Faktor Terjadinya Kasus Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik
Tahukah Anda kasus pelanggaran kode etik jurnalistik ? Sebelum membahas kasus pelanggaran kode etik jurnalistik, penulis akan menjelaskan seputar jurnalistik. Jurnalistik ialah profesi publik. Kegiatannya nan menyebarluaskan sesuatu nan layak dijadikan warta merupakan kegiatan nan dilindungi oleh UU Pers No.40 tahun 1999. Oleh sebab negara dan masyarakat mengakui kegiatan ini. Maka insan pers pun harus sigap dengan menanggapi profesi ini sebagai profesi nan memiliki etika dan anggaran main, sebagaimana profesi hakim, jaksa, dokter, atau polisi.
Kasus Pelanggaran Kode Etik Jurnalsitik - Etika
Etika ini dibuat memang bertujuan melindungi masyarakat dari berbagai kasus pelanggaran kode etik jurnalistik oleh para jurnalis. Etika itu bahkan bilamana negara tak mengakui adanya penyiaran publik, dan masyarakat membencinya, tetap melekat di dalam kegiatan jurnalistik. Alex Sobur mendefinisikan etika jurnalistik sudah ada dalam sel-sel filsafat kegiatan jurnalistik itu sendiri:
"Filsafat di bidang moral pers, yaitu bidang nan mengenai kewajiban-kewajiban pers dan tentang apa nan merupakan pers nan baik dan pers nan buruk, pers nan sahih dan pers nan salah, pers nan tepat dan pers nan tak tepat."
Lalu, "Etika pers ialah ilmu atau studi tentang peraturan-peraturan nan mengatur tingkah laku pers; atau, dengan perkataan lain, etika pers itu berbicara tentang apa nan seharusnya dilakukan oleh orang-orang nan terlibat dalam kegiatan pers." Dan, "Etika pers mempermasalahkan bagimana pers itu dilaksanakan agar bisa memenuhi fungsinya dengan baik." (Sobur, 2001:146)
Namun, walau etika telah ada, hukum telah ditetapkan, kasus pelanggaran kode etik jurnalistik masih tetap terjadi. Kejadiannya terkadang melibatkan sisi ketidakprofesionalan para jurnalis. Dengan kata lain jurnalis nan malas. Salah satu contoh dari kegiatan malas itu contohnya.
Contoh Kasus Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik
Kasus pelanggaran kode etik jurnalistik Indy Rachmawati dan TV one dalam kasus Pialang Kasus. Indy melakukan fabrifikasi warta dengan menghadirkan narasumber palsu nan disuap uang dengan isi warta nonfaktual dan direkayasa, Andris. Walau Indi melakukan pembelaan bahwa Andris pun sering tampil sebagai narasumber palsu di stasiun TV lainnya, hal itu tak dapat dikategorikan lumrah. Karena Indy melanggar kode etik jurnalistik pasal kedua:
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara nan profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik . Penafsiran cara-cara nan profesional adalah:
- menunjukkan bukti diri diri kepada narasumber;
- menghormati hak privasi;
- tidak menyuap;
- menghasilkan warta nan faktual dan jelas sumbernya;
- rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;
- menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara;
- tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri;
- penggunaan cara-cara eksklusif bisa dipertimbangkan buat peliputan warta pemeriksaan bagi kepentingan publik.
Untuk kasus ini Indy, mendapatkan skorsing dari tugasnya. Sementara bagi televisi, diberi peringatan keras oleh Dewan Pers, sebab tak menggunakan prinsip cover both side .
Lantas ada kasus pelanggarang kode etik jurnalistik lainnya, kali ini melakukan penyebaran warta bohong. Hal ini terjadi pada tayangan Silet, di mana skrip nan dibacakan pembawa acara, mengangkat komentar paranormal, dalam kasus meletusnya gunung Merapi.
Komentar paranormal nan mengatakan gunung merapi akan meletus dalam skala besar merupakan spekulasi dan tak terbukti, dapat dikategorkan sebagai hoax atau warta bohong, kasus ini membuat geger seisi Yogya, di tengah derita menghadapi bencana.
Media Silet telah melanggar pasal 4 kode etik jurnalistik, nan mengungkap bahwa: Wartawan Indonesia tak membuat warta bohong, fitnah, sadis, dan cabul. Untuk kasus ini, tayangan Silet telah dicabut penayangannya dalam jangka waktu nan tak ditetapkan.
Kasus nan juga krusial disimak ialah asas praduga tidak bersalah nan terkadang dilakukan oleh pihak jurnalis. Karena secara langsung juga mencederai pasal ketiga dari kode etik nan berbunyi: Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tak mencampurkan fakta dan opini nan menghakimi, serta menerapkan asas praduga tidak bersalah.
Namun, dalam penerapannya terdapat keganjilan. Karena hampir semua pihak nan bermasalah dengan para jurnalis memanfaatkan pasal ini buat menyerang balik pers. Semakin kacau lagi ketika, penggunaan hak jawab nan telah diatur undang-undang tak dimanfaatkan oleh terdakwa kasus hukum tertentu. Misalnya kasus kriminalisasi pers, oleh Raymond nan menuntut tujuh media massa sebab menyebutkan namanya sebagai bandar judi, padahal pengadilan belum memvonisnya.
Para jurnalis mengakui bahwa mereka mengutip pertanyaan resmi kepolisian. Namun Raymond bersikeras melakukan tuntutan dengan pasal pencemaran nama baik. Semua tuntutan itu kandas di setiap pengadilan, sebab para hakim telah menggunakan UU Pers dalam memutuskan perkara, dan tak menggunakan KUHP/KUHAP dalam perkara pengadilan. Namun hal ini menjadi cerminan bagi jurnalis buat berhati-hati dalam melakukan penyebutan narasumber nan bermasalah di mata hukum.
Faktor Terjadinya Kasus Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik
Meskipun para jurnalis diharuskan mengikuti peraturan kode etik jurnalsitik, tetapi tetap saja muncul sejumlah kasus pelanggaran kode etik jurnalistik. Ada banyak faktor nan dapat menyebabkan timbulnya kasus pelanggaran kode etik jurnalistik. Berdasarkan pengalaman selama kurang lebih seperempat abad, bisa diambil konklusi bahwa kasus pelanggaran kode etik jurnalsitik terjadi sebab beberapa faktor berikut.
Kasus Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik - Faktor Ketidaksengajaan
- Kasus pelanggaran kode etik jurnalsitik terjadi sebab taraf profesionalisme nan tak memadai.
- Kasus pelanggaran kode etik jurnaliitik terjadi sebab taraf usaha menghindari ketidaktelitian belum memadai.
- Kasus pelanggaran kode etik jurnalistik terjadi sebab tak melakukan pengecekan ulang.
- Kasus pelanggaran kode etik jurnalistik terjadi sebab tak menggunakan akal sehat.
- Kasus pelanggaran kode etik jurnalistik terjadi sebab kemampuan mengolah warta kurang memadai.
- Kasus pelanggaran kode etik jurnalistik terjadi sebab adanya rasa malas mencari bahan tulisan ataupun perbandingan.
- Kasus pelanggaran kode etik jurnalistik terjadi sebab memakai data lama ( out of date ) nan tak diperbaharui.
- Kasus pelanggaran kode etik jurnalistik terjadi sebab pemilihan dan penggunaan kata nan tak tepat.
- Kasus pelanggaran kode etik jurnalistik terjadi sebab adanya tekanan deadline sehingga muncullah kesalahan nan tak disengaja.
- Kasus pelanggaran kode etik jurnalistik terjadi sebab pengetahuan dan pemahaman terhadap kode etik jurnalistik masih dangkal atau terbatas.
Kasus Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik - Faktor Kesengajaan
- Kasus pelanggaran kode etik jurnalistik terjadi dengan sengaja sebab memang sudah ada niat tak baik sejak awal walaupun mempunyai pengetahuan dan pemahaman tentang Kode Etik Jurnalistik.
- Kasus pelanggaran kode etik jurnalistik terjadi secara disengaja sebab tak mempunyai pengetahuan dan pemahaman nan memadai tentang Kode Etik Jurnalistik. Selain itu, ada niat tak baik sejak dari awal.
- Kasus pelanggaran kode etik jurnalistik terjadi secara disengaja sebab adanya persaingan pers nan begitu ketat. Akibatnya, muncul keinginan buat mengalahkan para saingan di antara sesama jurnalis secara tak wajar dan tak pantas. Akhirnya, terciptalah sebuah warta nan tak sinkron dengan Kode Etik Jurnalistik.
- Kasus pelanggaran kode etik jurnalistik terjadi secara disengaja sebab pers hanya digunakan sebagai "topeng" atau kamuflase buat melakukan tindak kriminalitas. Perbuatan ini sudah berada di luar wilayah jurnalsitik.
Itulah faktor dan kasus pelanggaran kode etik jurnalistik nan terjadi di global jurnalistik Indonesia.