Laporan Keuangan
Apa nan dimaksud dengan akuntabilitas keuangan daerah ? Dalam menggiring sebuah negara terbelakang menjadi negara berkembang dan negara berkembang menjadi negara maju, dibutuhkan banyak aspek sebagai penyokong. Aspek sosial, budaya, ekonomi, keamanan dan politik ialah beberapa diantaranya nan menjadi titik fokus pemerintahan. Untuk dapat menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik, ada satu aspek primer penyokong yaitu aspek ekonomi.
Dalam ekonomi, terdapat sistem perhitungan belanja dan pemasukan negara yaitu akuntansi pusat. Sistem ini membawahi beberapa sistem akuntabilitas keuangan daerah. Negara kita, Indonesia tercinta, termasuk negara berkembang nan menganut sistem perhitungan keuangan negara ini.
Munculnya sistem akuntabilitas keuangan daerah di Indonesia dimulai sejak negara kita mengenal akuntansi pemerintahan. Ketika Indonesia merdeka, Pemerintah hanya memiliki perangkat sederhana pengatur keuangan berupa catatan dalam buku kas. Buku ini berisi catatan pemasukan dan pengeluaran nan dituliskan secara sederhana. Selain buku kas, terdapat buku lainnya nan berfungsi sebagai data laporan keuangan kepada superior secara bertahap. Karena dikerjakan seperti ini, maka disebut dengan tata buku kameral.
Sejak akhir tahun 1949 setelah penyerahan kedaulatan oleh Belanda, Indonesia masih menganut tata cara Belanda dalam segala hal termasuk sistem keuangan negara. Tercatat sampai tahun 2004 saja negara kita ini masih terpaku pada ICW atau Indische Comptabiliteitwet Staatsblad, yaitu undang-undang perbendaharaan nan dibuat tahun 1925.
Padahal, ICW sendiri sudah dinyatakan tak berlaku sinkron BAB XI Pasal 37 Undang-Undang No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara nan ditetapkan pada 5 April 2003. Kemudian pada 14 Januari 2004 dibuat undang-undang No.1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara pada Bab IV Pasal 72 buat menegaskan hal nan sama.
Akhirnya Pemerintah Pusat mulai menyusun aturan tahun 2004 nan diberi nama Laporan Keuangan Pemerintah Pusat atau LKPP akhir tahun sinkron dasar hukum UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara dan Keputusan Menteri Keuangan RI No. 337/KMK.012/2003 tentang Sistem Akuntansi dan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat.
Pedoman nan resmi dalam menyusun laporan ini ialah SAP atau Baku Akuntansi Pemerintahan. SAP nan dibuat oleh Komite Baku Akuntansi Pemerintahan atau KSAP meski sudah digunakan terlebih dahulu ternyata baru ditetapkan pada 13 Juni 2005 berdasarkan PP No. 24 Tahun 2005.
Dalam sistem laporan keuangan nan baru ini, terdapat komponen baru, yaitu Neraca Keuangan. Fungsi Neraca Keuangan ialah buat melihat secara rinci kekayaan dan utang negara. Di dalamnya juga terdapat data transaksi sebelumnya seperti aset dan kewajiban pada aturan pemerintah.
Menurut PP 38 tahun 2007 Pasal 1 ayat 5, dalam rangka melindungi, melayani, memberdayakan dan mensejahterakan masyarakat, Pemerintah menyelenggarakan sejumlah urusan pemerintahan nan menjadi hak dan kewajiban setiap strata pemerintahan dalam mengurus dan mengatur kewenangannya.
Dalam melaksanakan urusan satu ini, pemerintah pusat dan pemerintah daerah membutuhkan sumber daya ekonomi berupa uang, bangunan, tanah, pajak, retribusi dan lain-lain. Sumber daya ekonomi seperti pajak dan retribusi bisa ditarik dari dana pribadi masyarakat nan juga dapat dipakai pemerintah dalam menyelenggarakan pemerintahannya.
Setelah selesai melakukan urusan tersebut, pemerintah pusat maupun daerah wajib memberikan laporan keuangan tertulis nan kemudian akan diperiksa oleh forum tinggi Negara nan independen dan telah ditunjuk sebelumnya.
Sesuai Undang-Undang No.15 tahun 2006 Pasal 6 ayat 1, BPK atau Badan Pemeriksa Keuangan memiliki tugas buat memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab dalam bidang keuangan negara nan telah dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan Forum Negara lain seperti BUMN (Badan Usaha Milik Negara), Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Daerah, Badan Layanan Generik dan badan lain nan juga mengelola masalah keuangan negara.
Laporan Keuangan
Laporan keuangan pada sistem akuntabilitas keuangan daerah maupun pusat berisi bagian-bagian krusial secara berurutan seperti :
1. Neraca Keuangan
Pada bagian ini terdapat catatan keuangan dalam kas negara atau daerah secara terperinci dengan mencantumkan tanggal transaksi. Isi dari neraca keuangan ini diantaranya berupa total aset, jumlah hutang, dan ekuitas dana atau seluruh kekayaan pemerintah tanpa terkecuali.
2. LRA atau Laporan Realisasi Anggaran
Pada bagian ini berisi rincian aturan sinkron kelompoknya masing-masing yaitu pendapatan negara atau pemerintah, belanja negara atau pemerintah, penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.
3. Laporan Arus Kas
Dalam bagian ini terdapat informasi mengenai jalannya kas nan masuk dan keluar ke dan dari Kas Negara atau Kas Daerah. Arus kas ini dijelaskan dalam bentuk laporan mengenai aktivitas operasi, aktivitas investasi non keuangan, aktivitas pembiayan, dan aktivitas non anggaran.
4. Catatan Laporan Keuangan
Bagian ini berisi klarifikasi dan analisa terhadap angka-angka nan tercantum dalam Neraca, LRA dan Laporan Arus Kas.
Sistem akuntansi pemerintah pusat dan daerah ada nan mengaturnya. Peraturan Menteri Keuangan mengatur sistem akuntansi pemerintah pusat. Sedangkan Peraturan Kepala Daerah seperti Walikota, Bupati dan Gubernur nan mengatur sistem akuntansi daerah. Dalam menyampaikan laopran keuangan dilampirkan pula bukti-bukti transaksi nan telah melalui proses akuntansi. Proses tersebut melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
- Menganalisa dokumen bisnis atau transaksi usaha.
- Pencatatan jurnal analisa dokumen bisnis tersebut berdasarkan kronologinya.
- Jurnal tersebut lalu diposkan ke akun nan tepat dalam buku besar dan buku tambahan lain.
- Penyusunan neraca saldo dari akun pada buku besar.
- Pembuatan ayat jurnal penyesuaian nan kemudian diposkan pada buku besar.
- Penyususnan laporan keuangan.
- Penutupan rekening sementara.
- Buku besar ditutup lalu disusunlah Neraca Saldo.
Akuntabilitas keuangan daerah dari tahun 2004 – 2007 menurut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tak menunjukkan perubahan nan baik secara signifikan. Anwar Nasution, Ketua BPK mengungkapkannya setelah melihat persentase Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Sampai tahun 2007, BPK belum menerima 32 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Selain itu, terdapat 161 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah masih dalam proses akhir pemeriksaan.
Untuk mengatasi masalah ini, BPK telah menyiapkan langkah-langkah pemugaran agar buruknya transparansi keuangan dan akuntabilitas daerah dapat diselesaikan. Mereka berharap action plan ini juga dapat memperbaiki kinerja holistik forum nan telah ditunjuk buat melaporkan kondisi keuangan ini.
Langkah-langkah pemugaran nan telah disiapkan BPK meliputi sistem pembukuan, sistem pelaksanaan komputer nan digunakan, inventarisasi aset dan hutang, waktu penyusunan laporan keuangan, inspeksi dan pertanggungjawaban anggaran, QA (Quality Assurance) terhadap sumber daya manusia dan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah nan dilakukan oleh pengawas intern.
- Perlunya ditandatangani management representative letter oleh pemerintah daerah pada setiap inspeksi keuangan nan dilakukan BPK.
- Pemerintah daerah harus dapat menentukan kapan saatnya mencapai ‘opini wajar’ tanpa terkecuali dengan cara menyusun action plan nan meliputi : tindakan nan diambil, bidang nan perlu diperbaiki, misi, siapa nan melakukan dan kapan waktunya.
- Perbaikan sistem keuangan daerah dan pelaksanaan komputer dengan menggandeng forum lain seperti universitas setempat dan BPKP.
- Mendorong perombakan struktur badan-badan keuangan nan ada.
- Pembentukan panitia akuntabilitas publik oleh DPR.
- Pengawasan koordinasi antara Depkeu, Departemen Teknis dan Depdagri dalam menyusun desain nan niscaya tentang swatantra keuangan daerah.
Nah, itulah klarifikasi mengenai akuntabilitas keuangan daerah. Akuntabilitas keuangan daerah sangat penting. hal ini buat mencegah terjadinya hal-hal nan tak diinginkan, seperti korupsi.
Semoga klarifikasi nan disampaikan bermanfaat.