B. J. Habibie - Puncak Karir di Tengah Suasana Duka
Bila ditanya “Siapakah orang nan paling berjasa dalam industri pesawat terbang Indonesia?”, maka sebagian besar orang Indonesia akan menjawab “B. J. Habibie”. Ya, B. J. Habibie memang identik dengan industri pesawat terbang Indonesia. Dia pulalah nan merintis berdirinya PT. Industri Pesawat Terbang Nurtanio nan berdiri pada tanggal 26 April 1976.
Di kemudian hari, Nurtanio, perusahaan nan didirikan oleh B. J. Habibie berubah nama menjadi Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) pada tanggal 11 Oktober 1985. Akhirnya IPTN berubah lagi menjadi menjadi PT. Dirgantara Indonesia pada 23 Agustus 2000. Produk awalnya ialah pesawat CN 235 Tetuko.
Tetuko sendiri berasal dari kisah pewayangan, yaitu nama bayi dari satria Pringgodani nan sakti mandra guna , yaitu Gatot Kaca. Maklum Presiden Soeharto ialah orang nan sangat kental dengan tradisi Jawanya. Kepiawaian B. J. Habibie di global teknologi pesawat terbang membawanya masuk ke kancah perpolitikan tanah air.
Di era Soeharto nan sangat dominan dengan orde barunya, B. J. Habibie tampil sebagai negarawan sekaligus cendekiawan nan mewarnai pentas politik nasional.
B. J. Habibie - Cemerlang Sejak Masa Sekolah
Terlahir di Parepare, Sulawesi Selatan pada 25 Juni 1936 dari pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan R.A Tuti Marini Puspowardojo. Nama lengkap B. J. Habibie ialah Bacharuddin Jusuf Habibie. Ia ialah murid nan cemerlang sejak awal sekolah di bangku SD. Ia selalu mendapat nilai bagus dan menjadi kampiun di SD.
Hal itu berlanjut hingga SMP, bahkan di SMP B. J. Habibie hanya sekolah selama 3 bulan! Akan tetapi, dapat langsung melanjutkan ke SMA. Setelah menamatkan sekolah di SMAK Dago Bandung, B. J. Habibie melanjutkan jenjang pendidikannya di ITB jurusan Teknik Mesin pada 1954. Kecemerlangannya berlanjut, hingga akhirnya ia melanjutkan studi di Aachen Jerman (dulu Jerman Barat).
Beliau mengambil jurusan Teknik Penerbangan dengan spesialisasi Konstruksi Pesawat Terbang. B. J. Habibie sukses menamatkannya pada 1965 dengan gelar Doctor Ingineur dengan predikat summa cum laude .
B. J. Habibie - Sukses di Karir Pertama
Setelah menamatkan kuliahnya di Aachen, Jerman, B. J. Habibie mengawali karirnya di Meserschmitt-Blohm, perusahaan nan bergerak di bidang penerbangan di daerah Hamburg-Jerman. Di perusahaaan ini B. J. Habibie serius menekuni hingga menjadi wakil presiden teknologi.
Karir cemerlangnya di negeri orang, menarik perhatian Soeharto, presiden nan tengah berkuasa saat itu. Presiden Soeharto menginginkan B. J. Habibie membangun industri pesawat terbang tanah air. Di Indonesia, B. J. Habibie ditempatkan di posisi Kementerian Riset dan Teknologi sekaligus. Di posisinya tersebut B. J. Habibie berhasil dengan berdirinya industri pesawat terbang di Indonesia buat pertama kalinya.
Awalnya mimpi B. J. Habibie buat membangun industri pesawat di Indonesia dianggap mimpi di siang bolong. Karena memang Indonesia saat itu ialah negara agraris nan sedang gecar-gencarnya melakukan swasembada beras. Dengan membangun industri pesawat maka dikhawatirkan akan berdampak jelek terhadap pertanian Indonesia.
Namun, kekhawatiran tersebut bisa ditepis, ternyata justru dengan memiliki industri pesawat terbang, nama Indonesia menjadi semakin diperhitungkan di kancah perpolitikan dunia. Posisi Menteri Riset dan Teknologi diembannya hingga tujuh periode dari 1978 sampai 1998.
B. J. Habibie - Puncak Karir di Tengah Suasana Duka
Dianggap berhasil sebagai Menteri Riset dan Teknologi, oleh Presiden Soeharto karir politik B. J. Habibie kembali dinaikkan. B. J. Habibie berkibar setelah naik jabatan menjadi Wakil Presiden pada 1998 lalu. Saat B. J. Habibie menjadi wakil Presiden RI, sebenarnya kondisi kekuasaan Presiden Soeharto memang sudah mulai menunjukkan tanda-tanda akan jatuh.
Terjadi penolakan dan demonstrasi di mana-mana. Masyarakat luas mulai terang-terangan menunjukkan rasa tidak sukanya kepada Soeharto. Sampai akhirnya tejadi peristiwa berdarah “tragedi Mei 1998” nan banyak meninggalkan luka dampak banyaknya aksi penjarahan, pembunuhan, pemerkosaan. Peristiwa tersebut terjadi saat B. J. Habibie menjabat sebagai Wakil Presiden Indonesia.
Kondisi tersebut membuat kekusaan Presiden Soeharto jatuh. Akhirnya pada 21 Maret 1998, B. J. Habibie diangkat menjadi Presiden Indonesia nan ketiga menggantikan Presiden Soeharto.
B. J. Habibie - Jatuh Setelah Berhasil Melewati Masa Karut Marut
Sejak menggantikan posisi Presiden Soeharto sebagai orang pertama Indonesia, B. J. Habibie terus menerus digoyang versus politiknya. Kondisi karut marut warisan Soeharto turut mempercepat kejatuhannya. Namun, di saat-saat kritis tersebut B. J. Habibie bisa sedikit demi sedikit memperbaiki kondisi perekonomian dalam negeri.
Beliau sukses memperbaiki nilai tukar rupiah dari sebelumnya berada pada kisaran Rp 10.000 – Rp 15.000 menjadi Rp 6.500 per dolar AS. Sebuah prestasi fenomenal nan tidak pernah terulang lagi pada era sesudahnya. B. J. Habibie juga melakukan gebrakan di bidang politik dengan dibukanya keran berdirinya partai politik baru.
Di eranya terbentuk 48 partai politik, suatu jumlah nan tidak pernah ada di zaman Soeharto. B. J. Habibie juga mencabut undang-undang nan melarang berdirinya perkumpulan buruh independen. Namun, semua prestasi dengan segala kekurangan dan kelebihannya tersebut tak dapat menyelamatkannya dari kejatuhan.
Salah satu “dosa politik” terbesar nan dilakukan B. J. Habibie ialah lepasnya Timor Timur dari NKRI. Hal itulah salah satu nan menyebabkan pertanggungjawabannya di Sidang Generik 1999 ditolak sehingga posisinya sebagai Presiden pun jatuh.
B. J. Habibie - Whatever Happens Life Must Go On
Bagi B. J. Habibie, dijatuhkan dari kursi empuk kepresidenan bukanlah akhir dari segala-galanya. Ia telah membuktikan kapada para kolega maupun musuh-musuh politiknya bahwa jabatan bukanlah tujuan primer hidupnya.
Tidak terlihat ia berusaha mati-matian buat mempertahankan posisinya saat digoyang hingga akhirnya jatuh. Tidak pula ada keinginan dirinya buat mencalonkan kembali menjadi presiden berikutnya, buat membalas sakit hati dampak perlakuan nan diterima. B. J. Habibie justru terlihat enjoy dan sangat menikmati hidupnya saat menjadi warga negara biasa.
B. J. Habibie terlihat sangat senang ketika waktunya kini lebih banyak dihabiskan buat anak-anak dan istri tercinta. Bahkan sebagian harta kekayaannya nan ia peroleh selama berkarir ia gunakan buat mendirikan sebuah LSM nan diberi nama “The Habibie Center” pada 10 November 1999.
B. J. Habibie ingin mendedikasikan "The Habibie Center" ini buat mempromosikan dan mengembangkan konsep demokrasi di Indonesia. Sampai saat ini "The Habibie Center" tetap eksis memajukan demokratisasi dan hak asasi manusia, mengakomodir sumber daya manusia dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, media dan informasi, sumber daya kelautan, pengenalan dan penyebaran teknologi, pembentukan jaringan dan kerjasama.
B. J. Habibie - Tegar Saat Ditinggal Istri Tercinta
Pada hari Sabtu, 22 Mei 2010, kembali cobaan menerpa B. J. Habibie. Hasri Ainun Habibie, sang istri tercinta berpulang menghadap Allah Swt. dampak penyakit kanker di Rumah Sakit Ludwig Maximilians Universitat Klinikum Grohaden Munich, Jerman.
Sebelum datang kematiannya, B. J. Habibie tampak begitu sabar dan setia mendampingi sang istri tercinta. B. J. Habibie pun terlihat tegar walaupun luka nan dalam dampak ditinggal orang nan paling dikasihinya. Hal itulah nan membuatnya kembali mendapat simpati dari masyarakat luas. Bahwa B. J. Habibie sang pembuat pesawat nan menjadi presiden RI ketiga ialah sosok pribadi nan tegar, cerdas, sabar, setia, dan berdedikasi.
Sosok B. J. Habibie lengkap dengan sepakterjangnya di global politik Indonesia ialah sosok nan dapat menginspirasi siapapun. Bahwa sabar dan ikhlas ialah pilihan terbaik saat cobaan sedang dialami. Beliau dengan kepintaran dan kejeniusannya, tak lantas membuat lelaki murah senyum ini terbang terlalu tinggi ke angkasa, kaki B. J. Habibie tetap membumi.