Jenis Pantun
:
Beragam cara dilakukan orang buat mengutarakan apa nan dipikirkannya. Ia dapat berbicara langsung pada orang nan dituju, berbicara melalui media sosial, menulis pada sebuah catatan, atau bertindak sesuatu misalnya menangis atau tertawa. Lantas mana nan Anda pilih? Pernahkah Anda mengutarakannya melalui pantun? Apalagi pantun tentang teknologi ?
Pantun
Anda tahu pantun ? Mungkin banyak dari kita mengenalnya melalui guyonan-guyonan para pelawak di televisi. Kebanyakan lontaran pantun ini sukses menggelak tawa para penontonnya. Melalui media ini, tidak sporadis kita mengaitkannya dengan budaya masyarakat tertentu, Betawi misalnya.
Pantun dalam konteks guyonan ini tidak lain bersifat menghibur penontonnya. Semakin penonton tergelak tawanya semakin pantun itu dianggap sukses. Para pelawak sebisa mungkin merangkai kata sinkron dengan kondisi nan terjadi pada saat itu. Misalnya, saat diledek oleh pelawak lain, kita sering melihat sang korban melayangkan pantun buat membalas ledekan. Apakah hal ini luar biasa? Saya rasa iya, sebab tak mudah merangkai kata menjadi kalimat bermakna apalagi menimbulkan gelak tawa.
Melalui pantun kita dapat menilai kemampuan seseorang dalam berbahasa. Kemampuan berbahasa seseorang bisa terlihat salah satunya saat ia merangkai kata-kata menjadi kalimat. Kita pun tidak sporadis mendengar pendapat nan mengatakan kepandaian seseorang bisa diukur saat ia berkata-kata.
Baik kata-kata itu disampaikan secara lisan maupun tulisan. Kebanyakan dari kita pun seringkali mengaitkan kemampuan berbahasa dengan taraf intelektualitas. Pendapat ini tak sepenuhnya salah sebab di antara majemuk fungsinya, salah satu fungsi bahasa adalah buat meningkatkan kemampuan intelektual seseorang.
Keberadaan bahasa tidak lepas dari peran pentingnya sebagai alat berkomunikasi. Bayangkan sulitnya manusia nan satu buat sekedar menyatakan apa nan dipikirkannya pada manusia lain bila tidak ada bahasa. Atas dasar ini maka manusia dan bahasa merupakan kesatuan nan tak bisa dipisahkan.
Mungkin bagian paling krusial dari keberadaan manusia adalah kapasitas menciptakan dan menggunakan bahasa buat berkomunikasi. Bahasa nan ditemukan dalam semua kebudayaan merupakan sistem bunyi nan bila digabungkan menurut anggaran eksklusif bisa memiliki arti nan daoat ditangkap oleh semua orang nan berbicara dalam bahasa itu. Inilah nan dimaksud dengan kenyataan bahasa.
Terdapat beberapa sifat bahasa nan hakiki, yakni: sistematik , arbitrer, berupa ujaran, simbol nan kompleks, mengacu pada dirinya, mampu menjelaskan aturan-aturan buat mempergunakan dirinya, manusiawi, dan merupakan alat komunikasi.
Lalu benarkah bahasa itu bisa diperlihara? Benar. Salah satunya melalui pewarisan tradisi lisan nan dikenal sebagai folklor. Para pakar folklor menyepakati bahwa folklor merupakan sebagian kebudayaan berupa sastra lisan. Clifford Geertz mendefinisikan folklor sebagai kebudayaan nan dibangun dari bahan sosial.
Yakni hasil abstraksi dari pengelaman sosial suatu masyarakat. Ia bersifat reflektif dan reaktif. Di dalamnya terdapat gabungan pengalaman konkret dan imajinasi atau bisa berupa pesan dan renungan pengalaman. Pantun sebagai tradisi lisan nan diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya merupakan salah satunya.
Kita mengenal pantun bukan hanya melalui guyonan di televisi. Kita mengenal pantun sejak duduk di bangku sekolah dasar. Rasanya sejak masa sekolah dasar, guru bahasa Indonesia berkali-kali memaparkan mengenai pantun. Hanya saja kita seringkali melupakannya. Kita kadangkala merasa kesulitan buat menjawab pertanyaan semacam “Apa karakteristik pantun? Lalu bagaimana bentuk pantun itu? Apakah pendapat aku benar?
Mengenal Pantun Lebih Jauh
Kita mengenal pantun sebagai bagian dari puisi lama. Ia memiliki fungsi salah satunya sebagai pemelihara bahasa. Melalui pantun, seseorang bisa memahami makna kata. Ia pun akan tersadar bahwa kata-kata bisa dirangkai buat menghasilkan makna tertentu.
Pantun sendiri sebenarnya telah dikenal lama oleh masyarakat Indonesia. Berbagai suku bangsa mengenal pantun dengan nama beragam. Pada masyarakat Minangkabau, pantun dikenal dengan nama patuntun, nan berarti “pentuntun”. Dalam masyarakat Sunda, dikenal nama paparikan nan bisa diartikan sebagai pantun. Masyarakat Bali mengenal pantun dengan nama guguritan. Sementara pada masyarakat Betawi, pantun tetap disebut pantun.
Terdapat karakteristik suatu puisi lama bisa dikatakan pantun. Karakteristik nan dimaksud ialah: 1) Terdiri minimal empat baris. 2) Baris pertama dan ke dua ialah sampiran. Sementara baris ke tiga dan ke empat ialah isi pantun. Fungsi sampiran menurut Sutan Takdir Alisjahbana adalah buat menyiapkan rima dan irama.
Hal ini berguna buat mempermudah pendengar memahami isi pantun. Terlebih sebab pantun merupakan bagian dari sastra lisan. 3) Dalam setiap baris terdapat depalan hingga dua belas suku kata, dan 4) Memiliki sajak ab-ab.
Secara umum, terdapat kegunaan dalam sebuah pantun. 1) sebagai syair lagu, 2) sebagai selingan latif dalam tuturan lisan, 3) sebagai selingan dalam tulisan prosa, 4) sebagai ucapan selamat kepada seseorang, dan 5) sebagai sindiran, nasihat, dan sebagainya.
Jenis Pantun
Pantun sendiri memiliki jenis nan beragam. Misalnya pantun jenaka, pantun nasihat, pantun agama, pantun adat, pantun kiasan, pantun percintaan, dan sebagainya.
Pantun Teknologi
Pantun sebagai jenis puisi lama hingga kini bertahan. Ia hadir menyesuaikan diri dengan berbagai perkembangan di masyarakat. Penggunaannya terus menggaung dalam kehidupan sehari-hari. Apa nan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat, nan tengah bergulir, dibuat menjadi sebuah pantun. Teknologi sebagai hal nan tak bisa dilepaskan dari kehidupan masyarakat, tidak ayal diikutsertakan dalam suatu pantun.
Kita kemudian mengenal pantun tentang teknologi . Pantun ini tidak lain berciri khas penggunaan kata-kata nan berhubungan dengan teknologi. Sebarapa luas pengetahuan kita mengenai teknologi, salah satunya tercermin dalam penggunaan kata-kata nan menyangkut teknologi. Salah satunya melalui sebuah pantun. Majemuk kata nan berhubungan dengan teknologi bisa kita rangkai dalam untaian isi pantun. Misalnya:
Kak Iman lagi jalan di taman
Di taman banyak kupu-kupu beterbangan
Marilah teman dan juga kawan
Perbanyak wawasan daripada facebook-an
Atau
Sunyinya malam di taman
Sunyi sekali membawa angin pagi
Marilah mitra dan juga teman
Carilah informasi dan jauhi pornografi
Pantun teknologi memiliki makna beragam. Pada contoh pantun pertama di atas misalnya. Sang pembuat pantun mengajak kita, para pembaca nan ia sebut dengan kata “ Teman dan Kawan”, buat tak melulu berkutat dengan media sosial facebook. Ia mengajak kita buat memperluas wawasan dibandingkan terus facebok-an.
Dalam hal ini pantun bermakna sebagai kritik soal atas kesamaan kita berkecimpung dalam media sosial dibandingkan dengan memperluas wawasan. Seseorang nan memahami apa itu facebook tidak segan menggunakannya sebagai kata dalam pantunnya.
Pada contoh kedua. Sang empunya pantun mengajak kita buat terus mencari informasi dan menjauhi pornografi. Ia bermaksud mengkritik pihak-pihak nan melulu mencari hal-hal berbau pornografi. Sementara pornografi sendiri merupakan hal nan dilarang.
Dalam hal ini, pada umumnya pantun merupakan wahana penyampai pesan kepada khalayak. Pada kasus penggunan kata bertema teknologi, terdapat pesan agar teknologi hendaknya dimanfaatkan sebagaimana seharusnya.
Berdasarkan gambaran di atas, setujukah Anda bila penggunaan kata-kata baik itu dalam pantun atau bentuk pengungkapan lainnya terkait erat dengan kemampuan seseorang dalam berbahasa?