Komedi Segar, Bertabur Bintang

Komedi Segar, Bertabur Bintang



Pernikahan Sebagai Tema Film

Pernikahan cukup sering menjadi inspirasi dalam film. Pernikahan masih menjadi sesuatu nan sakral di negeri ini. Walaupun usia pernikahan semakin lama semakin bergeser, kebanyakan orang tetap berpendapat bahwa pernikahan itu ialah sesuatu nan penting. Hal ini tak dapat dihindarkan sebab kebanyakan orang Indonesia merupakan penganut agama Islam. Dalam Islam, pernikahan itu ialah sesuatu nan sangat dianjurkan. Tidak mengherankan kalau masih banyak orang nan berharap dapat menikah walaupun telah telat.

Bukan hal nan aneh kalau menemukan pasangan nan menikah pada usia 40 tahun. Itulah mengapa banyak film bertemakan pernikahan. Tema itu mulai dari kontradiksi mengenai mahar atau mas kawin hingga persiapan pernikahan nan terkesan begitu ribet. Yang kurang membahagiakan kalau tema tentang pernikahan itu menyerempet tentang seks. Kata-kata nan digunakan dalam percakapan di dalam film itu dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat.

Kini bukan hal nan tabu lagi ketika dua orang laki-laki dan perempuan nan telah sama-sama menikah menggunakan kata-kata nan lebih pantas diucapkan kepada suami atau istri mereka sendiri. Mereka bahkan tak merasa risih mengucapkan kata-kata nan tak senonoh itu. Hal tersebut malah dijadikan guyonan sehari-hari di loka kerja atau di loka serikat lainnya. Akhirnya nan terjadi ialah adanya perselingkuhan nan dianggap terjadi sebab kecelakaan. Padahal perselingkuhan ini merupakan dosa besar dan sangat besar.

Pembuat film mungkin tak menyadari bahwa apa nan dibuatnya dapat mempengaruhi pikiran orang lain. Kalau mereka menyadari bahwa film dapat digunakan sebagai huma investasi pahala, mungkin mereka tak membuat film nan menyesatkan. Alangkah baiknya kalau tema film mengenai pernikahan itu terlihat menyejukan dan tak membuat orang buat meniru sesuatu nan tak benar.

Tema tentang pernikahan ini bagus asalkan tak dijadikan sebagai sandaran buat membuat gambar nan menampilkan interaksi laki-laki dan perempuan nan melampaui batas. Seperti Film tentang Kawin Kontrak nan terlihat lucu tetapi sebenarnya tetap saja mengeksploitasi sesksualitas. Sekarang ada film baru nan bertemakan pernikahan, Operation Wedding. Film ini terlihat menampilkan guyonan tetapi coba perhatikan baju pemain wanitanya.

Pakaian mereka begitu mini dan tak pantas dikenakan di negara seperti Indonesia nan masih menjunjung tinggi kesopanan. Semakin hari baju kaum wanita apalagi nan berstatus seniman semakin ketat dan semakin mini. Mereka seolah tak malu memamerkan paha dan bagian tubuh lainnya. Mereka tak mau disentuh tetapi malah menantang orang lain buat menyentuhnya. Mereka takut digoda tetapi seperti menggoda banyak orang. Inilah kenyataan nan sangat mengerikan. Kalau hal ini semakin menjadi, maka bangsa ini akan menjadi bangsa nan tak karuan.

Lihatlah apa nan terjadi dengan Agnes Monika. Ia berpakaian seperti seorang wanita nakal nan menjajahkan tubuhnya. Entah apa nan ada di kepala Agnes Monika mengenakan baju sangat terbuka di ajang pemberian penghargaan internasional. Ia membuat malu bangsa ini dan buakn membuat bangga. Bangsa ini tak membutuhkan generasi nan tak tahu sopan santun dan tak tahu bagaimana cara berpakaian di tengah masyarakat internasional.

Kalau saja dengan baju nan lebih anggun dan lebih tertutup, Agnes Monika niscaya akan menuai pujian. Nasi telah menjadi bubur. Bangsa ini harus bangkit dan memulai segalanya dari awal. Bangsa ini dapat berprestasi tanpa kehilangan jati diri. Global perfilman dapat memulainya dengan menampilkan tema nan lebih nyaman di hati dan bukan tema nan diangkat sebagai topeng semata. Topeng nan memungkinkan adanya adegan nan tak sepatutnya ada.


Film berikut ini juga sebenarnya tak terlalu memberikan tontonan nan dapat menjadi tuntunan. Walau begitu, film ini masih dapat diambil hikmahnya. Bahwa pernikahan itu ialah sesuatu nan sakral dan tak dapat dianggap sebagai sesuatu nan main-main. Persiapan pernikahan memang harus dilakukan dengan serius dan tak main-main. Peranan setiap orang nan ada dalam persiapan pernikahan itu memang krusial termasuk seorang penghulu.

Sebenarnya penghulu itu berperan sebagai orang nan mencatat pernikahan dan bukannya orang nan menikahkan kecuali kalau ia diminta sebagai wali hakim. Yang menikahkan itu ialah wali dari mempelai perempuan. Sedangkan mempelai laki-laki tak harus mempunyai wali. Laki-laki diberi keistimewaan buat dapat menikahkan dirinya sendiri. Yang wajib disiapkan oleh laki-laki ialah mahar atau mas kawin. Tanpa adanya mas kawin, maka pernikahan itu tak akan ada.

Yang menjadi persyaratan pernikahan ialah seorang mempelai wanita dan mempelai laki-laki, wali dari mempelai wanita, mas kawin, dan dua orang saksi nan haruslah laki-laki. Akad nikah itu tidaklah sulit. Tetapi ucapan akad nikah ini akan mengikat selama-lamanya. Tetapi sayangnya didalam film ucapan ini malah dijadikan bahan tertawaan. Kesakralan pernikahan akhirnya terlihat tak terlalu diagungkan lagi. Tentu saja hal ini akan mempengaruhi pemikiran masyarakat tentang pernikahan.



Persaingan Dua Penghulu

Film Kawin Laris mengisahkan seorang penghulu bernama Agus (Zumi Zola). Sejak kecil Agus sudah bercita-cita menjadi penghulu meskipun ditentang oleh orangtuanya. Bagi Agus, pernikahan ialah peristiwa sakral nan harus dimaknai secara mendalam. Sampai disini, konsep pernikahan masih dapat diterima.

Setelah menjadi penghulu, Agus harus menerima fenomena bahwa sebagian besar orang tidak lagi menganggap pernikahan sebagai peristiwa sakral. Jumlah orang nan menikah di kecamatannya menurun drastis sehingga wilayah kerja Agus akan digabung dengan wilayah kerja penghulu kecamatan tetangganya, yaitu Deon (Vincent Club Eighties). Cerita ini juga lumayan masih dapat diterima dan menarik buat disimak kelanjutannya. Dapat jadi bahwa dengan mahalnya biasa pembuatan surat nikah, orang lebih memilih menikah secara sirri.

Pernikahan sirri ini kadang malah disalahgunakan oleh pihak laki-laki buat dengan mudah menceraikan wanita. Tentu saja hal ini bukan sesuatu nan patut dilakukan. Untungnya, film ini tak memperlihatkan penyalahgunaan pernikahan secara sirri. Selanjutnya, film ini menyorot pernikahan dikalangan artis.

Deon terkenal sebagai penghulu nan kerap membantu kasus-kasus para selebritas. Agus membenahi kelas persiapan pernikahannya menjadi lebih unik dan menarik. Konsep baru kelas pernikahan Agus mendapat sambutan antusias dari pasangan nan hendak menikah. Agus semakin populer sehingga Deon dan Mamud (Candil) menejernya cemas. Deon dan Mamud berusaha keras buat menikahkan lebih banyak pasangan calon suami-istri.

Persaingan memuncak manakala Agus dan Deon hendak menikahkan Amanda Alissa (Nana Mirdad), seorang selebritas top nan hendak berumah tangga dengan Pandu Wicaksana (Udjo Project Pop) anak seorang jendral. Terlebih pernikahan itu akan dirayakan secara besar-besaran.

Sayangnya, ketika persaingan tengah memanas, Agus mendapat kabar bahwa orangtuanya akan bercerai. Pernikahan tidak lagi latif di mata Agus. Agus mundur sebagai penghulu, namun Iin (Jill Gladys), salah staf Agus berusaha membatalkan niat itu dengan sebuah kejutan. Iin menghadirkan Pak Dadang, nan telah membantu Agus mewujudkan impiannya sebagai seorang penghulu. Pak Dadang mengajar di kelas persiapan menikah dan Agus kembali diingatkan nilai-nilai luhur sebuah pernikahan.



Komedi Segar, Bertabur Bintang

Film Kawin Laris diproduksi oleh MM INSA Films di bawah arahan pengarah adegan Cassandra Masardi. Selain Zumi Zola dan Vincent Club Eighties, film Kawin Laris juga dibintangi oleh Candil, Nana Mirdad, Ujo (Project Pop), Sujiwo Tejo, Unang, dan Jill Gladis. Semua pemeran film Kawin Laris diperoleh melalui proses casting, dan Zumi Zola juga bertindak sebagai produser film tersebut.

Film Kawin Laris merupakan film kedua Cassandra Massardi setelah Oh Baby. Cassandra terinspirasi membuat film Kawin Laris sebab sering melihat tayangan infotaintment nan menyuguhkan komentar penghulu soal pernikahan diam-diam para artis. Penghulu menjadi juru bicara ketika seniman enggan bersuara. Selain menghadirkan lawak situasi, film Kawin Laris juga menyuguhkan dialog-dialog nakal nan kerap terdengar dalam kehidupan sehari-hari kita dan tak menonjolkan adegan seks.