Syarat dan Rukun Wakaf

Syarat dan Rukun Wakaf

Wakaf merupakan salah satu unsur ekonomi nan krusial dalam Islam. Wakaf menurut Islam ialah instrumen ekonomi nan akan mendukung pungutan pajak.

Dalam wakaf, terdapat orang nan mewakafkan hartanya nan disebut dengan wakif dan orang nan diserahi zakat atau nan disebut pengelola zakat atau manajer zakat atau istilah dalam Islam dikenal dengan Nazhir.

Wakaf menurut Islam merupakan harta nan akan terus memberikan pahala walaupun wakif nya telah meninggal dunia. Ada tiga hal nan pahalanya akan terus mengalir kepada seorang muslim walaupun ia telah meninggal dunia. Yaitu ilmu nan bermanfaat, do’a anak nan soleh/solihah, serta harta nan diwakafkan di jalan Allah.



Pengertian dan Hukum Wakaf

Ditinjau dari segi bahasa wakaf berarti menahan. Sedangkan menurut istilah syarak, adalah menahan sesuatu benda nan kekal zatnya, buat diambil khasiatnya buat kebaikan dan kemajuan Islam.

Menahan suatu benda nan kekal zatnya, artinya tak dijual dan tak diberikan serta tak pula diwariskan, tetapi hanya disedekahkan buat diambil khasiatnya saja. Ada beberapa pengertian tentang wakaf antara lain:

Pengertian wakaf menurut mazhab syafi’i dan hambali ialah seseorang menahan hartanya buat dapat dimanfaatkan di segala bidang kemaslahatan dengan tetap melanggengkan harta tersebut sebagai taqarrub kepada Allah Swt.

Pengertian wakaf menurut mazhab hanafi ialah menahan harta-benda sehingga menjadi hukum milik Allah ta’alaa, maka seseorang nan mewakafkan sesuatu berarti ia melepaskan kepemilikan harta tersebut dan memberikannya kepada Allah Swt buat dapat memberikan khasiatnya kepada manusia secara tetap dan kontinyu, tak boleh dijual, dihibahkan, ataupun diwariskan.

Pengertian wakaf menurut imam Abu Hanafi ialah menahan harta-benda atas kepemilikan orang nan berwakaf dan bershadaqah dari hasilnya atau menyalurkan kegunaan dari harta tersebut kepada orang-orang nan dicintainya.

Berdasarkan definisi dari Abu Hanifah ini, maka harta tersebut ada dalam supervisi orang nan berwakaf (wakif) selama ia masih hidup, dan dapat diwariskan kepada pakar warisnya jika ia sudah meninggal baik buat dijual ayau dihibahkan. Definisi ini berbeda dengan definisi nan dikeluarkan oleh Abu Yusuf dan Muhammad, sahabat Imam Abu Hanifah itu sendiri

Pengertian wakaf menurut mazhab maliki ialah memberikan sesuatu hasil kegunaan dari harta, dimana harta pokoknya tetap/lestari atas kepemilikan pemberi kegunaan tersebut walaupun sesaat

Pengertian wakaf menurut peraturan pemerintah no. 28 tahun 1977 ialah perbuatan hukum seseorang atau badan hukum nan memisahkan sebagian harta kekayaannya nan berupa tanah milik dan melembagakannya buat selama-lamanya. Bagi kepentingan peribadatan atau keperluan generik lainnya sinkron dengan ajaran agama Islam.

Dari definisi tersebut bisa diambil konklusi bahwa wakaf itu termasuk salah satu diantara macam pemberian, akan tetapi hanya boleh diambil manfaatnya, dan bendanya harus tetap utuh.

Oleh sebab itu, harta nan layak buat diwakafkan ialah harta nan tak habis dipakai dan umumnya tak bisa dipindahkan, mislanya tanah, bangunan dan sejenisnya. Utamanya buat kepentingan umum, misalnya buat masjid, mushala, pondok pesantren, panti asuhan, jalan umum, dan sebagainya.

Hukum wakaf sama dengan amal jariyah. Sinkron dengan jenis amalnya maka berwakaf bukan sekedar berderma (sedekah) biasa, tetapi lebih besar pahala dan khasiatnya terhadap orang nan berwakaf.

Pahala nan diterima mengalir terus menerus selama barang atau benda nan diwakafkan itu masih berguna dan bermanfaat. Hukum wakaf ialah sunah. Ditegaskan dalam hadits:

Apabila anak Adam meninggal global maka terputuslah semua amalnya, kecuali tiga (macam), yaitu sedekah jariyah (yang mengalir terus), ilmu nan dimanfaatkan, atu anak shaleh nan mendoakannya. ” (HR Muslim)

Harta nan diwakafkan tak boleh dijual, dihibahkan atau diwariskan. Akan tetapi, harta wakaf tersebut harus secara terus menerus bisa dimanfaatkan buat kepentingan generik sebagaimana maksud orang nan mewakafkan. Hadits Nabi nan artinya:

Sesungguhnya Umar telah mendapatkan sebidang tanah di Khaibar. Umar bertanya kepada Rasulullah SAW; Wahai Rasulullah apakah perintahmu kepadaku sehubungan dengan tanah tersebut? Beliau menjawab: Jika engkau suka tahanlah tanah itu dan sedekahkan manfaatnya! Maka dengan petunjuk beliau itu, Umar menyedekahkan tanahnya dengan perjanjian tak akan dijual tanahnya, tak dihibahkan dan tak pula diwariskan. ” (HR Bukhari dan Muslim)



Bentuk-Bentuk Barang Wakaf

Wakaf menurut Islam bisa berupa barang, tanah maupun bangunan nan diperuntukkan bagi kepentingan umum. Saat ini, wakaf juga bisa berupa uang atau nan lazim disebut cash waqf .

Wakaf juga dapat diperuntukkan bagi kemaslahatan umat seperti tanah dan bangunan, nan dipergunakan sebagai loka beribadah bagi umat Islam, dan adapula zakat produktif nan digunakan buat bisa mengangkat umat secara ekonomi.

Harta wakaf tak boleh diambil oleh pengelola atau nazhir maupun oleh pengguna harta wakaf. Harta wakaf harus terus berkembang dan apabila pengelola harta wakaf itu meninggal maka harus diteruskan oleh pengelola nan lain.



Syarat dan Rukun Wakaf

Syarat-syarat harta nan diwakafkan sebagai berikut:

  1. Diwakafkan buat selama-lamanya, tak terbatas waktu eksklusif (disebut takbid ).
  1. Tunai tanpa menggantungkan pada suatu peristiwa di masa nan akan datang. Misalnya, “Saya wakafkan bila bisa laba nan lebih besar dari usaha nan akan datang”. Hal ini disebut tanjiz .
  1. Jelas mauquf alaih nya (orang nan diberi wakaf) dan dapat dimiliki barang nan diwakafkan ( mauquf ) itu


Rukun Wakaf
  1. Orang nan berwakaf ( wakif ), syaratnya, kehendak sendiri, dan berhak berbuat baik walaupun non Islam.
  1. Sesuatu (harta) nan diwakafkan ( mauquf ), syartanya, barang nan dimilki bisa dipindahkan dan tetap zaknya, berfaedah saat diberikan maupun dikemudian hari, serta milki sendiri walaupun hanya sebagian nan diwakafkan atau musya (bercampur dan tak bisa dipindahkan dengan bagian nan lain).
  1. Tempat berwakaf (yang berhaka menerima hasil wakaf itu), yakni orang nan memilki sesuatu, anak dalam kandungan tak sah.
  1. Akad, misalnya: “Saya wakafkan ini kepada masjid, sekolah orang nan tak mampu dan sebagainya” tak perlu qabul (jawab) kecuali nan bersifat pribadi (bukan bersifat umum).


Pelaksanaan Wakaf di Indonesia
  1. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik.
  1. Peraturan Menteri dalam Negeri No. 6 Tahun 1977 tentang Tata Cara Pendaftaran Tanah mengenai Perwakafan Tanah Milik.
  1. Peraturan Menteri Agama No. 1 Tahun 1978 Tentang Peraturan Pelasanaan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik.
  1. Peraturan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam No. Kep/P/75/1978 tentang Formulir dan Panduan Peraturan-Peraturan tentang Perwakafan Tanah Milik


Tata Cara Perwakafan Tanah Milik
  1. Calon wakif dari pihak nan hendak mewakafkan tanah miliknya harus datang dihadapan Pejabat Pembantu Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) buat melaksanakan ikrar wakaf.
  1. Untuk mewakafkan tanah miliknya, calon wakif harus mengikrarkan secara lisan, jelas dan tegas kepada nadir nan telah disyahkan dihadapan PPAIW nan mewilayahi tanah wakaf. Pengikraran tersebut harus dihadiri saksi-saksi dan menuangkannya dalam bentuk tertulis atau surat.
  1. Calon wakif nan tak bisa datang di hadapan PPAIW membuat ikrar wakaf secara tertulis dengan persetujuan Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten atau Kotamadya nan mewilayahi tanah wakaf. Ikrar ini dibacakan kepada nadir dihadapan PPAIW nan mewilayahi tanah wakaf serta diketahui saksi.
  1. Tanah nan diwakafkan baik sebagian atau seluruhnya harus merupakan tanah milik. Tanah nan diwakafkan harus bebas dari bahan ikatan, jaminan, sitaan atau sengketa.
  1. Saksi ikrar wakaf sekurang-kurangnya dua orang nan telah dewasa, dan sehat akalnya. Segera setelah ikrar wakaf, PPAIW membuat Ata Ikrar Wakaf Tanah.

Calon wakif harus membawa serta dan menyerahkan kepada PPAIW surat-surat berikut:

  1. Sertifikat hak milik atau sertifikat sementara pemilikan tanah (model E).
  1. Surat Keterangan Kepala Desa nan diperkuat oleh camat setempat nan menerangkan kebenaran pemilikan tanah dan tak tersangkut suatu perkara dan bisa diwakafkan.
  1. Izin dari Bupati atau Walikota c.q. Kepala Subdit Agraria Setempat


Pengelola Wakaf nan Profesional

Saat ini dibutuhkan pengelolaan harta wakaf nan profesional, hal ini dilakukan agar harta wakaf nan telah diberikan bisa memberikan kegunaan nan besar bagi umat. Salah satu cara nan telah ditempuh oleh pemerintah ialah dengan pelatihan pengelola zakat (nazhir) secara lebih profesional sehingga pengelola wakaf mendapatkan ilmu bagaimana mengelola wakaf terutama zakat uang.

Di Indonesia terdapat beberapa instansi nan mengelola harta wakaf ini seperti tabung wakaf Indonesia dan badan wakaf Indonesia. Pemberian harta wakaf bisa melalui dua cara, yaitu langsung diberikan kepada masyarakat sekitar kita agar langsung dikelola.

Cara kedua ialah dengan mengumpulkan harta wakaf kepada forum resmi pemerintah nan nantinya akan disalurkan ke daerah-daerah nan membutuhkan atau daerah nan menjadi prioritas.