Mendidik Anak Sinkron dengan Usianya

Mendidik Anak Sinkron dengan Usianya

Percaya tak percaya, konkret ada anak jenius di global ini. Anak nan tak perlu dengan susah payah belajar dan menghafal, tak perlu di suruh suruh buat belajar, bahkan tiba tiba dapat tahu sendiri, dapat belajar sendiri, bahkan mengalahkan orang dewasa.

Anak jenius di global dapat dibilang anak beruntung nan sengaja di pilih Tuhan menjadi anak menonjol di usianya nan kompetensinya di atas rata rata. Namun, dapat juga dikatakan menderita sebab dengan segala kelebihannya itu ada juga nan merasa tak nyaman dan terampas global anaknya nan penuh kepolosan dan kebahagiaannya.

Masih kecil sudah disorot banyak orang, dites macam macam, diberondong aneka pertanyaan, sampai ada nan memanfaatkan dengan mengeksploitasi kelebihannya dan memforsir waktu mainnya.

Banyak contoh kasus anak jenius nan begitu cemerlang dimasa kecilnya, tapi menjadi orang nan kesepian dan putus harapan dimasa tuanya. Mari kita lihat kisah kehidupan James Sidis, anak lelaki dari seorang ayah nan psikiater .



Anak Jenius di Dunia

Terlahir dengan nama lengkap William James Sidis. Lahir di New York City pada tanggal 1 April 1898 dengan seorang ayah nan berprofesi sebagai psikiater, Boris Sidis.

Sejak dalam kandungan, Sidis kecil sudah dilatih kecerdasan otaknya hingga keajaibannya dimulai ketika di usia 8 bulan, dia dapat makan dengan memegang sendok sendiri dan sudah sarapan harian New York Times sebagai bacaannya di usia belum genap 2 tahun.

Di usia 8 tahun James Sidis sudah mengeluarkan buku, beberapa di antaranya menulis tentang astronomi dan anatomi. Dan, nan lebih mengagumkan lagi, James Sidis sudah terdaftar menjadi mahasiswa paling muda di Universitas Harvard pada usia 11 tahun.

Ia memukau para professor matematika dengan presentasinya nan jenius tentang jasad empat dimensi dan sukses lulus dengan titel cum laude sebagai sarjana matematika pada usia 16 tahun.

Kemampuan otaknya juga mampu membuatnya mempelajari bahasa asing secara holistik hanya dalam sehari, sehingga sungguh menakjubkan dia dapat menguasai 200 bahasa di global ini.

James Sidis tercatat sebagai manusia paling jenius di muka bumi ini dengan IQnya nan di atas rata rata. Taraf kecerdasannya mencapai angka 250 sampai 300, bahkan melebihi taraf kecerdasan Einstein, mengalahkan IQ Da Vinci, juga taraf kecerdasan Newton.

Namun, sayang di usia jelang 17 tahun kondisi emosionalnya mulai tak stabil bahkan cenderung lemah, ketika James Sidis di bully oleh sekawanan orang nan kurang menyukainya.

Hal tersebut membuat kuliah lanjutannya tersendat. Meski dia menerima tawaran menjadi asisten dosen, namun akhirnya dia menyerah tak mau menyelesaikan program doktornya sebab alasan putus harapan dengan sistem pembelajarannya juga sikap kakak kelasnya nan memperlakukannya tak hormat.

Juga pernah masuk penjara di tahun 1919 selama kurang lebih 18 bulan dampak keikutsertaannya dalam aksi demo Sosialis May Day di Boston dan mengeluarkan surat pernyataan nan menentang wajib militer pada perang global I. Aksinya ini pun di ekspose media massa sebagaimana sejak mulanya dia di ekspose sebagai anak jenius sedari kecil.

Kisah berikutnya sungguh mengejutkan. Sebagai seorang jenius di bidang matematika, nyatanya James Sidis malah mengasingkan diri setelah keluar dari penjara dan menjauh dari keluarganya.

Bekerja apa saja meski dengan gaji rendah dan bahkan pernah menyatakan "saya benci matematika”. Banyak nan mensinyalir bahwa kehidupan James Sidis tidaklah bahagia, sebagai anak nan mengikuti pemolaan ayahnya, psikolog handal keturunan Yahudi nan juga seorang lulusan Harvard, dia merasa tertekan.

Tidak banyak teman nan James Sidis miliki, apalagi pacar atau istri. Dan. kisah hidupnya di tutup di usia nan masih tergolong muda, 46 tahun, tepatnya 17 Juli 1944 di Boston.

Usia nan seharusnya masih produktif buat ukuran seorang professor cerdas luar biasa buat mempresentasikan hasil temuannya dan dipersembahkan kepada masyarakat dunia, seperti ilmuwan lainnya.

Yang lebih menyedihkan, James Sidis meninggalkan global fana ini dengan keadaan sebagai pengangguran, terasing tidak berkawan dengan siapapun, dan juga miskin tidak berharta.



Mendidik Anak Sinkron dengan Usianya

Satu kisah konkret tentang anak paling jenius di muka bumi ini haruslah membuka mata hati kita. Bagaimana membesarkan anak dengan pemolaan dari orangtuanya nan ambisius menjadikan anaknya proyek kelinci percobaan.

Bagaimana akhirnya sang anak terbunuh karakternya dan ketidaknyamanan nan seperti bom waktu dapat meledak suatu saat dan menghancurkan segalanya nan telah dibangun dengan susah payah.

Seharusnyalah menjadi pelajaran bagi kita sebagai orangtua, bahwa anak-anak nan di gegas sedari usia dini, bersinar mengembang berkilau terlalu awal, bisa membuatnya cepat layu, bagai kembang bunga tidak jadi.

Istilahnya, early rise early fall , terlalu dini berkembang akan terlalu cepat pula buat rontok. Belum lagi kematangan emosi dan kemantapan jiwanya nan seharusnya dilakukan per usianya, menjadi tak diprioritaskan demi mengejar kemampuan kognitifnya.

Saat ini tercatat banyak anak jenius di dunia, termasuk di Indonesia. Sebut saja Kim Ung Yong, seorang Korea, nan dinobatkan sebagai manusia dengan IQ paling tinggi di global dengan skor IQnya 210.

Pada usia masih balita, dia sudah dapat membaca huruf Korea sebagai bahasa negaranya, juga huruf bangsa lain, seperti Jepang, Jerman, dan Inggris, bahkan dapat menyelesaikan soal kalkulus nan terkenal rumitnya.

Di Indonesia, tak banyak nan kenal Hartadinata Harianto, anak Surabaya nan berhasil mendapat GPA paling tinggi di sekolah nan sangat bergengsi di Amerika, Bard High School Early College ( BHSEC ).Bill and Melinda Gates Foundation nan mendanai sekolah tersebut. Sekolah nan siswanya ialah anak anak jenius Amerika, dengan syarat masuk ke sekolah tersebut harus menuntaskan ujian penerimaan nan sulit.

Sayangnya, pemerintah kurang tanggap buat memproyeksikan anak jenius ini sebagai aset negara nan berharga, nan kelak bisa mengharumkan nama bangsa, nan kelak bisa mempersembahkan hasil karya spektakulernya buat peradaban umat manusia.

Apalagi di Indonesia, seringkali anak jenius ini dikecewakan dengan janji nan di ulur-ulur atau komitmen palsu, misalnya tentang beasiswa masuk perguruan tinggi ternama atau bantuan buat membantu penelitiannya.

Alhasil, banyak orang jenius Indonesia nan memilih buat berkarir di luar negeri nan lebih menghargai kemampuan otak mereka. Kita tak dapat juga menyalahkan mereka dengan menilai kurang cinta tanah air, tapi memang jenius bukan hanya bicara tentang skor IQ atau nilai-nila tertinggi.

Kita seringkali mengasumsikan jenius dengan tingginya skor IQ atau sangat memuaskannya tampilan nilai, atau mampu bersekolah di loka nan bergengsi secara akademik dan sukses lulus dengan predikat cum laude. Begitulah pendapat generik nan terjadi di masyarakat meski sebenarnya tak semuanya benar.

Jenius sebenarnya kemampuan seseorang buat menyeimbangkan tiga kompetensi diri nan terbawa sejak lahir, yaitu kompetensi intelejensia, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual . Dan, memadukan ketiganya harus terus dilatih sedari dini seiring berkembangnya usia seseorang.

Banyak sekali kisah inspitratif dari cerita anak jenius di global nan bisa dijadikan pelajaran bagi kita, baik itu nilai positifnya atau nilai negatifnya. Semoga uraian tersebut bermanfaat bagi Anda.