Konsep Cerpen Anak-anak - Menyebarkan Virus N-Ach
Tahukah Anda? Taraf kesulitan membuat cerpen anak-anak jauh lebih tinggi jika dibanding dengan membuat cerpen buat orang dewasa. Berbeda dengan proses pembuatan cerpen dewasa nan mengharuskan bacaan tersebut enak dibaca meski memiliki konflik sedikit rumit, proses pembuatan cerpen anak-anak harus memerhatikan aspek lain nan sangat penting.
Ya, cerpen anak-anak harus bisa menstimulasi perkembangan serebrum -bagian otak nan berkaitan dengan persepsi, tindakan, belajar, memori, dan berpikir. Cerpen anak-anak pun harus mampu membina karakter positif anak. Dari hal sederhana inilah, pendidikan bisa berlangsung dengan landasan kokoh sedini mungkin.
Selain dari segi pemilihan dan penggunaan bahasa nan sederhana dan menarik, cerpen anak-anak juga harus memiliki konsep ideal. Jangan sampai konsep nan dimiliki sebuah cerpen anak-anak justru akan menjerumuskan si anak ke arah nan negatif. Nah, konsep ideal nan harus dimiliki sebuah cerpen anak-anak, di antaranya sebagai berikut.
Konsep Cerpen Anak-anak - Tidak Menimbulkan Sindrom Cinderella dan Sindrom Megaloman
Konsep sebuah cerpen anak-anak nan baik tak akan memberikan imbas samping nan negatif buat si anak. Jika Anda menulis atau memilihkan cerpen anak-anak sebaiknya memerhatikan akibat bagi si anak nan membacanya. Jangan sampai cerpen anak-anak nan Anda untuk atau Anda pilihkan buat anak akan menghadirkan syndrom cinderella atau sindrom Megaloman.
Sindrom cinderella merupakan kondisi nan membuat perempuan merasa telah kehilangan potensi dan daya hidupnya sebagai individu berdikari dan mampu berpikir cerdas. Kemunculan sindrom ini bisa dipicu melalui cerita, seperti Cinderella , Putri Salju , dan Little Mermaid .
Sementara itu, sindrom megaloman ialah kondisi nan membuat lelaki merasa sebagai individu paling super dan selalu benar. Sindrom ini pun bisa dipicu oleh cerita anak. Jika kedua sindrom dibiarkan tumbuh, anak akan menjadi individu manja dan tidak dapat menghargai sesama.
Konsep Cerpen Anak-anak - Mengajarkan Cinta Kasih
Dongeng atau cerpen anak-anak nan mencerdaskan harus mengajarkan anak cinta kasih terhadap sesama. Dengan begitu, si kecil akan berlatih menumbuhkan jiwa sosialnya. Selain itu, singkirkan unsur kekerasan dalam cerita.
Sebab, anak belia ialah individu polos nan pandai meniru konduite atau kata-kata siapa pun. Mereka menganggap aktivitas meniru ialah permainan baru nan mengasyikkan.
Konsep Cerpen Anak-anak - Menyebarkan Virus N-Ach
Need for achievement (N-Ach) merupakan daya mobilitas nan luar biasa di dunia. Menurut David McClelland -sosiolog nan pertama kali memperkenalkannya- N-Ach laksana virus nan dapat ditularkan. Kandungan nilainya sangat lengkap: kemandirian, kedisiplinan, dan kegigihan berprestasi tinggi.
McClelland juga menyebutkan, cerita nan mengandung nilai N-Ach tinggi selalu diikuti pertumbuhan ekonomi tinggi. Bagaimana dapat demikian? Manusia ialah makhluk nan getol bercerita maupun menyimak cerita. Karena itu, kisah nan mencerminkan N-Ach tinggi akan mempengaruhi pikiran dan keyakinan orang -termasuk anak-anak- buat membangun masyarakatnya.
nah, saat Anda menulis atau memilihkan cerpen anak-anak buat si kecil, usahakan konsep ideal ini termasuk atau berada dalam kemasan cerita cerpen anak-anak tersebut.
Konsep Cerpen Anak-anak - Merangsang Budaya Kreatif
Secara tidak langsung, cerpen anak-anak perangsang budaya kreatif bisa menumbuhkembangkan talenta anak. Anak kecil ialah peniru nan andal. Dia akan meniru apapun nan dilakukan orang dewasa, termasuk meniru apa pun nan berasal dari cerpen anak-anak nan ia baca. Cerpen anak-anak nan ideal akan membantu si kecil mengenali bakatnya dan memahami bagaimana mengekspresikan talenta tersebut.
Konsep Cerpen Anak-anak - Menggunakan Bahasa Ramah dan Sederhana
Seperti nan sudah disinggung di atas, cerpen anak-anak harus menggunakan bahasa sederhana, menarik, dan ramah. Bahasa nan ramah dan sederhana akan mudah diterima setiap anak. Karenanya, mereka dapat memahami isi cerita dan pesan moralnya. Cerita anak nan ideal juga tak boleh menyelipkan pesan nan mendiskreditkan golongan atau kaum tertentu.
Lantas, cerpen seperti apakah nan memenuhi kelima kriteria tersebut? Simaklah cerita berikut!
Vito Mau Belajar Nulis
(Untuk Anak Usia 3-6 Tahun)
Kakak Vito punya sekotak cat air dan satu buku gambar. Di dalam kotak cat air ada palet dan kuas. Juga ada banyak cat air dengan warna-warni indah.
“Biru, kuning, merah, hijau…,” gumam Vito, sambil mengamati cat air. Semua cat tersimpan di dalam wadah seperti pasta gigi.
Setiap kali kakak melukis, Vito berkata, “Aku mau nulis pakai cat air.”
Tapi….
“Tidak boleh!” begitu selalu jawaban kakaknya.
Namun, Vito lagi-lagi bilang, “Aku mau nulis. Nulis dengan cat air…!” Vito cemberut. Dipegangnya erat-erat kotak cat air itu.
“Yah…, sudahlah. Kamu boleh pakai cat airku. Tapi, hati-hati ya, Vito. Jangan sampai kamu habiskan.” Kakak akhirnya mengalah, dan meminjamkan cat airnya kepada Vito.
Vito sangat gembira, lalu mulai mengeluarkan cat air ke palet.
“Hijau!”
Saat Vito berkata begitu, kakak berpesan, “Jangan lupa kencangkan tutup cat air dengan benar, ya? Agar cat air itu tak kering.”
“Merah!”
Ketika Vito berkata begitu, kakak berpesan lagi, “Jangan pakai terlalu banyak, ya?”
“Biru!”
Sewaktu Vito berkata begitu, kakak sudah pergi meninggalkannya.
Blash, plap, clop, seeet….
Vito mulai menulis di kertas gambar.
Tapi, tidak semuanya jelas terbaca. Sebab, Vito baru belajar menulis.
Tiba-tiba, kakak menghampirinya.
“Aaaahhh…, tulisan acak-acakanmu sudah jadi!” ejek kakak.
“Ini belum selesai kok!” kata Vito.
Kakak pun pergi. Vito mencuci palet dan kuas dengan air, seperti nan dilakukan kakak.
Ketika Vito kembali….
Syuuut sreeet syuuut….
Di antara kaki Vito muncul seekor ular kecil.
Ular kecil itu membawa cat merah di mulutnya, lalu menggeliat pergi ke dalam hutan.
“Ah, jangan! Tidak boleh!”
Vito panik. Dia pun mengejar ular itu.
Ditendangnya semak-semak. Disibaknya ranting-ranting kecil. Lalu, saat dia menepiskan dedaunan….
“Ah…!”
Cat air merah itu ketemu.
“Cat biru, kuning, dan hijau juga ada di sini!”
Semua tutupnya terbuka.
Bersama ular kecil, tampak ayam, itik, ulat, dan elang. Mereka sedang mencorat-coret di daun nan lebar.
Tiba-tiba, muncul monyet dan kijang dari dalam semak-semak. Mereka membawa kotak cat air, buku gambar, dan seember air.
“Jangan! Tidak boleh. Itu milik kakak…!” Vito panik lagi.
Tapi, ketika Vito muncul….
Si elang buru-buru terbang. Sedangkan ular, ayam, itik, monyet, dan kijang bergegas lari.
Namun, ada ulat nan tetap tinggal di ranting kecil. Ekornya berpegangan pada ranting. Dia menulis di daun dengan cat kuning.
Vito mendekati ulat itu.
“Ulat kecil, apa nan sedang kamu lakukan?” tanya Vito.
“Oh, kamu juga menulis, ya?”
Si ulat meregangkan dan membengkokkan tubuhnya. Dia mulai berjalan. Mengambil cat air.
Di balik pohon, monyet melihat semuanya. Dia juga ingin menulis.
Sambil menggoyang-goyangkan ekor, si monyet keluar.
Semua binatang nan tadi lari ikut mendekat. Vito bahagia melihat mereka lagi.
Mereka mulai mencorat-coret. Vito pun melanjutkan belajar menulisnya.
Sreeet, blash, plop, clap….
Semua mengeluarkan bunyi kuas nan penuh cat air. Tapi, kijang dan monyet lebih suka pakai ranting, bukan kuas.
“Huruf a: ayam. Huruf i: itik…!” kata Vito, sambil menyapukan cat ungu lalu oranye. Hasilnya, a nan ungu. Juga i nan oranye.
Vito lalu menggambar ayam ungu dan itik oranye.
Hasilnya….
Wow…! Vito suka sekali, walau tulisan dan gambarnya belum bagus.
Semua binatang ikut memandang kertas gambar Vito.
Mereka lalu menghiasinya dengan bintang, garis lengkung, juga titik. Semua ada di pinggir kertas, menjadi bingkai indah.
“Wah, lukisan ajaib…!” seru Vito, bahagia sekali.