berubah menjadi
Berpantun merupakan Norma komunikasi nan menimbulkan keakraban juga rasa humor, terlebih jika nan diucapkan adalah pantun lucu . Pantun memang sering digunakan sebagai media komunikasi nan menghangatkan, mengakrabkan, dan juga sebagai bukti diri pergaulan. Hanya saja keidentikan tersebut agak sporadis digunakan pada era 2000-an.
Sebetulnya pada era 90-an pun sudah agak sporadis digunakan sebagai bagian nan tidak terpisahkan dalam pergaulan. Hanya saja pada era 90-an pantun masih banyak digunakan dalam surat karena saat itu (era 90-an) tradisi surat-menyurat dengan teman masih terpola dengan baik. Tradisi menyelipkan pantun dalam surat biasanya terdapat pada awal surat dan akhir surat. Pembuka surat biasanya tidak diawali dengan salam pembuka tetapi diawali dengan pantun.
Begitupun dengan bagian akhir surat nan diakhiri dengan pantun, bukan dengan salam epilog seperti lazimnya. Tradisi surat-menyurat nan kala itu masih kental pada masyarakat kita, terutama kaum remaja, ketika berbalas surat dengan kekasih atau teman dekat, bahkan sahabat pena nan menjadikan pantun sebagai media nan tepat buat mewakili perasaan atau sekadar membuat lelucon dengan pantun lucu .
Terlebih di bagian akhir surat nan biasanya menimbulkan kesan lucu saat pantun nan terdapat dalam surat tersebut ketahui oleh banyak teman dan dibacakan dengan nada ejekan setengah menggoda. Meski pantun nan dibuat bukanlah jenis pantun lucu dan terkesan bernada paksaan namun ketika dibacakan beramai-ramai dapat menjadi lucu efeknya.
Terlebih saat pantun tersebut terdapat dalam surat nan dikirim oleh kekasih. Pantun nan digunakan sebagai salam epilog biasanya menjadi bahan olok-olokan teman-temannya, dan akhirnya terkesan humor sebab dipakai buat menggodai seorang teman nan sedang kasmaran nan disertai dengan tawa riang. Misalnya saja pantun:
Empat kali empat sama dengan enam belas, sempat tak sempat harus dibalas.
Pengertian Pantun Lucu
Pantun lucu adalah pantun nan berisikan tentang lelucon, humor. Terdapat unsur jenaka dari segi isi pantun nan terdapat pada baris ketiga dan keempat. Pantun lucu biasa digunakan atau diucapkan pada saat santai, dalam situasi tak resmi ketika sedang berkumpul dengan kawan-kawan. Namun ada pula pantun lucu nan diucapkan atau dibacakan dalam situasi resmi sebagai penghibur atau jarak agar suasana menjadi nyaman dan tak terkesan tegang.
Misalnya dalam acara seminar buat menghibur peserta sehingga tak merasa jenuh dan mengantuk. Juga dimaksudkan menarik perhatian peserta agar kemudian memberikan perhatian pada hal nan dibicarakan oleh pembicara. Pantun lucu sebagaimana pantun lainnya, setiap baitnya terdiri atas empat baris atau empat larik. Larik pertama dan kedua merupakan sampiran dan larik ketiga dan keempat merupakan isi pantun. Ada pula pantun nan merupakan pantun singkat atau dikenal dengan karmina nan hanya terdiri dari dua bari yakni baris pertama merupakan sampiran dan baris kedua merupakan isi.
Tentu saja ciri-ciri generik pantun pun terpenuhi yakni terdiri atas delapan sampai dua belas suku kata pada tiap lariknya. Juga rima pada akhir larik berpola ab-ab. Sesungguhnya nan dinamakan pola rima ab-ab tidak hanya ditemui pada akhir larik saja, pada akhir suku kata dalam jarak tiap lariknya biasanya pun terdapat pola rima ab-ab.
Pantun Sebagai Jenis Sastra Lama
Pantun lucu (pantun) merupakan jenis sastra lama nan tergolong ke dalam puisi rakyat. Sastra lama penyebarannya melalui berkaitan dengan mulut yakni dari mulut ke mulut, secara lisan. Puisi rakyat, yakni pantun disebarkan secara lisan karena saat itu belum dikenal tradisi menulis. Sastra lisan ini banyak ragamnya, diantaranya syair, pantun, juga mantra (asihan, singlar, jangjawokan, dan sebagainya). Penyebaran sastra lisan dilakukan secara turun temurun, itu sebabnya leluhur kita sangat kuat daya ingat dan simaknya karena saat itu nan diandalkan ialah ingatan buat dapat mengingat kata-kata nan berirama nan dinamakan pantun.
Dalam sastra lisan, terjadi tradisi lisan, yakni tradisi melisankan, menceritakan, mengisahkan, melafalkan, mengujarkan karya-karya sastra. Sastra lisan berupa pantun dan lainnya memiliki beberapa karakteristik yakni penyebarannya dilakukan secara lisan, penyebaran bersifat tradisional (tetap dalam bentuk standar, disebarkan minimal pada dua generasi), bersifat anonim (tidak diketahui pengarangnya), memiliki manfaat (sebagai alat pelipur lara, alat pendidik, protes sosial, atau proyekso keinginan terpendam).
Ciri nan paling menonjol dalam sastra lisan dalam hal ini pantun lucu adalah polos, lugu, dan spontan. Kepolosan, keluguan, dan kespontanan inilah nan membuat pantun lucu benar-benar muncul jenakanya. Pantun lucu memang bermula dan merupakan sastra lama namun kita pun akrab dengan pantun, terlebih dengan pantun lucu nan juga tidak diketahui siapa pengarang pertamanya, meski pantun lucu tersebut merupakan pelesetan dari pantun nan telah ada sebelumnya.
Seperti halnya ketika terjadi disparitas atau perubahan Idul Fitri pada tahun 2011, pantun lucu seputar hidangan khas Idul Fitri pun “mewabah” ke tiap pelosok negeri. Bermula dari pantun:
Karena nila setitik, rusak susu sebelanga
berubah menjadi
Karena hilal setitik, rusak opor sekuali.
Pantun lucu memang kerap berhubungan dengan ejekan. Namun meski berisi dengan nada-nada ejekan, pantun lucu tak terkesan menghina. Unsur humornya memang lebih kental sehingga meskipun bernada mengejek tak menimbulkan rasa sakit hati. Ejekan nan kerap muncul dalam pantun lucu adalah ejekan nan bersifat fisik yakni mengejek seseorang sebab fisiknya.
Misalnya pada orang nan bibirnya sumbing, dibuatlah pantun nan bernada mengejek kesumbingan bibirnya namun tetap memiliki kesan lucu. Seperti halnya pantun berikut nan mengisahkan seorang sinyo (anak turunan Indo Belanda) nan berbibir sumbing. Karena kondisi bibirnya nan sumbing, maka kurang jelas dalam berkata dan agak sulit membedakan apakah ia sedang marah atau tertawa sehingga ditulis pantun sebagai berikut:
Sungguh elok asam belimbing
Tumbuh dekat limau lungga
Ada sinyo tertawa nyaring
Walaupun marah tertawa juga
Adapun pantun lucu lainnya nan secara tak langsung memiliki unsur didaktis, unsur mendidik. Meski pantunnya bersifat lucu, namun terdapat pemaknaan lain nan bisa diperoleh. Seperti pantun berikut ini:
Pohon padi daunnya tipis
Pohon nangka berbiji lonjong
Kalau Budi suka menangis
Kalau tertawa giginya ompong
Pada pantun lucu tersebut, tergambar kelucuan seorang anak nan menangis (sudah niscaya mulutnya terbuka) tetapi terlihat pada deretan giginya terdapat nan ompong. Terlihat lubang nan membuat orang tertawa ketika melihat Budi (dalam pantun lucu tersebut) menangis. Alih-alih temannya simpati terhadap tangisannya, malah tertawa melihat keompongan giginya.
Memang pada anak kecil nan telah bersekolah, biasanya mereka malu jika giginya ompong terlebih pada deretan gigi seri (bagian depan). Keompongan gigi akan menjadi bahan ejekan teman sekelas nan membuat anak merasa malu. Pantun lucu tersebut mengisyaratkan nasihat juga yakni jadi anak janganlah suka menangis. Dapat saja tokoh Budi merupakan anak nan cengeng sehingga ketika dia menangis dan terlihat giginya ompong, dia menjadi malu dan akhirnya menghentikan tangisannya.
Adapun contoh pantun lucu lainnya yaitu nan berbicara mengenai sinyo nan hidungnya tercoreng jelaga (noda hitam nan timbul sebab pembakaran lampu tempel atau obor). Sinyo nan identik dengan paras rupawan, tersohor, dan tergolong kaum kelas atas ternyata mendapatkan aib sebab hidungnya berjelaga sehingga tampak konyol seperti badut.
Ada melinjo dibuat emping
Digoreng dengan minyak kelapa
Ada sinyo tertawa nyaring
Dicoreng hidungnya dengan jelaga
Pantun lucu tidak hanya dibuat buat berbalas pantun lucu. Pantun lucu pun dapat dibuat buat merespon pantun nan diucapkan teman, tapi dirasa kurang lucu. Kelucuan pantun nan disebutkan teman mesti dipancing dengan sebuah aksi, misalnya dengan menggelitik badan barulah akan tertawa sepeti pada pantun berikut:
Ada pocong digebukin kakak tua
Tolong kitikin saya ingin ketawa
Ada pula contoh pantun buat membalas pantun lucu nan dirasa kurang lucu. Pantun tersebut ditulis dalam bahasa daerah Jawa Barat yakni bahasa Sunda, misalnya:
Permen muten permen stroberi
Punten teu hoyong seuri