Keluar Dari Status Pengangguran
Sektor pendidikan seringkali dianggap sebagai kambing hitam penyebab pengangguran di Indonesia nan masih tinggi. Padahal, jika mau ditelusuri lebih lanjut, hal nan paling berperan dalam tingginya angka pengangguran ialah pola pikir masyarakat Indonesia kala mengirim anaknya ke sekolah. Kepasrahan pada kurikulum nan ada dan ketakberdayaan mengoreksi kurikulum serta ketidakmampuan memberikan pelajaran tambahan berupa keahlian kepada anak-anak, membuat para generasi muda kurang kompeten.
Sektor pendidikan di Indonesia memang menghasilkan jutaan sarjana nan kompeten di bidang masing-masing. Mereka menguasai bidang nan dipelajarinya selama di bangku kuliah. Namun setelah lepas wisuda, mereka akan kelimpungan mendapati fakta bahwa lowongan nan tersedia sangat sedikit buat keahlian mereka. Akhirnya mereka hanya mengharap dari surat lamaran kerja tes kerja buat merubah nasib mereka buat terbebas dari status pengangguran.
Pengangguran ialah kondisi dimana seseorang tak bekerja. Maka buat keluar dari kondisi ini sangat sederhana yakni bekerjalah!
Bekerjalah di bidang apa pun nan bisa dilakukan. Jangan sekali-kali memandang bahwa pekerjaan dengan honor tinggi saja nan cocok bagi lulusan kampus. Karena bekerja ialah kebutuhan sekaligus kewajiban seorang laki-laki dalam agama. Betapa banyak orang nan menganggur bukan sebab tak ada kesempatan kerja untuknya, namun kebanyakan dikarenakann mereka terlalu tinggi mematok baku pekerjaan nan layak bagi mereka.
Hingga saat di depan mata ada kesempatan kerja silih berganti mereka tak mengambilnya, dan masih bergeming pada tolak ukur nan keliru. Jangan sampai berpikiran seperti demikian, sebab sifat seperti ini hanya akan membuat kita bermental kecil.
Ubah Pola Pikir
Saat ketidaksesuaian hasil nan dicapai antara pendidikan dengan lapangan kerja membuat frustasi, inilah saatnya orangtua tak lagi pasrah dengan apa nan didapatkan oleh anak di bangku sekolah. Orang tualah nan paling bertanggung jawab terhadap anaknya, bukan pihak sekolah.
Oleh sebab itu, orangtua harus cerdas dan cerdik dalam membuat program terorganisasi dengan baik buat anaknya. Misalnya, sejak kecil, anak sudah dibiasakan tahu waktu dan menghargai waktu sehingga dia tidak akan menghambur-hamburkan waktu percuma.
Orangtua membuat anak memahami nilai uang sedini mungkin sehingga anak terpacu buat dapat berhemat atau bahkan mencetak uang secepatnya. Keinginan buat menghasilkan uang akan membuat anak mencari peluang bagaimana cara menghasilkan uang. Bukan bertujuan agar anak menjadi materialistis, melainkan buat menyiapkan anak menjadi seorang pengusaha. Biasakan anak buat berdikari dan tak bergantung pada orang lain.
Jangan terlalu sering membantu anak melakukan hal-hal sepele nan pada dasarnya dapat dilakukan sendiri. Contohnya, memakai baju, memilih baju, mandi, makan, dan memakai sepatu. Walaupun agak lama, biarkanlah anak menikmati pendewasaan sedini mungkin. Kepercayaan ini akan menumbuhkan rasa percaya diri nan baik dalam diri anak. Dengan mempunyai rasa percaya diri, anak akan dengan mudah melakukan banyak eksperimen dalam hidupnya.
Kelak, dia akan selalu berusaha mencari sesuatu nan dapat membuat orang lain berdikari seperti dirinya. Jadi, sekali lagi, menyerahkan anak seutuhnya kepada pihak sekolah ialah sesuatu nan kurang tepat. Orangtua, selain harus mendukung program sekolah, harus memberikan arahan dan tambahan pelajaran hayati kepada anak.
Di kehidupan nan serba modern ini, para pemuda terbiasa dengan hal-hal nan instan. Yakni suatu aktivitas nan cepat dilakukan dan bisa menghasilkan uang. Padahal budaya ini ialah budaya orang-orang pemalas. Lihat saja para pengusaha nan berpenghasilan ratusan juta hingga milyaran rupiah, mereka memulai bisnis dari bawah. Menjalani proses berbisnis dengan penuh kesabaran dan keringat hingga mereka akhirnya berada pada level sukses.
Kurang Lapangan Kerja
Ketidakseimbangan demand (permintaan) dan supply (penawaran) serta kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia nan tak memenuhi standar, merupakan penyebab pengangguran di Indonesia. Memulai usaha sendiri bukan hal mudah. Apalagi, aklau tak tahu cara dan tak terbiasa mencari peluang bisnis sejak kecil. Cara mengatasinya ialah berusaha melakukan banyak hal tanpa banyak perhitungan itu dan ini.
Satu tahun, niatkan buat mencari pengalaman sebanyak-banyaknya. Cobalah menjadi seorang petani, pedagang, bahkan penarik becak bila perlu. Kalau tidak sanggup, coba magang di sebuah restoran atau kafe atau menjadi tukang kebun, tukang cuci, dan lain-lain. Pengalaman nan tak mengenakkan ini akan memecut diri agar mau berusaha lebih keras demi mendapatkan pekerjaan nan lebih baik.
Jika masa menganggur hanya digunakan buat berleha-leha dan menghabiskan waktu menonton TV atau hanya tidur dan tidur lagi, sepertinya otak dan tubuh belum siap buat mendapatkan pekerjaan nan bagus.
Keluar Dari Status Pengangguran
Menganggur merupakan kondisi nan membuat kita tak nyaman, kalau kita tak merasa aneh bila menganggur berarti kita telah menjadi orang bermental pemalas. Hati-hatilah!
Mengganggur ialah mentalitas nan salah pada diri seseorang. Dan bukan suatu kondisi nan berupa keterpaksaan sehingga seseorang tak bisa melakukan pekerjaan apapun. Karena bila ditarik dari pandangan nan ekstrim misalnya saja orang nan menganggur masih mempunyai badan nan paripurna dengan kedua tangan kaki, dan otak nan masih bisa berpikir. Sama halnya dengan orang-orang nan bekerja, bahkan ada orang stigma nan bekerja dengan baik dan bersemangat.
Tetapi kenapa ada disparitas pada keduanya terdapat disparitas nan mencolok. Ya, simpulkan saja bahwa mengganggur ialah mental nan keliru. Mental nan muncul dari rasa malu nan salah, dapat saja seseorang menganggur sebab dia merasa malu buat mengerjakan sebuah pekerjaan nan dianggap kecil.
Berikut ini beberapa tips buat bisa dijadikan sebuah usaha keluar dari status pengangguran:
1. Bekerja setiap waktu
Bekerja tak harus berada di kantor, proyek, toko, ataupun warung. Bekerja tak dibatasi oleh loka oleh siapapun, artinya kita bisa bekerja dimana pun. Bercerminlah pada seorang sahabat Nabi nan bernama Abdurrahman bin Auf. Ketika beliau hijrah ke Madinah, beliau meninggalkan kekayaan nan luar biasa besar di kota Makkah. Sehingga ketika tiba di Madinah beliau tak membawa bekal nan cukup buat membangun usaha nan besar lagi.
Namun ketika beliau ditawari rumah secara perdeo buat dimiliki oleh salah seorang sahabat Anshar, anehnya beliau menolak dengan tegas. Yang keluar dari hati dan pikiran beliau ialah menanyakan di mana letak pasar nan terdekat!
Beliau tak menyerah pada kondisi keuangan nan sedikit sekali. Di awalnya beliau menjadi seorang pialang binatang ternak, menjualkan minyak wangi milik pengusaha lain, dan lain-lain. Apa nan terjadi beberapa tahun kemudian? Beliau menjadi saudagar berhasil dan orang terkaya di Madinah!
Bekerja dalam kondisi apapun ialah sebuah mental pengusaha nan sukses. Jangan sampai sedikitpun ada selang waktu nan lama kita dalam kondisi tak bekerja atau berbisnis. Oleh sebab itu isilah hari-hari kita dengan hal-hal nan bermanfaat dalam artian bekerja dan berinvestasi.
2. Selalu meningkatkan kemampuan diri
Seseorang nan memiliki pengetahuan dan ketrampilan nan luas di berbagai bidang akan sangat mudah dalam mencari pekerjaan. Bila dia seorang pengusaha maka dia ialah pengusaha nan pandai dalam membaca peluang dan analisa bisnis. Maka belajarlah dari hari ke hari. Belajar apa saja asalkan itu ilmu nan bermanfaat. Membaca berbagai literatur tentang pengetahuan di bidang apapun nan kita dapatkan.
Baca dan teruslah membaca. Maka kompetensi diri akan sendirinya terangkat pada level lebih tinggi dari sebelumnya. Selain aktivitas membaca, kita bisa mengikuti berbagai kursus, seminar atau pelatihan. Semua nan positif raihlah dengan tangan selagi bisa.
Langkah terakhir ialah mempraktekkan ilmu dan keahlian nan telah diperoleh. Ya, sebab ilmu tanpa praktek hanyalah sekedar informasi di otak nan hanya tersimpan. Ibarat emas nan ada di dalam tanah, sebelum emas tersebut digali dan dikeluarkan maka kemilaunya tak akan terlihat.
Bila kiat bahagia berbisnis, maka pelajari ilmu berbisnis dan jalankan dengan kondisi apapun seperti halnya Abdurrahman bin Auf di atas. Memang berwirausaha memerlukan usaha nan lebih keras daripada kita duduk manis di kantor, dan mengerjakan perintah-perintah dari atasan. Tetapi yakinlah bahwa dengan berwirausaha, kita telah membantu masyarakat dalam mengurangi penyebab pengangguran di Indonesia .
Moga artikel nan sederhana ini bisa memotivasi kita buat menjadi insan unggulan di kehidupan nan semakin instan ini.