Konflik Etnis

Konflik Etnis

Bagaimana peristiwa Perang Dayak Madura ? Perang, kata nan membuat sesak dada. Penderitaan lahir dan batin akan kejadian suatu perang. Tapi, mengapa orang masih mau mengumbar nafsunya buat nan satu ini.

Padahal dalam perang tak ada kenyamanan dan estetika hidup, semua hancur dampak perang. Banyak contoh perang nan hanya sebab satu atau dua orang pemimpin ataupun pejabat nan memperturutkan hawa nafsunya, maka timbullah perang.



Perang Antarsuku

Hal nan tak kalah dahsyatnya, yaitu perang antar suku. Karena benturan rasis nan tak bisa diakumulasikan dengan baik dan benar. Salah satunya Perang Dayak Madura.

Pelaku perang memang kejam, tak melihat dan tanpa pikir panjang dampak nan didapat. Hampir seluruh wilayah di global tak pernah tak mengalami hal ini.

Begitu pula di seluruh wilayah Indonesia. Saat ini nan paling banyak terjadi ialah senggolan-senggolan kecil antara ras suku bangsa nan ujungnya mengakibatkan perang antarsuku tersebut.

Tanpa adanya penanganan nan serius dari pihak manapun, korban material dan nyawa tidak terhitung jumlahnya. Namun, terkadang penanganan dari pihak otoritas paling tinggi seringkali lambat dan selalu saja terhambat masalah kewilayahan.



Perang Dayak Madura

Perang nan mendapat banyak sorotan dari berbagai pihak, baik dalam dan luar negeri, salah satunya Perang Dayak Madura.

Air mata dan darah nan belum kering di Ambon, kita kembali dikejutkan dengan episode baru dari perang etnis di Sambas, Kalimantan Barat. Episode baru perang ini, sebab ada terjadi perang beberapa kali antara masyarakat Dayak dan Madura di sana.

Konflik baru terjadi antara orang-orang Melayu dan orang-orang Madura di Sambas. Konflik tersebut melibatkan masyarakat Dayak, Bugis, dan Cina nan manunggal buat mendukung orang-orang Melayu buat menyerang orang-orang Madura.

Entahlah apa nan bisa mempengaruhi pikiran-pikiran orang-orang tersebut. Sampai-sampai harus menumpahkan darah seperti layaknya darah hewan pada perang Dayak Madura ini.

Konflik pribadi telah menjadi konflik etnis atau perang. Hal ini menarik sebagai bahan analisis konflik dengan beberapa perang antar etnis nan terjadi di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.

Konflik biasanya dimulai oleh konflik pribadi dan pertengkaran, tetapi nan penting konflik tersebut akan diikuti oleh konflik rasial, agama, dan etnis. Menurut beberapa hipotesis, ada beberapa provokator nan cerdas memprovokasi dan memanipulasi sedikit kasus menjadi konflik besar.

Apakah konflik etnis, ras, atau agama. Bagaimanapun konflik di Sambas memiliki latar belakang sendiri. Orang-orang di Sambas atau di Kalimantan Barat nan terdiri dari Dayak (penduduk asli), Melayu, Cina, Madura, Bugis , dan lainnya, merupakan pendatang ke Kalimantan Barat.

Mereka tinggal di sana sebab alasan masalah ekonomi, buat mendapatkan kehidupan nan lebih baik. Selama bertahun-tahun telah ada banyak konflik nan terjadi antara masyarakat Dayak dan orang Madura.

Tapi konflik terakhir ini, menjadi perhatian lebih sebab Dayak manunggal dengan Melayu, Cina, dan Bugis buat menyerang Madura. Kenapa?

Perang etnis seperti halnya perang Dayak Madura, merupakan salah satu perang nan disebabkan oleh konflik pribadi. Awal dari perang tak berperikemanusiaan ini ialah ketika pada 7 Januari 1999.

Seorang Bujang Labik tak membayar tiket bus dan itu membuat Rudi, seorang Melayu marah. Kemudian Bujang Labik dengan beberapa orang kelompoknya menyerang Rudi.

Pada saat nan sama, seorang Ibrahim si Madura bentrok dengan beberapa orang di Pemangkat Pasar. Setelah kejadian tersebut ternyata masyarakat menemukan 4 orang Madura meninggal.

Sesudahnya tepat pada 19 Januari 1999, orang Madura menewaskan sekitar 4 orang Melayu. Dan pada 23 Januari terjadi konflik pribadi antara seorang pria Bugis dan orang Madura, di mana ketika itu orang-orang Bugis didukung Melayu.

Sedangkan di lain pihak, seorang Dayak bernama Martinus Amat juga terlibat konflik. Ia dikeroyok sampai tewas dan mobilnya dibakar.

Dari permasalahan kecil-kecil dan pelik inilah awal mula terjadi perang etnis secara terbuka, nan terjadi pada 16-25 Maret 1999. Di mana perang ini melibatkan antara kelompok Madura dan kelompok persatuan (Melayu, Dayak, Bugis, dan sebagian kecil Cina).

Perang berlangsung di 13 loka nan berbeda di kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Ratusan orang tewas dan terluka. Ribuan orang mengungsi dan meninggalkan Sambas menuju ke loka lain nan kondusif atau hutan di sekitarnya.



Konflik Etnis

Latar belakang generik konflik etnis nan terjadi di Indonesia lebih sering berakar pada kebijakan politik, ekonomi, dan sosial nan salah di era Orde Baru. Dan permasalahan pelik sehingga sampai terjadinya konflik di Sambas tersebut telah terjadi sejak lama dan beberapa kali.

Ada beberapa alasan sehingga konflik terjadi, di antaranya berakar pada kesalahpahaman budaya atau menghina. Ada beberapa disparitas budaya nan fundamental antara Madura dan Dayak (dan orang-orang Melayu).

Orang-orang Madura terkenal dengan kesenangannya membawa senjata tradisional mereka, yaitu carok. Sedangkan menurut budaya Dayak, orang nan kemana-mana membawa senjata, maka diartikan bahwa orang tersebut ingin bertarung.

Orang-orang Madura , nan masuk Kalimantan pada tahun 1980-an, memiliki kesamaan karakter nan keras. Banyak nan mengira bahwa orang-orang Madura cenderung memaksakan kehendak mereka sendiri.

Mereka mengancam orang lain buat memenuhi keinginan mereka. Ada banyak kasus nan menunjukkan bagaimana Madura mengambil alih rumah dan tanah orang-orang pedalaman. Sehingga orang Dayak menuduh orang Madura mengabaikan perjanjian nan dicanangkan pada tahun 1997.

Tetapi ada juga beberapa masalah ekonomi. Orang-orang Madura selalu bekerja keras dan mereka ingin melakukan apa pun pekerjaan jika ada uang. Taraf ekonomi mereka lebih baik dan terkadang menyebabkan adanya kecemburuan sosial.

Tetapi, beberapa analis atau peneliti mengatakan bahwa konflik Sambas merupakan bagian dari skenario besar nan "tersembunyi" dari orang-orang krusial nan ingin menimbulkan gagalnya pemilihan generik berikutnya. Mereka ingin kekacauan secara nasional.

Ada pula nan mengatakan bahwa konflik tersebut ialah manifestasi dari ketidakpuasan Soeharto nan tumbang tahun sebelumnya. Dia ingin mengubah perhatian nasional dari pemeriksaan akan masalah korupsi dan pelanggaran hak asasi manusia selama pemerintahannya dengan konflik rasial dan agama. Mana nan benar?

Pandailah kita dalam menyikapi komentar-komentar dan isu-isu seperti ini. Tanpa kita sadari, tanpa adanya pemahaman dan pembelajaran nan baik dari dalam diri kita pribadi, maka kesamaan berpikir negatif dan akhirnya pelaksanaan dalam bentuk kekacauan pastilah tak bisa dihindarkan.

Selalu saja mereka ialah orang awam dan tak berdaya nan menjadi korban, baik fisik, harta, dan nyawa mereka. Mengapa Indonesia sangat potensial terhadap permasalahan seperti ini?

Sehingga orang-orang nan tak berkepentingan sangat pandai memanfaatkan situasi dan kondisi buat semakin membuat keruh dan rusak. Kurangnya pemahaman dalam berkehidupan berbangsa, bernegara, dan beragama itulah akar dari semua permasalahan.

Tidak adanya pendidikan sosial pribadi, kemasyarakatan, serta nan primer ialah keagamaan nan kuat sebagai pondasi. Hal tersebut menyebabkan individu-individu Indonesia sangat mudah dijadikan tumbal dan korban dalam setiap permasalahan nan merusak negeri dan bangsa.

Tidak malah membangun negeri ini menuju kemanfaatan dan kebaikan. Pelajaran sejarahlah nan mampu membuat kita buat selalu mawas diri dan berhati-hati dalam meniti kehidupan berbangsa dan bernegara.