Banyak Orang Indonesia Bermukim di Suriname

Banyak Orang Indonesia Bermukim di Suriname

Bagaimana sejarah Suriname mengenai orang jawa? Negara republik Suriname nan awalnya bernama Guyana Belanda merupakan negara bekas jajahan Belanda nan merdeka pada tanggal 25 November 1975. Luasnya 163.820 km2 dan memiliki huma nan subur.

Suriname merupakan negara penghasil bauksit (bahan aluminium) terbesar di dunia. Penduduk di Suriname terdiri atas beberapa suku atau ras nan didominasi oleh suku Hindustan (27.4 % dari jumlah penduduk), Creol 17.7 %, Maroon (penduduk asli) 14.7%, Jawa 14.6 %, dan suku-suku kecil, seperti Intheems, China , Kaukasish, Gemend dan lain-lain.

Negara ini berbatasan langsung dengan Brazilia Selatan, Guyana Inggris (barat), Guyana Perancis (timur), dan Samudra Atlantik (utara).

Suriname terbagi menjadi delapan distrik primer (Provinsi), yaitu Paramaribo (ibu kota), Para, Comewijne (konsentrasi primer masyarakat jawa), Coronie , Brokopondo, Samaracca, Nickerie (pusat persawahan dan lumbung padi), dan Marowijne (penghasil tambang utama, bauksit).

80 % daratan di Suriname merupakan hutan belukar nan belum terjamah manusia. Hutan tersebut dihuni oleh berbagai satwa liar dan kaya akan flora dan fauna. Daratan terbagi ke dalam tiga bagian, yaitu daerah sayana, dataran tinggi, dan daerah pantai. Negara ini dipimpin oleh seorang presiden.



Banyak Orang Indonesia Bermukim di Suriname

Sebagian penduduk Suriname merupakan orang jawa nan bekerja di sana. Sekitar tahun 1880 atau pada abad ke-18 mereka sudah berada di Suriname di bawa oleh kolonial Belanda.

Belanda menempuh berbagai cara buat mendapatkan tenaga kerja dari Indonesia, dari mulai dibujuk baik-baik hingga dipaksa, bahkan ada juga nan diculik agar mereka dapat diangkut melalui kapal menuju Suriname.

Belanda melakukan kolonisasi tenaga kerja nan bertujuan membuka huma pertanian demi kepentingannya sendiri. Hal tersebut semacam perbudakan. Tentulah orang Indonesia banyak nan tak setuju dengan sistem ini, apalagi harus berpisah dengan sanak keluarga, namun pada saat itu orang Indonesia masih bodoh, kebanyakan dari mereka buta huruf.

Orang-orang tersebut diperkejakan pada perkebunan gula dan kayu milik Belanda. Tenaga kerja nan direkrut bukan saja orang jawa, namun juga beberapa etnis lain. Semua berbaur menggunakan bahasa Jawa.

Pada saat itu sekitar 32.965 orang Indonesia dikirim ke Suriname, suatu negara kecil di Amerika Serikat. Pada masa perang global 1 para imigran jawa itu ada juga nan bekerja di tambang bauksit. Sebagian lagi dipekerjakan di perkebunan tebu, kopi, coklat dan pada angkatan 77 dipekerjakan dalam pembuatan rel kereta api.

Kebanyakan dari mereka dipaksa dan diculik buat dijadikan buruh kasar. Setelah itu, harus menanda tangan kontrak. Pada akhirnya banyak nan menetap di sana. Sebagian lagi dipulangkan.

Menurut informasi, banyak juga orang Indonesia nan sukses menata hayati di sana, namun nan kurang beruntung masih tetap berladang.Hal ini dikarenakan etnis Kreol Suriname meninggalkan perkebunan, mereka berduyun-duyun pergi ke kota Suriname.

Orang Belanda kehilangan banyak pekerja sehingga mereka merazia dan memaksa orang Indonesia buat dijadikan buruh di sana. Di Suriname orang Indonesia menempati beberapa loka nan nama-namanya tak asing. Untuk mengenang tanah airnya, mereka menggunakan nama-nama di Indonesia, seperti desa Tamansari salah satu nama desa di sana.

Seiring waktu berjalan, banyak orang jawa di Suriname pindah mengikuti keluarga ke Belanda dan bermukim di sana. Baik di Suriname, maupun di Belanda bahasa nan digunakan ialah bahasa jawa, dan digunakan buat berinteraksi dengan sesama mereka. Hanya berbeda dialek dan logat sebab pengaruh bahasa Belanda.

Jika didengarkan tak asing lagi ditelinga kita. Bahasa jawa Suriname menggunakan dialek keddu . Program transmigrasi ini dianggap sukses. Sampai sekarang keturunannya masih berada di sana.

Menurut sejarah Suriname ada beberapa pejabat pemerintahan dan tentara nan berasal dari etnis jawa. Bahkan nama-nama di sana menggunakan nama-nama Indonesia, termasuk nama partai.

Sampai kapan pun mereka mengakui jika mereka orang Indonesia. Tidak menutup kemungkinan suatu hari nanti presiden Suriname merupakan orang Jawa.

Dalam buku Gegevens Over de Javaanse Immigranten dan Historische Database Van Suriname (Data Imigrasi Orang Jawa, dan Data Sejarah Suriname) terdapat daftar imigran nan berasal dari jawa lalu pindah ke Suriname.

Dalam daftar nama tersebut berisi informasi berupa mengenai nama imigran, nama orang tua, usia saat diberangkatkan, jenis kelamin, tinggi badan, agama, interaksi pekerja dengan pekerja lainnya, loka tinggal terkahir, loka keberangkatan, perusahaan nan mempekerjakan, tanggal tiba di Suriname, forum perekrut dan lain-lain.

Buku tersebut diterbitkan sebab ide nan muncul dari Institut Riset Ilmu Sosial Universitas Suriname dan Amrit Consultancy.

Pada awalnya kedua buku tersebut diterbitkan dengan maksud menyimpan informasi imigran Hindustani ke Suriname, tetapi ketika dalam proses penulisan muncul inspirasi nan menuliskan informasi terkait orang-orang nan pergi menuju daerah jajahan. Dikirim kolonial Belanda ke daerah jajahannya.

Sangat menakjubkan memang, buku ini memuat lengkap data mengenai puluhan ribu orang Indonesia nan 114 tahun lalu menjadi pekerja dan bermigrasi ke Suriname.

Dalam buku itu pun disebutkan bahwa sebanyak 26 persen imigran atau sekitar ribuan orang telah kembali ke kediamannya masing-masing pada 1954. Mereka nan sudah merasa betah tinggal di sana menjadikan Suriname kampung halamannya.

Ada sebuah cerita dari seorang pemuda nan bernama Suwarto Mustaja, ia ialah seorang pria Jawa Suriname nan gigih memperjuangkan nasibnya buat dapat kembali ke tanah air. Namun setelah merdeka dan ada kesempatan, ibunya melarangnya buat pulang ke negeri asalnya (Indonesia).

Dengan perasaan sedih, ia terpaksa tinggal dan menetap di sana.Dalam kontraknya mereka bekerja buat lima tahun, namun pada kenyataanya mereka harus bekerja seumur hidup.

Kini keturunan mereka banyak nan berhasil menjadi pedagang di sana. Kisah berhasil Jeniffer (imigran jawa ), seorang ibu dengan satu anak nan sukses mengelola kafe dan hotel miliknya di Suriname.

Ia memilki hotel nan canggih dan modern, kafe serta pusat perbelanjaan di ibu kota Negara Paramaribo, istri dari pemuda bernama Azis ini termasuk orang nan beruntung dibandingkan imigran jawa lainnya.

Paramaribo jauh lebih sempit daripada Jakarta, namun nampak keeksotikannya dengan bangunan Belanda nan mendominasi.

Setelah Indonesia dan Suriname sama-sama merdeka, mereka menjalin interaksi baik, di antaranya dengan didirikannya gedung Sono Budoyo nan pembangunannya dibantu oleh Presiden Ri Soeharto. Pemerintah Suriname dan Indonesia berkomitmen buat menyelenghgarkan acara perkumpulan.

Dari rendezvous kedua pihak, terungkap keinginan dua pihak buat melakukan kegiatan, seperti Indonesia mengirimkan beberapa orang tenaga pakar nan dapat mengajarkan tenaga kerja di Suriname dalam berbagai bidang. Bidang nan dimaksud ialah pengelolaan huan, pariwisata, agrobisnis, dan pertanian.

Agama Islam berkembang pesat di sana, dibawa oleh orang-orang jawa. Mayoritas imigran jawa tersebut beragama Islam.

Bukti Islam berkembang di sana ialah dengan melihat jumlah penganut agama Islam nan dominan, dan mesjid-mesjid nan dibangun di sana. Bahkan menurut informasi, Islam di Suriname menduduki peringkat pertama di Amerika.

Bagaimana pendapat Anda setelah membaca Sejarah Suriname Terkait Orang Jawa tersebut? Apakah Anda pernah membaca kisah lain mengenai hal tersebut?

Semoga Sejarah Suriname Terkait Orang Jawa tersebut bermanfaat.