Tragedi Heysel dan Sanksi Untuk Klub Inggris

Tragedi Heysel dan Sanksi Untuk Klub Inggris

Tragedi Heysel akan dikenang sebagai salah satu tragedi terburuk dalam sejarah persepakbolaan Eropa. Tragedi Heysel ini terjadi dalam duel sengit antara Liverpool wakil Perserikatan Ingris dan Juventus wakil dari Perserikatan Italia. Dalam Tragedi Heysel, 39 orang tewas, nan didominasi fans Liverpool, sementara 600 orang mengalami luka-luka.

Sejak Tragedi Heysel, terjadi perubahan besar dalam persepakbolaan Inggris. Namun, sayangnya pada dekade-dekade berikutnya, sedikit saja fans sepak bola nan mau mengingat kejadian ini. Bahkan, kadang Tragedi Heysel dianggap sebagai angin lalu dan hanya sebagai sebuah kejadian takberefek semata. Ada baiknya kita kembali mengenang Tragedi Heysel nan sempat membuat sepak bola Inggris berada di titik terendahnya.



Tragedi Heysel - Final European Cup

Tragedi Heysel terjadi pada 29 Mei 1985. Ketika itu, dua raksasa sepak bola dari dua perserikatan prestisius berhadapan. Liverpool nan berjuluk The Reds menghadapi Kuda Zebra Juventus di final European Cup (sekarang Perserikatan Champions) tahun 1985. Liverpool datang ke final dengan penuh gaya. Sebelumnya, The Reds telah menjalani delapan pertandingan menghadapi empat versus di European Cup 1984/1985.

Tragedi Heysel tentu melibatkan Liverpool dan cerita diawal pertandingan. Kampanye Liverpool ke final diawali dengan menghadapi Lech Poznan wakil Polandia di ronde pertama. Liverpool lolos dengan agregat 5-0. Setelah menang 1-0 di Polandia, Liverpool berhasil membantai Poznan di kandang sendiri dengan skor 4-0. Perjalanan Liverpool pun berlanjut di ronde kedua. Benfidahulu di kandanca, klub kuat Portugal menjadi versus sepadan. The Reds unggul 3-1.

Maka, meski kalah 1-0 di Portugal, Liverpool tetap melenggang dengan agregat 3-2. Versus berikutnya ialah Austria Wina. Dengan versus nan berasal dari Austria, Liverpool kembali menang mulus. Agregat 5-2 didapatkan. Terakhir di semifinal, Panathinaikos dikandaskan dengan agregat 5-0. Liverpool lebih perkasa daripada sang versus Juventus di final. The Reds tercatat cuma kalah sekali dalam perjalanan ke final. Kemenangan Liverpool secara monoton menjadi awal mula terjadinya Tragedi Heysel.

Namun, dalam duka Tragedi Heysel, kelak Liverpool juga harus menggigit jari menghadapi Bianconeri. Juventus datang ke final dengan sedikit tertatih. Memiliki pemain terbaik global seperti Michel Platini (kelak menjadi Presiden UEFA) Juventus tercatat dihantam dua kali kekalahan sebelum masuk final. Tragedi Heysel pun melibatkan klub bola nan satu ini.

Perjalanan Juventus dimulai dengan menghadapi FC Ilves dari Finlandia. Versus nan tak sepadan ini dihancurkan Bianconeri dengan agregat 6-1. Versus berikutnya ialah Grasshopper dari Swiss. Lagi-lagi Juventus menang mudah. Agregat 6-2 didapatkan. Barulah di perempat final Juventus mengalami kesulitan. Lawannya ialah Sparta Praha. Sudah unggul 3-0 di kandang sendiri, Juventus kalah 1-0 di Praha. Naik turun kemanangan Juventus menjadi cerita tersendiri dalam Tragedi Heysel.

Demikian pula ketika menghadapi klub dari negara asal Platini, Prancis, yaitu Bordeaux. Juventus lagi-lagi menang 3-0 di kandang. Namun, Bordeaux menang 2-0 di leg kedua. Beruntunglah, agregat 3-2 membawa Bianconeri ke final di Heysel nan akan menjadi bagian kelam dari Tragedi Heysel.



Kronologis Terjadinya Tragedi Heysel - Perang Suporter

Suporter Liverpool dan Juventus berlomba-lomba datang ke Stadion Heysel (lokasi terjadinya Tragedi Heysel) di Belgia buat menyaksikan salah satu dari klub mereka menjadi kampiun Eropa. Sebenarnya, kedua kelompok suporter ini sudah dipisahkan. Namun, terdapat kekacauan di zona netral. Saat itu, zona netral lebih banyak diisi oleh fans Juventus. Sementara, fans Liverpool nan ada di zona nan sama, cuma dibatasi dengan pagar kawat.

Menjelang pertandingan, kericuhan pun dimulai. Tragedi Heysel dimulai. Awalnya, dimulai dengan lemparan petasan dari kedua sisi, baik dari fans Liverpool maupun fans Juventus. Konvoi fans semakin liar hingga mereka mulai melempar dengan benda-benda di sekitar masing-masing, termasuk dengan kepingan batu. Keadaan semakin brutal dan akhirnya sekelompok fans Liverpool sukses merusak pagar pembatas.

Kedua kubu nan terlibat dalam Tragedi Heysel ini terus saling menyerang hingga fans Juventus semakin terpojok. Fans Liverpool nan merangsek, membuat sisi stadion takkuat menahan beban. Akibatnya, sisi tersebut runtuh dan menyebabkan 39 orang tewas. 32 di antaranya berasal dari fans Juventus, 4 orang Belgia, 2 dari Perancis, dan seorang warga Irlandia.

Meskipun korban berjatuhan, fans Juventus dan Liverpool masih terlibat dalam konfrontasi nan begitu serius hingga memakan waktu 2 jam. Bahkan, meski kick-off pertandingan final sudah dimulai, masih ada fans nan terlibat sengketa. Tragedi Heysel ini jelas menampar UEFA, FA (PSSI-nya Inggris), dan FIGC (PSSI-nya Italia).

Meskipun korban dalam Tragedi Heysel berjatuhan, partai final tetap diadakan. Alasannya, andai partai ini tak terjadi, dapat dibayangkan emosi fans Liverpool dan Juventus nan akan kembali meluap dan dapat jadi pula akan terjadi korban berikutnya.

Bertanding dalam keadaan penuh duka (Tragedi Heysel), Juventus akhirnya berhasil mencetak kemenangan. Gol semata wayang dalam laga ini dibuat oleh Michel Platini di menit 56 melalui titik penalti. Penunjukan titik putih oleh wasit Andre Daina dari Swiss sendiri cukup kontroversial.

Ketika itu, Gary Gilespie (Liverpool) melanggar Zbigniew Boniek (Juventus). Namun, para pemain Liverpool meyakini bahwa pelanggaran tersebut terjadi di luar kotak penalti. Apa boleh buat, hal ini tak mengubah keputusan wasit. Platini berhasil menaklukkan Bruce Grobbelaar dan membawa gelar pertama bagi Juventus di European Cup setelah Tragedi Heysel.



Tragedi Heysel dan Sanksi Untuk Klub Inggris

Tragedi Heysel membawa petaka tersendiri bagi klub-klub Inggris. UEFA resmi menghukum mereka buat takbisa bermain di semua level kompetisi Eropa: European Cup, Piala UEFA, dan Piala Winners. Keputusan ini baru berakhir pada 1990/1991. Itu pun belum serentak.

Pada tahun tersebut, Aston Villa (runner-up Perserikatan Inggris musim sebelumnya) diberi hak buat tampil di Piala UEFA. Sementara itu, Manchester United nan menjuarai Piala FA mendapat jatah di Piala Winners. Keputusan UEFA sendiri bersamaan dengan pelarangan Perdana Menteri Inggris saat itu, Margareth Thatcer nan sempat meminta FA tak memberikan perwakilannya ke kompetisi Eropa sambil terus membenahi suporter di kompetisi domestik pasca Tragedi Heysel.



Tragedi Heysel dan Masa Depan

Pasca Tragedi Heysel, Stadion Heysel tak lagi digunakan buat menggelar ajang sepak bola hingga sepuluh tahun. Memang ada event olahraga nan dilangsungkan di sana, namun hanya sebatas atletik saja. Renovasi pun dilakukan buat stadion Belgia ini. Puncaknya ialah pada 1994 ketika Heysel diberi nama baru, yaitu Stadion King Baudouin. Nama baru ini sekaligus menutup tragedi 1985.

Stadion King Baudouin digunakan pertama kali buat menggelar partai persahabatan antara Belgia dan Jerman. Sekaligus menandakan kesiapan pemerintah Belgia dan semua orang di negeri tetangga Belanda tersebut bahwa Tragedi Heysel takkan terulang lagi.

Stadion King Baudouin sendiri akhirnya berkesempatan buat menggelar partai final kejuaraan Eropa setahun kemudian. Pada 8 Mei 1996, stadion baru ini dipakai buat laga PSG (paris Saint-Germain, prancis) melawan Rapid Wina (Austria) di final Piala Winners. PSG menang tipis 1-0 di stadion ini. Takada tragedi lagi, namun rendezvous Juventus dan Liverpool di semua ajang ditunggu-tunggu buat menyaksikan seberapa jauh fair play antar suporter ditegakkan.

Kesempatanitu datang di perempat final Piala Champions 2004/2005. Ketika itu Liverpool menjamu Juventus di Anfield. Memori jelek dari Tragedi Heysel itu pupus sudah. The Kop, fans Liverpool menciptakan mozaik raksasa berbunyi "Amicizia" nan berarti Persahabatan, menyampaikan permintaan maaf mereka sebesar-besarnya terhadap fans Juventus.

Ketika itu banyak fans Juventus nan bertepuk tangan menyambut pesan perdamaian ini. Namun, ada pula nan memutuskan buat membalikkan badan seolah belum mampu melupakan Tragedi Heysel.