Makna Penulisan Gelar
Dahulu gelar akademik hasil lulusan perguruan tinggi dalam negeri umumnya hanya dua macam, yakni Drs. (doktorandus) dan Dra. (doktoranda). Doktorandus buat laki-laki, sedangkan doktoranda buat perempuan. Kedua gelar nan berasal dari bahasa Belanda ini diberikan tanpa memandang disiplin keilmuan nan pernah diikuti.
Namun, sejak keluarnya Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 036/U/1993 tentang Gelar dan Sebutan Lulusan Perguruan Tinggi, pemberian dan cara penulisan gelar seperti di atas tak berlaku lagi.
Pemberian dan cara penulisan gelar kini mengikuti keputusan tersebut dan penulisannya mengikuti ketentuan Panduan Generik Ejaan Bahasa Indonesia nan Disempurnakan (EYD).
Berbagai Cara Penulisan Gelar nan Benar
Simak cara penulisan gelar di bawah ini sebelum memasuki pembahasan lebih lanjut:
1. Cara Penulisan Gelar Sarjana (S1)
S.P. (sarjana pertanian)
S.Pd. (sarjana pendidikan)
S.Pd.I. (sarjana pendidikan Islam)
S.Psi. (sarjana psikologi)
S.Pt. (sarjana peternakan)
S.E. (sarjana ekonomi)
S.Ag. (sarjana agama)
S.Fil. (sarjana filsafat)
S.Fil.I. (sarjana filsafat Islam)
S.H. (sarjana hukum)
S.H.I. (sarjana hukum Islam)
S.Hum. (sarjana humaniora)
S.I.P. (sarjana ilmu politik)
S.Kar. (sarjana karawitan)
S.Ked. (sarjana kedokteran
S.Kes. (sarjana kesehatan)
S.Kom. (sarjana komputer)
S.K.M. (sarjana kesehatan masyarakat)
S.S. (sarjana sastra)
S.Si. (sarjana sains)
S.Sn. (sarjana seni)
S.Sos. (sarjana sosial)
S.Sos.I. (Sarjana Sosial Islam)
S.T. (sarjana teknik)
S.Th. (sarjana theologi)
S.Th.I. (sarjana theologi Islam)
2. Cara Penulisan Gelar Magister (S2)
M.Ag. (magister agama)
M.E. (magister ekonomi)
M.E.I. (magister ekonomi Islam)
M.Fil. (magister filsafat)
M.Fil.I. (magister filsafat Islam)
M.H. (magister hukum)
M.Hum. (magister humaniora)
M.H.I. (magister hukum Islam)
M.Kes. (magister kesehatan)
M.Kom. (magister komputer)
M.M. (magister manajemen)
M.P. (magister pertanian)
M.Pd. (magister pendidikan)
M.Pd.I. (magister pendidikan Islam)
M.Psi. (magister psikologi)
M.Si. (magister sains)
M.Sn. (magister seni)
M.T. (magister teknik)
3. Cara Penulisan Gelar Doktor (S3)
Dr (doktor)
4. Cara Penulisan Gelar Diploma
Diploma satu (D1), sebutan profesional pakar pratama, disingkat A.P.
Diploma dua (D2), sebutan profesional pakar muda, disingkat A.Ma.
Diploma tiga (D3), sebutan profesional pakar madya, disingkat A.Md.
Diploma empat (D4), sebutan profesional ahli, disingkat A.
Cara Penulisan Gelar Menurut EYD
Cara penulisan gelar akademik mengikuti anggaran nan berlaku dalam EYD, yaitu pada anggaran tentang penulisan singkatan, pemakaian tanda titik (.), dan pemakaian tanda koma (,). Ketentuan lengkapnya sebagai berikut:
- Setiap gelar ditulis dengan tanda titik sebagai antara antarhuruf pada singkatan gelar nan dimaksud.
- Gelar ditulis di belakang nama orang.
- Antara nama orang dan gelar nan disandangnya, dibubuhi tanda koma.
- Jika di belakang nama orang terdapat lebih dari satu gelar, maka di antara gelar-gelar tersebut disisipi tanda koma.
Contoh: Muhamad Ilyasa, S.H., S.E., M.M. Di antara nama dan gelar, terdapat tanda koma. Di antara ketiga gelar, juga terdapat tanda koma. Di antara huruf-huruf singkatan gelar, diberi tanda titik. Jika di antara nama dan gelar tak dibubuhi tanda koma, maka penulisan gelar tersebut salah dan singkatan tersebut tak bermakna gelar, melainkan dapat bermakna nama keluarga, marga, dan sebagainya. Jadi, Muhamad Ilyasa SH (tanpa koma di antara nama dan SH) dapat berarti Muhamad Ilyasa Sutan Harun atau Muhamad Ilyasa Saleh Hamid, dan sebagainya.
Penulisan gelar harus di belakang nama orang, cara penulisan gelar di depan nama orang ialah salah.
Makna Penulisan Gelar
Penulisan gelar dilakukan buat mengesahkan bahwa seseorang telah mengenyam pendidikan eksklusif dan sukses menyelesaikan studinya pada jenjang pendidikan tersebut. Ratifikasi tersebut dituliskan dalam berbagai keterangan resmi seperti ijazah, dokumen pendidikan, serta dokumen lain nan mewajibkan atau menganjurkan adanya penulisan gelar setelah penulisan nama nan bersangkutan.
Selain buat ratifikasi atas pendidikan nan telah dijalani oleh pihak nan bersangkutan, penulisan gelar juga memiliki makna dan fungsi bermacam-macam. Dalam urusan tertentu, penulisan gelar dilakukan berdasarkan fungsi buat menghormati dan menghargai status sosial seseorang. Misalnya saja, penulisan gelar bagi orang nan diundang buat mendatangi acara tertentu.
Penulisan terbut juga dilakukan sebab seringkali ada pihak-pihak eksklusif nan merasa tersinggung apabila gelarnya tak dituliskan di dalam undangan. Padahal, secara etis, penulisan gelar nan dilakukan pada undangan tidaklah bersifat wajib sebab tak mengesankan makna eksklusif selain makna status sosial.
Kasus lain nan juga membawa cara penulisan gelar ialah pada saat kita diminta buat mengisi form pelaksanaan tertentu, seperti formulir saat melamar pekerjaan, atau saat mengajukan pelaksanaan eksklusif kepada pihak atau instansi resmi nan bergerak di bidang pendidikan dan keuangan.
Misalnya saja, pada saat mengikuti seminar, mengajukan pelaksanaan beasiswa, mengajukan pelaksanaan pembuatan rekening Bank, atau pelaksanaan lainnya nan memang membutuhkan informasi aktual mengenai pendidikan dan pekerjaan seseorang nan mengajukan pelaksanaan tersebut.
Pada pengajuan pelaksanaan lamaran pekerjaan, penulisan gelar terkadang diperlukan sebagai bukti absah atau tidaknya orang tersebut dalam pencapaian gelarnya. Meskipun ada bukti lain nan lebih menjamin kebenaran fakta tersebut, namun penulisan gelar akademin kasus ini wajib buat dilakukan.
Mitos Penulisan Gelar
Di Negara maju, penulisan gelar bukanlah hal nan wajib dilakukan. Apalagi jika gelar tersebut hanya dituliskan buat kegiatan dan acara-acara kecil. Penulisan gelar hanya akan dilakukan apabila acara dan kegiatan nan digelar menyangkut urusan akademik dan jurusan nan sinkron dengan gelar nan didapatkan.
Akan tetapi, di Negara Indonesia, penulisan gelar seolah-olah menjadi hal krusial nan patut diperhatikan ketika kita mengetik atau menulis nama seseorang. Padahal, tak ada dalil atau keputusan pemerintah nan menyebutkan bahwa penulisan gelar merupakan kewajiban seluruh manusia dalam menghargai prestise seseorang. Kenyataan seperti inilah nan patut dipertimbangkan oleh para pelaku akademik di Indonesia agar lebih memahami makna gelar nan didapatkan oleh seseorang.
Masyarakat Indonesia harus lebih memahami apa nan ada di balik gelar nan didapatkan seseorang itu, bukan justru menggadang-gadangkan gelar sebagai status nan perlu dihormati dan dihargai. Masyarakat Indonesia harus lebih belajar lagi memahami makna gelar nan sebenarnya dalam kehidupan sehari-hari dibandingkan mitos kehormatan dan penghargaan nan selama ini dianggap sebagai bagian dari gelar nan didapatkan tersebut. Bahkan pada beberapa pelaku akademik sekalipun, penulisan gelar dalam judul dan penulis sebuah buku masih saja diikutsertakan sebagai bagian dari eksistensi nan wajib diketahui oleh pembaca umum.
Padahal, dalam daftar pustaka atau pustaka acuan suatu tulisan, gelar sepanjang apapun nan didapatkan oleh seseorang tak akan pernah dituliskan di situ. Itulah sebabnya, mengapa masyarakat Indonesia masih saja menjadi Negara berkembang sebab kehidupan nan dijalani masyarakatnya masih saja berpangku tangan pada mitos nan menyebar di lingkungan masyarakat tersebut.
Penulisan gelar nan bertumpuk, atau penulisan gelar pada konteks nan salah masih saja menjadi satu masalah remeh nan merebak di kalangan masyarakat akdemis Indonesia. Para pelaku akademik, terutama di bidang bahasa Indonesia, diharapkan mampu memberikan pengaruh dan pemahaman nan baik terhadap masyarakat pelaku akdemik lainnya agar memahami makna di balik gelar nan sudah dicapai banyak orang tersebut.
Penulisan gelar bukanlah hal primer dari apa nan harus kita dapatkan, melainkan hal apa nan harus dilakukan buat dapat merealisasikan ilmu dan pengetahuan nan sudah didapatkan dari gelar nan kita capai tersebut. Dengan ilmu tersebutlah seseorang dapat dihargai dan menghargai sesamanya tanpa memandang gelar atau tinggi rendahnya status sosial dan pendidikan seseorang dibandingkan dengan dirinya.
Dengan pengetahuan dan wawasan nan luaslah manusia dapat menjadikan sistem masyarakat menjadi tertata rapi, meskipun tak ada penulisan gelar di dalamnya. Karena sejatinya, penulisan gelar hanyalah cangkang dari apa nan telah kita capai sebelumnya. Kebenarannya ialah segala tingkah laku dan upaya nan kita lakukanlah nan menjadi gelar kita sebenarnya. Percuma mendapatkan gelar professor jika ia tak dapat memberikan kontribusi bagi kemajuan umat manusia.
Oleh sebab itu, hindarilah memaknai gelar sebagai sesuatu nan tinggi secara artifisial. Cara penulisan gelar hanyalah sebuah cara semu buat membuktikan bahwa kita telah mengenyam pendidikan tertentu, nan pada kenyataannya harus direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari dengan tindakan konkret dan upaya nan juga bermanfaat bagi kehidupan.