Masyarakat Minangkabau Suka Merantau
Indonesia ditakdirkan sebagai sebuah negara dengan majemuk suku di dalamnya. Negara berbentuk kepulauan ini memang secara geografis dibedakan menjadi pulau-pulau, baik pulau besar mau pun kecil. Di pulau-pulau itu lah hayati banyak kelompok masyarakat dari berbagai suku.
Salah satu pulau terbesar di Indonesia ialah Sumatra. Di sana, Anda juga akan menemukan banyak suku. Salah satunya ialah suku nan mendiami Provinsi Sumatra Barat. Sebagian besar wilayah Provinsi Sumatra Barat didiami oleh suku Minangkabau.
Namun bukan berarti Suku Minangkabau hanya ada di sekitar provinsi tersebut. Keberadaan Suku Minangkabau tersebar luas di banyak daerah di Indonesia. Ini karena, Norma merantau nan sudah menjadi salah satu budaya milik masyarakat Minangkabau.
Suku Minang juga menyebar ke beberapa daerah seperti Jambi, Aceh, Bengkulu, daerah pesisir pantai timur Sumatra dan sebagainya. Bahkan kini, orang Suku Minangkabau hampir ada di semua wilayah kota-kota besar di Indonesia. Mereka menjadi bagian dari proses akulturasi budaya nan ada di Indonesia.
Suku Minangkabau
Sebagai citra gampangnya, daerah mana di Indonesia nan tak ada rumah makan padangnya? Hampir semua ada bukan? Pasti! Walau bukan berarti semua nan membuka warung makan padang itu orang Minangkabau. Namun sebagian besar, nan melakukannya ialah orang Minangkabau.
Indikasi ini dapat membantu Anda buat lebih meyakini bahwa masyarakat Minang memang ada di seluruh penjuru tanah air. Bukan hanya rumah makan padang, jika Anda penggila pakaian, dan pergi mengunjungi tanah abang atau toko baju grosiran, di sana Anda akan menemukan banyak pedangan nan berasal dari Padang.
Secera general, meski pun tak semuanya, masyarakat Suku Minangkabau memang pakar dalam berdagang. Seperti sudah tradisi, berdaganng menjadi profesi nan dilakukan secara turun-temurun. Keuletan mereka menular dari satu generasi ke generasi lainnya. Dan itu merupakan salah satu keunggulan nan dimiliki oleh Suku Minangkabau.
Daerah asal Suku Minangkabau sebenarnya terdiri atas kesatuan tiga wilayah adat nan disebut Luhak yang Tigo (wilayah nan tiga), yaitu Luhak Agam (kini Kabupaten Agam), Luhak Limapuluh Kato , dan Luhak Tanah Datar . Ada satu daerah nan dianggap asal nenek moyang mereka, yaitu Pariaman – Padang Panjang nan terletak di sekitar lereng gunung.
Anggota-anggota suku bangsa Minangkabau menyebut daerah mereka dengan nama Ranah Minang (Tanah Minang) dan menyebut mereka dengan Urang Minang atau urang awak. Di Minangkabau terdapat banyak suku, namun nan dianggap paling primer hanya ada empat, yaitu Koto, Bodi, Chaniago, dan Piliang.
Menurut sastrawan dan budayawan terkenal asal Minang, A.A Navis, Minangkabau terbentuk dari kultur etnis nan berasal dari satu rumpun, yaitu rumpun melayu. Di dalamnya terdapat sistem monarki dan masih memegang adat cukup kuat. Masyarakat Minang juga memiliki sistem kekerabatan matrilinieal, atau keturunan berdasarkan garis ibu.
Pendapat lain tentang Minangkabau juga datang dari seorang Gubernur Jenderal Hindia Belanda berdarah Inggris, Thomas Stamford Bingley Raffles. Setelah melakukan ekspedisi dan mengenali Minangkabau lebih jauh, ia menyimpulkan bahwa Minangkabau ialah akar serta sumber kekuatan dari Suku Bangsa Melayu.
Di dunia, Suku Minangkabau ialah suku terbesar nan menganut sistem kekerabatan matrilineal. Suku ini juga selalu berlandaskan adat buat menentukan hal-hal krusial serta berkenaan dengan hukum. Adat nan masih dipegang teguh oleh masyarakat Suku Minangkabau terlhat dari pernyataan, Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah. Yang artinya ialah adat bersendikan hukum, dan hukum bersendikan Al-Qur'an. Ya. Masyarakat Minang memang terkenal sebab keteguhannya dalam menjalankan ajaran Islam.
Asal-usul Nama Minangkabau
Sebenarnya tak ada catatan resmi nan menunjukkan dari mana asal-usul kata Minangkabau diperoleh. Tapi sebagian besar masyarakat mempercayai bahwa Minangkabau berasal dari dua kata, yaitu minang dan kabau .
Minang berarti homogen senjata tajam nan nan pernah dipakaikan pada moncong anak kerbau buat mengalahkan kerbau besar. Minang juga dapat diartikan sebagai menang. Sedang kata kabau berarti kerbau.
Dikisahkan pada zaman dulu ada pasukan dari Jawa, yaitu dari kerajaan Majapahit nan ingin merebut daerah sekitar Sumatra Barat. Namun buat menghindari pertumpahan darah, masyarakat Sumatra Barat mengajak adu kerbau. Bila kerbau Majapahit menang, maka mereka akan mengakui kedaulatan kerajaan tersebut.
Majapahit mempersiapkan kerbau nan besar, kuat, dan ganas. Sementara rakyat Sumatra Barat mengajukan anak kerbau nan masih kecil dan lapar.
Tapi di atas moncongnya dipasang sebilah senjata tajam (minang). Setelah kedua kerbau berhadapan, si anak kerbau langsung mencari susu (puting) kerbau nan besar hendak menyusu sebab ia lapar.
Nah pada saat mencari-cari itu lah, senjata minang menusuk perut kerbau besar nan akhirnya terluka dan kalah. Pasukan Majapahit akhirnya pergi. Sejak saat itu, daerah tersebut dinamakan Minangkabau atau kerbau nan menang.
Masyarakat Minangkabau Suka Merantau
Sistem kekerabatan masyarakat Minangkabau ialah matrilineal, yaitu garis keturunan ditarik dari garis ibu. Seorang nan lahir dalam satu keluarga akan masuk dalam kerabat keluarga ibunya, bukan kerabat ayahnya. Seorang ayah berada di luar kelompok kerabat istri dan anak-anaknya.
Peran seorang suami tak jelas batasnya dalam kelompok kekerabatan. Sebab pertama sebab prinsip matrilineal nan mana peranan ayah dalam rumah tangga teramat kecil. Sebaliknya, saudara laki-laki ibu (paman) nan lebih banyak berperan dalam kehidupan anak-anaknya.
Hal-hal krusial dalam keluarga diputuskan oleh Bunda Kanduang, ibu dalam rumah Gadang (rumah besar). Sebab kedua sebab keluarga intinya sendiri tinggal dengan keluarga senior dari pihak istrinya nan bersama-sama tinggal di rumah gadang.
Kekerabatan bersistem matrilineal ini lah nan membuat harta warisan pun akan diturunkan berdasarkan nasab ibunya. Hal-hal inilah nan menyebabkan kaum laki-laki masyarakat Minang lebih suka merantau ke daerah lain.
Sebab lain mengapa orang Minangkabau suka merantau yaitu sebab faktor ekonomi. Pertumbuhan besar-besaran pada masyarakat Minang tak diikuti dengan pembukaan peluang kerja nan memadai. Akibatnya, mereka pergi ke daerah lain buat mencari pekerjaan. Pada awalnya dan sebagian besar mereka mengawali usaha dengan berdagang.
Masyarakat Minang memang terkenal dengan kemampuan bernegosiasinya. Sehingga hal ini menjadi bukti diri bagi generasi penerus kebudayaan Minang. Ini ada hubungannya dengan masyarakat Minang sebagai pewaris tunggal dari kebudayaan tradisi milik Kerajaan Melayu dan Sriwijaya. Bahwa kedua kerajaan itu terkenal dengan keahliannya dalam berdagang serta bergerak dinamis.
Sisi Religius
Selain kedua karena di atas, unsur agama juga berpengaruh terhadap budaya merantau. Orang suku Minangkabau sangat menjunjung nilai agama Islam. Mereka penganut agama Islam nan taat.
Anak laki-laki banyak meninggalkan rumah mereka buat belajar di surau-surau. Mereka menimba ilmu agama. Untuk seterusnya mereka akan menimba ilmu dengan pergi ke berbagai daerah, berjumpa dengan berbagai orang, berbagai budaya buat mencapai kehidupan nan mereka inginkan.
Kini, orang Minangkabau hampir ada di seluruh wilayah Indonesia, bahkan dunia. Mereka merantau bukan saja buat berdagang, tapi buat menimba ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu pengetahuan.
Begitu banyaknya orang Minang nan merantau, akhirnya muncul istilah Minangkabau Perantuan , yaitu orang-orang suku Minangkabau nan hayati merantau di luar wilayah asalnya.