Hikayat Cabai Rawit
Cerita rakyat selalu menyuguhkan kesannya tersendiri. Selalu juga memberi sebuah pelajaran berharga nan pengemasannya berbeda dengan cerita-cerita jenis lain. Salah satu cerita rakyat nan seharusnya dikenali oleh masyarakat rumpun melayu ialah cerita rakyat Melayu klasik . Mengenai hal ini, rasanya tak ada banyak tahu, apalagi para generasi internet.
Bercerita afdolnya diketahui melalui ungkapan kata-kata nan keluar dari mulut pencerita. Namun, di zaman nan serba canggih ini, di zaman nan serba internet ini, cerita-cerita legenda atau cerita rakyat tersebut dapat dinikmati melalui laman demi laman internet. Permasalahannya adalah, bagaimana keadaan minat baca generasi sekarang ini?
Hal nan paling krusial dari ini semua ialah antusias. Rasa ingin tahu terhadap cerita-cerita tersebut. Apakah besar atau tidak. Kenyataanya, hiburan di zaman sekarang ini sudah sangat lebih bervariasi.
Mereka mungkin tak akan tertarik jika harus membaca cerita-cerita rakyat, apalagi cerita rakyat klasik. Masih banyak hiburan nan lebih enak dinikmati sinkron dengan zaman . Begitu kira-kira.
Tetapi, bukan berarti cerita klasik ini tak memiliki peminat. Ada beberapa nan kebetulan penasaran dan ada banyak lagi nan mencari tahu tentang cerita rakyat klasik ini sebab tugas dari sekolah atau kampus. Apapun tujuannya, dalam skala itu, sedikit informasi tentang cerita rakyat akan bisa dinikmati.
Berbicara tentang cerita rakyat, Indonesia cukup banyak memilikinya. Ada Sangkuriang, Lutung Kasarung, Timun Mas, dan Bawnag Merah Bawang Putih. Cerita-cerita rakyat tersebut sudah melegenda di telinga masyarakat Indonesia.
Berbeda halnya dengan cerita dari Melayu klasik. Tidak banyak nan mengetahui hal tersebut. Padahal, cerita Melayu juga “seharusnya” menjadi cerita nan juga akrab di kalangan masyarakat Indonesia.
Mengingat Indonesia juga ialah negara nan termasuk rumpun melayu. Berikut ini ialah beberapa cerita rakyat Melayu klasik nan sudah banyak dimuat dalam beberapa media.
Hikayat Cabai Rawit
Di zaman dahulu, dikisahkan hayati sepasang suami istri. Kehidupan mereka sangat sederhana. Rumah pun hanya beratapkan rumbia dan berlantaikan tanah. Satu-satunya mal mereka ialah tikar pandan sebagai alas duduk sekaligus tidur.
Tetapi, kekurangan tersebut tak membuat keduanya bertengkar atau apapun. Sepasang suami istri ini hayati senang dengan segala kesederhanaan mereka.
Namun, ada satu hal nan membuat pasangan ini selalu bersedih. Adalah kehadiran momongan nan belum juga datang. Percakapan penuh iba terjadi di antara mereka.
Sang suami berujar, “Kenapa, kita belum juga dipercaya buat menimang momongan ya, istriku? Padahal, rasa-rasanya saya selalu menghindarkan diri dari sikap-sikap jahat. Aku mengharamkan diriku buat mencuri, walau terkadang, kau tak punya beras buat dtanak.”
Tidak kalah pasrah, sang istri pun menjawab, “Aku pun demikian, selalu menghindari hal-hal dursila dan tak pernah meninggalkan ibadah. Entahlah.” Sejurus kemudian, sang suami kembali berujar, “Mungkin, ibadah kita masih kurang.
Tengah malam nanti, kita tahajud bersama, ya?” Sang suami mengajak istri buat beribadah malam. Tanpa ragu, sang istri pun mengiyakan.
Tanpa kembali mengiyakan ajakan sang suami, sang istri tersebut berujar, “Jika seandainya, doa kita terkabul dan kita dikaruniai anak, akan saya rawat dengan baik walaupun anak itu hanya sebesar cabai rawit.”
Mungkin benar, ucapan ialah doa. Bagi Anda nan tak percaya hal tersebut, cerita ini dapat menjelaskannya. Karena, setelah berkata seperti ini, beberapa minggu kemudian, wanita ini merasakan mual-mual.
Tidak seperti hamil pada umumnya, perut wanita dalam hikayat ini tak membesar. Sehingga, ia sendiri tak menyadari bahwa sesungguhnya ia tengah hamil.
Hingga akhirnya di suatu subuh, pasangan ini akhirnya dikaruniai seorang putri. Namun, alangkah terkejut ketika bayi nan lahir ternyata sahih hanya sebesar cabai rawit.
Sesungguhnya, orangtua mana nan tak sedih jika mendapati keturunannya tak sempurna. Pun demikian dengan pasangan suami istri ini. Tetapi, sebab ini lah nan sudah lama dinantikan, mereka menerimanya dengan ikhlas.
Hingga Cabai Rawit tumbuh dewasa, badannya tak ikut tumbuh. Ia hanya sebesar cabai rawit. Meski demikian, ia rajin membantu ayahnya sebagai kuli angkut di pasar. Hingga, akhirnya sang ayah meninggal dunia.
Tidak tega melihat ibunya nan terus menangis, meratapi kepergian ayahandanya, Cabai Rawit berinisiatif buat menggantikan peran ayah sebagai tulang punggug keluarga.
Kekhawatiran tentu saja menghinggapi wanita itu, risi jika anaknya terinjak oleh orang-orang nan berlalu lalang. Dengan penuh kesabaran dalam meyakinkan, akhirnya, Cabai Rawit diizinkan buat pergi ke pasar sebagai buruh angkut.
Setibanya di depan pasar, Cabai Rawit hampir tergilas oleh pedagang pisang nan hendak mengantarkan pisang-pisangnya ke pasar. Sontoh Cabai Rawit berteriak. Mengatakan bahwa ia hampir mengenai dirinya. Karena bentuknya nan kecil, pedagang pisang tersebut tak dapat menemukan Cabai Rawit.
Pedagang itu pun lari terbirit-birit sebab menyangka bahwa suara tersebut ialah suara hantu. Karena sayang, Cabai Rawit kemudian membawa pisang-pisang itu ke rumah buat santapan.
Keesokan paginya Cabai Rawit kembali ke pasar buat bekerja. Namun lagi-lagi, ia hampir saja terancam. Kali ini oleh pedagang beras. Kembali ia marah. Dan kembali pula pedagang beras itu lari sebab mengira bahwa suara Cabai Rawit ialah suara hantu. Beras-beras nan ditinggalkan pedagangnya pun dibawa pulang oleh Cabai Rawit.
Kehidupan Cabai Rawit dan ibunya pun perlahan membaik. Mereka berdua tak kekurangan bahan pangan . Kesejahteraaan Cabai Rawit dan ibunya membuat para tetangga heran. Mana mungkin dapat hayati dengan sejahtera tanpa bekerja. Tetangga-tetangga pun beramai-ramai mengunjungi rumah si Cabai Rawit.
Sesampainya di rumah Cabai Rawit, para warga nan dipimpin oleh Kepala Kampung beteriak ke arah dalam rumah. Mereka menuduh bahwa ada sesuatu nan tak beres terjadi pada Cabai Rawit dan ibunya.
Hingga akhirnya, ibunda Cabai Rawit menjelaskan segalanya. Setelah sebelumnya Cabai Rawit berteriak dari dalam rumah buat tak mengganggu ibunya.
Mendengar cerita dari wanita itu, para warga berubah menjadi simpatik. Mereka merasa kasihan dengan nasib Cabai Rawit. Akhirnya, para tetangga itu pun berbalik membantu.
Mereka bergotong-royong membenarkan rumah Cabai Rawit nan sudah sangat tak layak. Selain itu, mereka juga membantu buat memenuhi kebutuhan Caba Rawit dan ibunya.
Cerita rakyat berasal dari Melayu klasik bukan hanya tentang Hikayat si Cabai Rawit ini. Ada banyak cerita rakyat lain nan menarik buat disimak.
Sebagian besar, cerita rakyat nan berasal dari Melayu ini bercerita tentang perjalanan hayati seseorang dalam menghadapi dan menjalani kehidupannya. Dan selalu ada nilai positif atau pelajaran nan diberikan oleh cerita-cerita dari ranah Melayu tersebut.
Dari cerita nan disuguhkan, sebagian besar memang patut buat dijadikan pelajaran berharga bagi kehidupan. Karena Indonesia juga termasuk dalam rumpun melayu, jalan cerita atau pengemasan ceritanya pun senada. Yakni tentang pelajaran hayati nan berharga. Tentang sebuah perjuangan atau pengorbanan nan buahnya akan selalu manis.
Menceritakan jenis cerita seperti ini kepada anak-anak sangat baik bagi pertumbuhan psikologisnya. Mereka akan mendapatkan pelajaran berharga tanpa merasa digurui. Oleh sebab itu, tak ada salahnya jika Anda nan mungkin sudah berstatus menjadi orangtua, mengetahui cerita-cerita bermanfaat seperti ini.