladan. Sebelum era penulis Islami terkenal, para penerbit belum berani melirik tema-tema seputar Islam, terutama dalam buku cerita anak bergambar.

Seiring dengan permintaan pasar dampak munculnya era tersebut, kini penerbit mulai melirik cerita dari anak sholeh bergambar buat memikat hati orangtua. Pada dasarnya nan cenderung mengarahkan buat membeli cerita-cerita bergambar anak ialah orangtua.

Kebutuhan akan konteks cerita bergambar, terutama pada cerita anak sholeh bergambar, cukup tinggi. Ketika buku-buku jenis ini diluncurkan, peminat dan permintaan bukunya luar biasa. Orangtua seolah kesenangan. Riak buku anak seperti dilempar sebongkah batu nan menciptakan cipratan nan membumbung tinggi.

Penerbit pun menerima efek positif, angka fantastis pada penjualan. Buku jenis ini mulai laku keras dan dilirik banyak orang.

Hal ini terjadi pada tokoh ‘si Kucing Mio’ dalam kisah bergambar anak-anak nan bercerita seputar kegiatan anak sholeh . Tokoh Mio si Kucing mendadak popular, disukai dan menjadi icon pada kalender.

Sayangnya, sang pembuat tokoh tak mendapat royalty atas tokoh pembuatannya. Ketika menciptakan tokoh tersebut, sang creator tak menyangka bahwa tokoh itu akan segera popular dan memberikan laba berupa materi.

Keputusan sang creator ketika menciptakan tokoh itu hanya perasaan bahagia buat anak-anak dan menjualnya secara putus.

Penerbit Mizan tak hanya berhenti pada penciptaan tokoh anak-anak , namun juga mulai membuat icon nan “Indonesia” sekali. Tujuannya buat membuat para anak-anak muslim Indonesia mencintai tokoh bergambar protesis Indonesia.



Tema Islami nan Bertumbuh

Kepopuleran tema-tema Islami tentu saja merupakan madu segar buat para penerbit, baik pemain lama maupun pemain baru. Ramai-ramai para penerbit mencaplok tema Islami, mulai dari novel (yang seringkali menciptakan penulis karbitan), kiat-kiat Islam, hadist-hadist, tema kewanitaan dan majemuk hal.

Di sisi pembaca, hal ini menggembirakan sebab banyaknya pilihan bacaan dan tambahan ilmu tentang Islam nan dahulunya sangat minim, tetapi di sisi lainnya, pertumbuhan ini menakutkan dan membuat was-was para pemerhati buku. Alasannya ialah tulisan nan dangkal.

Boleh saja menulis tema Islami, tetapi tulisan dangkal nan tak kuat dan salah tafsir berakibat kesalahan pemikiran dan memunculkan salah paham. Apalagi itu menyangkut ilmu hadist . Salah perawi, atau mengangkat hadis lemah atau palsu dan mengakui sebagai hadis sholeh dapat menyesatkan.

Kedangkala sebuah tulisan bertema Islami pun dapat menjadikan pembaca jenuh. Hampir semua pembaca tentunya tak suka dengan buku Islam nan asal copy paste atau menceritakan nan semua orang sudah ketahui.

Kejenuhan pasar pun akan terjadi dan akan melumpuhkan gairah membaca buku-buku bertema Islam. Akibatnya, pembaca akan segera beralih genre .



Mizan Sang Pelopor

Sebagai pelopor, Mizan cukup jeli melihat peluang. Keaktifannya buat mengangkat tema Islami dalam majemuk kebutuhan membuat mizan cepat bertumbuh sebagai sebuah penerbit nan menjadi raksasa.

Bukti nyata, Mizan sudah meluaskan tangan guritanya buat mencaplok beberapa penerbit sastra nan notabene tak ada hubungannya dengan tema Islami nan diusung Mizan.

Sebagai sebuah penerbit, Mizan ialah sebuah perusahaan nan tetap berpegang teguh pada keuntungan. Oleh sebab itu, Mizan perlu buat menyentuh genre lain tanpa kehilangan image “Islam” nan diusungnya.

Mizan tetap dikenal sebagai pelopor penerbit Islami, dan buat menunjukkan bahwa penerbit Mizan tetap pada tema tersebut, Mizan dan management pun membuat anak perusahaan penerbit lain nan mengambil tema selain Islami.

Cara tersebut sudah biasa diambil oleh banyak penerbit. Selain lebih mudah merangkul banyak pembaca dalam genre tertentu, tanpa membawa cacat perusahaan awalnya, pembaca pun lebih mudah membedakan jenis bukunya.



Apakah Genre Islami Akan Mengalami Kejenuhan?

Seperti layaknya rezeki, ada saatnya pasang dan surut. Begitu pun genre nan kerap kali buming dan kemudian menjamur dipasar. Maka ketika pasar sudah mengalami kejenuhan, jamur-jamur berupa genre itu akan rontok dengan sendirinya. Masyarakat akan mencari lagi genre lain nan mereka sukai.

Hal ini pernah terjadi pada boming novel-novel remaja, ketika di mana-mana jenis novel ini seolah melimpah seperti air bah. Penuisnya pun beragam, mulai dari remaja-remaja sampai orang dewasa. Huma novel remaja di kala itu begitu empuk dan cepat agar dapat tenar dan menjadi buku best seller .

Beberapa memang sukses meraih predikat best seller , sisanya hanya menumpuk dilapisan rak toko buku nan makin lama posisinya makin berpindah sampai gudang. Pertanyaannya, apakah genre Islami pun akan mengalami pasang surut seperti itu?

Jawabannya, ya. Pasar akan jenuh. Bukan jenuh oleh genre Islaminya, namun oleh kajian nan terus berulang. Jika ada penulis nan mengangkat hal baru dan layak buat menjadi perbincangan, maka geliatnya akan kembali berkibar.

Islam tidaklah akan surut, nan surut hanya tren nan dangkal saja. Sampai kapan pun akan ada orang-orang baru nan ingin belajar Islam lebih hakiki, akan muncul generasi-generasi muda nan membutuhkan buku bergambar anak nan bertema keislaman.

Hal nan sekarang diperlukan ialah penyajian tema nan terus disegarkan, maka genre Islami tak akan pernah mati. Semoga artikel tentang “ Mizan , Penerbit Cerita Anak Sholeh Bergambar” ini bisa bermanfaat.