Menu Mantap dengan Tambahan Penguat Rasa, Sebuah Kontroversi
Siapa nan tak suka dengan rasa makanan nan mantap ? Rasa mantap pada makanan begitu memanjakan lidah bahkan membuat ketagihan. Rasa mantap sendiri tercipta sebab paduan bumbu dan kelezatan bahan kuliner itu sendiri nan berpadu dengan sempurna. Selain itu, kemahiran dalam memasaknya juga ikut berperan. Misalnya apakah dimasak setengah matang, matang sedang atau justru sangat matang.
Tentu selain selera, bahan makanannya sendiri juga ikut mempengaruhi teknik masak, misalnya pada aneka sayuran, akan lebih mantap jika dimasak setengah matang dalam arti masih terlihat segar dan warnanya juga tak pudar. Pun dengan kerenyahan tekstur sayuran tersebut. Daging dan ikan harus dimasak matang buat menghindari bakteri merugikan nan mungkin terkandung di dalamnya dan dapat mengganggu kesehatan.
Sajian Makanan Mantap, antara Variasi dan Rasa nan Kaya
Menyajikan menu kuliner mantap tak hanya berarti enak dan mengenyangkan. Selain memenuhi nilai gizi, menu nan disajikan pun harus variatif buat menghindari rasa bosan, terutama pada anak-anak. Di sinilah tugas seorang penyusun menu keluarga, terutama kaum ibu buat pandai menyiasati menu kuliner nan tak hanya mantap namun cukup nilai gizinya, sehat dan higienis.
Sayangnya, banyak ibu nan belum begitu menyadari bahwa buat menimbulkan rasa mantap itu tak hanya dapat didapat dari penambahan penguat rasa misalnya, nan bila terus dikonsumsi dalam waktu lama apalagi dalam jumlah atau porsi nan besar bisa mengakibatkan berbagai gangguan kesehatan dan nan paling fatal ialah kerusakan otak.
Menciptakan hidangan nan kaya rasa dan mantap memerlukan keterampilan dan wawasan, itu sebabnya para ibu nan memang biasanya bertugas menyiapkan makanan buat keluarga harus cerdas atau setidaknya mengetahui bagaimana menyiasati makanan agar kaya rasa, mantap namun aman. Misalnya dengan penambahan gula pasir atau kaldu ayam, dan penambahan garam nan pas. Jadi tak selalu dengan menambahkan penguat rasa nan dapat membahayakan tubuh terutama pada anak-anak nan masih rentan pertahanan tubuhnya.
Lalu bagaimana dengan variasi makanannya? Variasi makanan sebenarnya tak selalu memakan budget nan besar, nan terpenting ialah kreativitas. Sejauh mana kreativitas bermain? Misal membuat steak nan mantap dari tempe, membuat nugget tahu atau ikan dan sayuran, membuat salad sayuran, membuat otak-otak ikan sendiri, membuat mashed potato dan daging cincang, dan masih banyak lagi variasi makanan mantap lainnya nan tidak kalah mantap.
Menu Mantap dengan Tambahan Penguat Rasa, Sebuah Kontroversi
Jika Anda mendengar atau membaca menu nan mantap, apa nan ada dalam bayangan Anda? Apakah porsinya nan besar ataukah rasanya? Mantap di sini dapat mengandung banyak arti. Tergantung dari sudut mana Anda melihatnya. Namun, banyak orang setuju bahwa menu nan mantap itu justru kombinasi dari keduanya, rasa dan porsi. Penguat rasa atau nan membuat makanan mantap itu biasa kita sebut dengan MSG.
Lalu apa itu MSG sendiri? MSG atau Monosodium Glutamat ialah sebuah zat aditif nan mengandung natrium dan glutamate . Jika terlarut maka kombinasi kedua zat ini menghasilkan cita rasa gurih dan mantap pada makanan. Glutamat atau asam glutamate ialah bahan primer dari berbagai jenis molekul protein nan terdapat dalam makanan bahkan secara alami ada dalam jaringan tubuh kita.
Glutamat sendiri sangat berguna buat proses metabolisme. Secara alami, glutamate ada di ginjal, hati, otot, otak, dan di dalam jaringan. Bahkan glutamate juga terdapat di dalam kandungan ASI ibu nan menyusui. Glutamat juga terdapat di dalam makanan mantap nan kita makan, rata-rata kita dapat mengonsumsi glutamat sebanyak 1 gram dalam setiap harinya.
Dampak Zat Aditif terhadap Kesehatan Manusia
World Health Organization (WHO) dan Food and Agricultural Organization (FAO) mengeluarkan pernyataan tentang ancaman sisa bahan makanan terhadap kesehatan manusia terbagi atas 3 kelompok, yaitu sebagai berikut:
- Kelompok 1 yaitu kelompok toksikologis, di mana bahan makanan dapat saja mengandung racun bagi tubuh.
- Kelompok 2, yaitu kelompok mikrobiologis, di mana mikroba nan terkandung dalam bahan makanan dapat mengganggu saluran pencernaan manusia nan akhirnya dapat menyebabkan berbagai penyakit pencernaan.
- Kelompok 3, yaitu kelompok imunopatologis terhadap kekebalan tubuh, maksudnya sisa makanan bisa mempengaruhi kekebalan tubuh manusia terhadap berbagai penyakit. Akibat negatif zat aditif ini dapat mempengaruhi kesehatan manusia dalam jangka pendek dan jengka panjang.
Dengan perkembangan teknologi nan kian pesat, kualitas pangan pun semakin meningkat, terutama dalam hal kehigienisan, kepraktisan dan nilai ekonomisnya. Di sisi lain, akibat negatif teknologi juga ada. Di antaranya ialah penggunaan zat aditif berbahaya nan terkadang dicampurkan dalam bahan-bahan makanan mantap tersebut.
Walaupun bukan tanpa tujuan penambahan zat aditif ini, sebab ditambahkan guna menguatkan rasa dan meningkatkan kualitasnya, juga menjaga rasa mantap dari bahan tersebut. Sampai sekarang perdebatan atau kontroversi antara produsen bahan makanan dan para pakar gizi serta konsumen dengan pemantap rasa ini terus berlanjut.
Lalu, bagaimana MSG nan dapat membuat makanan tambah mantap ini bermula? MSG ini mulai berkembang dan dikenal sekitar tahun 1960. Namun, sebenarnya MSG dapat dikatakan memiliki latar belakang penciptaan nan panjang.
Berabad-abad orang Jepang menggunakan homogen rumput bahari nan bernama Laminaria Japonica nan berfungsi sebagai penyedap kuliner dan penambah rasa nan sangat mantap. Kemudian, seorang professor dari Universitas Tokyo meneliti jenis rumput bahari ini dan menemukan bahwa kunci kelezatan dan mantapnya terletak pada komposisi asam glutamate nan terdapat di dalamnya.
Penemuan ini sangat krusial sebab semakin melengkapi rasa nan sudah ada, yaitu asin, manis, getir dan asam. Karenanya, rasa pun semakin kaya dan lebih mantap lagi. Pada perkembangannya, MSG kemudian ditambahkan pada berbagai bahan makanan instan dan olahan.
Seperti saus tomat, saus cabe, mayones , produk olahan keju, aneka sosis, produk olahan daging seperti bakso dan nugget , bumbu mie instan, aneka bumbu masak siap saji, kaldu ayam bubuk maupun cair nan siap pakai, dan lain-lain. Pun dengan kuliner rumahan. Berbagai jenis kuliner berbahan dasar sayuran, daging, ikan terasa lebih mantap dengan penguat rasa atau MSG ini.
Bagaimana MSG bisa memengaruhi kesehatan kita? Sebenarnya penambah cita rasa mantap nan bernama MSG ini dikategorikan kondusif atau Generally Recognized As Save (GRAS), khususnya oleh US Food and Drugs Administration (FDA). Forum ini ialah forum semacam BPOM-nya Amerika, sebuah forum nan bertanggung jawab buat mengawasi makanan dan obat-obatan nan beredar di masyarakat.
MSG dikategorikan kondusif dalam batas konsumsi nan wajar. Namun begitu, asam glutamate dan komposisi MSG seperti gamma-asam aminobutrat bisa memengaruhi transmisi signal dalam otak.
Sementara asam glutamate meningkatkan transmisi tersebut, gamma-asam aminobutrat menurunkan transmisi signal ke dalam otak. Karena itulah apabila kita mengonsumsi MSG, secara hiperbola baik dalam porsi penggunaan maupun frekuensinya, bisa mengganggu ekuilibrium peningkatan dan penurunan transmisi signal-signal ke otak, nan lebih parahnya bisa merusak otak.
MSG sebagai zat nan menciptakan kuliner mantap, pada intinya cukup kondusif dikonsumsi jika tak dalam porsi nan berlebihan. Hendaknya konsumsi MSG tak secara langsung dimakan, namun dicampurkan (dilarutkan) dalam makanan.
Walaupun begitu, sebaiknya pemberian MSG supaya kuliner menjadi mantap tak boleh diberikan pada penderita cedera otak, dan penderita cedera kepala lainnya seperti penyakit saraf, terbentur, stroke dan lain-lain. Hal ini dikarenakan pemberian MSG, meski dapat membuat kuliner jadi mantap bisa menyebabkan asam glutamate nan bertumpuk pada jaringan sel di otak nan akhirnya dapat menyebabkan kelumpuhan.
Batasan kondusif buat mengonsumsi MSG per hari ialah 120 mg per kilogram berat badan Anda. Langkah paling bijaksana terhadap penguat rasa ialah meminimalisir penggunaannya atau menggantikannya dengan penguat rasa alami nan lebih kondusif dan mantap.