Emosi Kanak-kanak - Tempramen
Kehadiran anak nan lucu, sehat, cerdas, dan saleh menjadi impian orang tua selanjutnya. Akan tetapi, orang tua akan dihadapkan pada tantangan mengatasi emosi kanak-kanak . Emosi kanak-kanak, seperti rasa marah, sedih, takut, gembira, dan lainnya dapat menjadi sesuatu nan sulit diatasi.
Sulit diatasi di sini bukan berarti tak dapat diatasi. Ada banyak cara nan dapat dilakukan orangtua buat memahami emosi kanak-kanak. Namun, banyak orangtua nan justru tak begitu memperhatikan hal tersebut. Salah satu cara nan paling ampuh buat memahami emosi kanak-kanak ialah dengan mengetahui hal-hal dasar tentang pribadi seorang anak.
Berikut ini merupakan beberapa hal nan harus orangtua sadari tentang emosi kanak-kanak .
- Seorang anak tak hanya mengalami pertumbuhan secara fisik, tetapi juga mengalami perkembangan secara mental dan emosional.
- Mungkin para orang tua masih merasakan bagaimana sulitnya melewati masa-masa ketika anak sedang mengalami proses pembentukan emosi tersebut.
- Proses itu sebetulnya sudah dimulai sejak bayi dalam kandungan, tetapi mulai tampak sebagai sebuah konduite kira-kira setelah usia anak berusia enam bulan.
- Pada usia itu anak sudah mulai memutuskan buat sedikit menunjukkan kemauan dan menyadari sebagai pribadi nan terpisah, nan mempunyai pendapat, dan kemauan sendiri. Sebagai contoh, jika kita mengambil mainan nan sedang dimainkannya, anak akan menangis buat mendapatkan kembali mainan tersebut.
Tanda-tanda ini menunjukkan tujuan baru nan krusial baginya, tujuan nan akan memainkan peran primer sepanjang masa kanak-kanaknya, yakni kemandirian.
Kebebasan Emosi Kanak-kanak
Ketika seorang bayi mulai merangkak dan kemudian berjalan, tujuan ini tumbuh menjadi sebuah emosi kanak-kanak pertamanya. Tiba-tiba, anak ini bisa bergerak melintasi ruangan dan mencapai apa pun nan diinginkannya tanpa donasi orang lain.
Kebebasan baru ini amat menggairahkan sekaligus menakutkan. Pada satu sisi anak merasa memiliki kebebasan, namun di sisi lain mengalami ketakutan. Kedua emosi kanak-kanak ini sangat kuat dan anak-anak pada usia ini menghabiskan sebagian besar waktunya buat beralih dari satu emosi ke emosi nan lain.
Pada masa inilah para orangtua sering dipusingkan oleh berbagai tingkah laku membingungkan sebagai ledakan emosi kanak-kanak. Anak-anak cenderung menjadi rewel, menangis sejadi-jadinya, menjerit, memukul, menendang, melemparkan diri ke lantai, membanting pintu, memaki, memukul membabi buta, manakala apa nan dikehendakinya tak tercapai.
Apalagi, kalau terjadi di tempat-tempat keramaian, dalam angkutan umum, atau di swalayan akan membuat para orangtua menjadi malu dan salah tingkah. Ann E. LaForge mengistilahkan badai kerewelan anak seperti ini sebagai tantrum (ledakan emosi kanak-kanak).
Tantrum atau Ledakan Emosi Kanak-kanak
Berdasarkan pengamatan Ann E. LaForge, bahwa ledakan emosi kanak-kanak terjadi sejak anak berusia 15 bulan hingga 5 atau 6 tahun. Periode ini, menurut psikolog anak Lawrence Balter, merupakan periode pertumbuhan emosional, fisik, dan kognitif nan intens bagi anak-anak.
Ledakan emosi kanak-kanak sebenarnya sesuatu nan alamiah. Bahkan, beberapa pakar menyatakan bahwa mereka lebih mengkhawatirkan anak-anak nan tak pernah mengalami ledakan emosi (tantrum) daripada anak-anak nan sesekali mengalaminya.
Hal ini disebabkan ledakan emosi kanak-kanak memungkinkan anak-anak bisa melakukan beberapa hal nan sehat, seperti menyatakan kemandirian, mengekspresikan individualitas, menyuarakan pendapat, melepaskan kemarahan, dan frustrasi, melepaskan energi atau emosi nan tertahan, dibanjiri perasaan nan meluap-luap, terlalu lelah atau sakit.
Diakui bahwa menendang, menjerit, dan memukul ke sana ke mari bukanlah bentuk komunikasi nan indah, tetapi bagi anak-anak nan belum mengetahui kata-kata buat mengekspresikan emosi atau menguasai seni pengendalian diri, mereka telah sukses menyampaikan maksud dan keinginannya.
Emosi Kanak-kanak - Tempramen
Ledakan emosi kanak-kanak terkait pula dengan temperamen bawaan. Temperamen ialah bagaimana perasaan seorang anak ketika tertekan atau terstimulasi, bagaimana anak terdorong buat bereaksi dalam situasi dan kondisi berbeda, bagaimana anak bereaksi terhadap lingkungan, peristiwa, dan orang lain.
Dengan demikian, temperamen bisa dilihat sebagai indikasi dari kepribadian, kecerdasan, penampilan, bakat, kemampuan fisik, dan motivasi. Bahkan Dr. Turecki menyatakan bahwa anak nan cenderung mengungkapkan perasaan mereka dengan keras dan sangat dramatis kelak dapat jadi mendapatkan karir nan sangat membutuhkan energi dan vitalitas semacam itu.
Terjadinya ledakan emosi kanak-kanak bukanlah kesalahan total orangtua, namun sikap orangtua dalam menghadapi dan menangani ledakan emosi kanak-kanak ini juga perlu diperhatikan. Kemarahan orangtua nan sangat hiperbola dan tidak terkendali akan menimbulkan imbas lain pada anak, yakni kecemasan dan ketakutan.
Perasaan ini akan membuat anak merasa seakan global ialah loka nan berbahaya, nan pada gilirannnya memicu lebih banyak emosi kanak-kanak lainnya. Untuk itu, kemarahan orangtua pun perlu diredam dan diredakan.
Mengendalikan Ledakan Emosi Kanak-kanak
Ada beberapa kiat nan disampaikan Ann E. LaForge agar para orangtua bisa mengendalikan kemarahannya saat menghadapi ledakan emosi kanak-kanak, yakni sebagai berikut
- menghindari pemicu ledakan emosi kanak-kanak nan sudah kita kenali,
- menyesuaikan pengharapan orangtua dan melihat persoalan dari sudut pandang anak,
- meninggalkan ruangan buat menenangkan diri,
- menghindari melemparkan kesalahan kepada orang lain, dan
- mencoba melihat sisi baiknya.
Menemukan cara nan lebih ramah buat menunjukkan kemarahan tak hanya baik buat kita, tetapi juga lebih baik bagi orang-orang di sekitar kita. Orangtua ialah teladan bagi anak-anaknya. Jika orangtua menangani kemarahan dengan bertindak militan terhadap orang lain, berteriak-teriak, atau hiperbola dalam menghukum dan menolak, anak-anak pun akan belajar buat melakukan hal nan sama.
Pengaruh Emosi Orangtua terhadap Perkembangan Emosi Kanak-kanak
Telah banyak penelitian nan dilakukan buat mengamati perkembangan emosi kanak-kanak. Dari banyaknya penelitian tersebut, hampir hasil penelitian menyebutkan bahwa orangtua memiliki pengaruh nan signifikan terhadap perkembangan emosi kanak-kanak.
Berikut ialah beberapa pernyataan dari beberapa peneliti nan memang telah mengamati pola perkembangan emosi kanak-kanak.
- Keluarga dengan orangtua nan memiliki emosi positif cenderung memiliki anak dengan perkembangan emosi nan juga positif, demikian pula sebaliknya (Pamela W., 1995:422).
- Woolfson, 2005:8 menyebutkan bahwa anak memiliki kebutuhan emosional, yaitu dicintai, dihargai, merasa aman, merasa kompeten, dan mengoptimalkan kompetensi. Apabila kebutuhan emosi ini bisa dipenuhi akan meningkatkan kemampuan anak dalam mengelola emosi, terutama nan bersifat negatif.
- Pada usia prasekolah anak-anak belajar menguasai dan mengekspresikan emosi (Saarni, Mumme, dan Campos, 1998 dalam De Hart, 1992:348).
- Pada usia 6 tahun anak-anak memahami konsep emosi nan lebih kompleks, seperti kecemburuan, kebanggaan, kesedihan dan kehilangan
Emosi orangtua memiliki peranan nan sangat krusial dalam perkembangan emosi kanak-kanak, baik pada usia prasekolah maupun pada tahap-tahap perkembangan selanjutnya.
Menjadi orangtua dapat jadi merupakan pekerjaan nan paling sulit dan tak dihargai, tetapi merupakan pekerjaan nan paling krusial dan mulia buat membina dan mendidik anak-anaknya buat menjadi seorang nan kreatif, cerdas, tangguh, berpotensi, dan berakhlak mulia.
Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa peran serta dan afeksi orangtua dalam mengontrol emosi kanak-kanak ialah suatu keharusan. Tanpa itu semua, bukanlah hal nan mustahil jika para orangtua tak akan mampu mengendalikan emosi kanak-kanak.