Remaja Perempuan

Remaja Perempuan

Masa nan paling tak menentu dalam perkembangan psikologi emosi ialah ketika seseorang menginjak masa remaja. Tidak menentu sebab otak sedang menata ulang dirinya dari hal-hal nan ia peroleh semasa kecil. Proses penataan ini tentu berjalan secara rumit sebab membutuhkan kurun waktu nan panjang.

Sama halnya seperti komputer, setelah beberapa tahun dipakai, kita sering menata ulang, entah itu menginstal ulang, mempartisi ulang, maupun melakukan perubahan-perubahan. Begitulah kondisi psikologi saat remaja. Tidak menentu juga bisa terjadi pada emosi nan naik turun.

Seorang anak nan sedang mengalami puber terkadang prilakunya membingungkan orang tua. Kadang ia ceria, namun terkadang pula ia menjadi tempramental. Ia tak dapat berada dalam kondisi diam, dan juga sering dilanda stres.



Emotional Determinants

Emosi merupakan sebuah rona nan dibentuk oleh seseorang, atau persepsi individu tentang diri dan lingkungannya. Intensitas dan durasi emosi bergantung pada bagaimana emosi itu mempengaruhi kepribadian.

Dalam bukunya Personality Development , Elizabet B. Hurlock menyatakan bahwa emosi memiliki pengaruh baik secara langsung maupun tak langsung terhadap kepribadian seseorang. Pengaruh langsung biasanya datang dari kondisi tubuh dan mental seseorang, sedangkan pengaruh tak langsung biasanya terjadi saat seseorang menerima reaksi dari alah satu anggota ( social grup ) terhadap dirinya saat ia sedang mengekspresikan emosinya.

Hurlock menyebutkan beberapa bentuk emosi nan terjadi dalam diri seseorang, misalnya emosi-emosi nan mendominasi, emosi cinta, emosi katarsis, maupun emosi stres. Emosi bekerja ibarat gelombang besar nan memiliki kekuatan buat menguasai diri. Terkadang banyak di antara remaja nan dirinya dikuasai secara kuat oleh emosi. Kondisi itulah nan kemudian disebut emotional determinant .



Remaja Perempuan

Ada beberapa konduite unik nan muncul saat seorang perempuan menginjak masa remaja. Ia lebih sering memperhatikan penampilan fisik, ingin menjadi pusat perhatian, banyak menghabiskan waktu buat bercakap-cakap, bahkan mereka pun lebih sering membangkang kepada orang tuanya.

Selama kurang lebih dua puluh tahun, Lauran Brizendine, pelopor neuriopsikiatri (saraf-jiwa) melakukan penelitian tentang bagaimana cara kerja otak perempuan. Ia menemukan bahwa kepribadian remaja perempuan bukan hanya terbentuk melalui proses lingkungan, tetapi ada pengaruh nan lebih kuat dalam membentuk siapa diri mereka, yaitu hormon dan gen.

Remaja perempuan menurutnya, sedang mengalami proses penambahan estrogen