Pemilihan Benih Belut

Pemilihan Benih Belut

Anda pernah mendengar Pelatihan Budi Daya Belut? Bahkan, Anda pernah mengikutinya? Ya, budi daya belut sedang menjadi buah bibir di kalangan pengusaha. Berbagai pelatihan budidaya belut diselenggarakan buat menarik para investor.

Anda niscaya tahu belut, kan? Sepertinya hampir semua orang mengenal belut. Belut merupakan jenis ewan melata nan hayati di dalam lumpur pesawahan atau di dalam tanah nan basah ini, sangat lezat rasanya. Sekilas bentuknya seperti ular dengan tubuh nan licin berlendir.

Belut kini banyak diolah menjadi berbagai makanan lezat bergizi, menjadi salah satu menu andalan tak hanya di warung pinggir jalan, tetapi telah merambah ke restoran-restoran terkenal. Ada beberapa olahan belut nan disajikan, antara lain belut saus tiram, belut goreng mentega, lalapan belut, belut asam manis, keripik belut, dan sebagainya.

Banyaknya restoran dan industri rumahan nan menggunakan bahan primer belut buat menu-menunya menyebabkan permintaan belut semakin meningkat. Selama ini, pasokan belut masih mengandalkan hasil tangkapan alam, tetapi sampai kapan?

Tingginya permintaan pasar belut dan animo masyarakat terhadap makanan olahan belut, membuka peluang bisnis budi daya belut. Kita tak mungkin selamanya mengandalkan hasil tangkapan alam, suatu saat apabila terus meneurs dimanfaatkan maka populasinya akan semakin berkurang.

Untuk itu, kita harus mulai berpikir buat membudidayakannya guna memenuhi permintaan pasar akan belut segar. Saat ini harga belut segar di taraf pedagang mencapai Rp25.000/kg. Emmm, menggiurkan, bukan?



Problematika Budi Daya Belut

Pengembangan budi daya belut di Indonesia belum banyak dilakukan meskipun permintaan pasar domestik dan ekspor sudah demikian besarnya. Mengapa demikian? Hal ini dampak dari sulitnya mendapatkan benih nan berkualitas hasil budi daya dan belum dikuasainya teknik budi daya nan tepat menjadi hambatan utama.

Berbeda dengan Indonesia, Cina justru sebaliknya, pemerintah Cina telah sukses membudidayakan belut baik dengan sistem lumpur maupun sistem hapa atau jaring apung. Penggunaan hapa ini bisa diaplikasikan buat budi daya belut skala rumahan maupun skala besar.

Dalam kurun waktu satu tahun, Cina mampu menghasilkan produksi belut sebanyak 137.486 ton per tahun. Sementara Indonesia masih mengandalkan hasil tangkapan alam nan jumlahnya tak menentu dan hanya dapat dilakukan pada musim-musim tertentu, yaitu musim hujan.

Padahal permintaan akan belut tak tergantung musim. Lalu, dari mana kita akan memenuhi permintaan belut saat musim kemarau? Pertanyaan ini sebenarnya membuka peluang bisnis budi daya belut nan sangat lebar.

Selama ini penangkapan belut banyak dilakukan dengan cara dijepit, dipancing, distrum, menggunakan bubu/perangkap, dan menggunakan racun. Dengan cara-cara seperti ini bisa terlihat bahwa masih sedikit petani nan berusaha membudidayakannya.

Budi daya nan dilakukan sejauh ini masih menggunakan campuran lumpur dengan bahan organik sebagai media pertumbuhannya. Namun dengan sistem ini, sangat sulit buat melakukan kontrol terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hayati belut nan dibudidayakan sehingga tak bisa dilakukan proses intensifikasi dan produksi belut tak bisa diprediksi.

Kendala nan sering dihadapi oleh petani belut ialah ketersediaan benih belut, baik hasil tangkapan maupun hasil penangkaran. Belut hasil tangkapan membutuhkan waktu buat beradaptasi sebelum bisa digunakan sebagai benih sebab kondisi biologisnya beragam.

Perbedaan kondisi biologis belut hasil tangkapan tergantung cara penangkapannya, wadah, dan lama waktu penampungan sementara baik di pengumpul maupun dalam pengangkutan. Belut nan dihasilkan dengan cara penangkapan menggunakan cara tangkap tangan, dijepit, atau dengan bubu nisbi lebih sehat apabila dibandingkan belut dengan cara penangkapan stroom atau diracun.

Sementara itu, belut nan ditangkap dengan strum diduga akan memiliki pertumbuhan nan kurang baik. Untuk wadah penampungan sementara bisa digunakan bak dari plastik ataupun tembok dengan ketinggian airnya mencapai 10-15 cm dan diberi genre air. Untuk waktu penampungannya diperkirakan 2-4 hari.

Hingga saat ini, pengangkutan masih dilakukan dengan loka tertutup seperti jirigen nan diberi air, dengan cara ini belut mampu bertahan 3-4 jam dalam perjalanan. Jangan lupa buat menjaga temperatur suhunya, usahakan suhu berada pada temperatur rendah, namun kita juga harus waspada sebab es bisa memicu strees dan kematian belut.

Agar memperoleh belut nan memiliki kualitas baik, pemberian makan harus dilakukan dengan teratur. Berilah makanan nan terdiri atas ikan-ikan kecil selama proses penampungan dan penangkutan.



Pemilihan Benih Belut

Sesampainya belut di tangan Anda, sebarlah belut pada bak nan telah diisi dengan air bersih. Apabila Anda memlihat belut-belut nan berenang mengitari kolam dan menyebar, menandakan belut tersebut baik digunakan sebagai benih. Sebaliknya, apabila benih nan tak sehat akan menunjukkan konduite menegakkan kepalanya dan terdapat rona merah pada badannya.

Apabila kita mencoba mempertahankan benih nan tak sehat, umumnya pada minggu pertama benih tak akan mampu beradaptasi dan akhirnya mati. Untuk meminimalkan taraf kematian benih kita bisa memberikan bahan pelindung pada bak tampung, seperti pemberian tanaman eceng gondok, memberikan pipa paralon, maupun tanaman air kayu apu, dan serat karung.

Respon belut terhadap bahan pelindung bersifat komunal, misalnya pada pipa paralon, belut akan bergerombol memenuhi pipa paralon nan sama meski masih ada pipa lain nan kosong. Sementara itu pada tanaman kayu apu, belut menggerombol pada satu sisi dengan bagian kepala menyembul ke permukaan. Sama halnya dengan serat karung.

Pada tanaman eceng gondok nan nisbi lebih renggang dari kayu apu, belut akan menggelantung pada tangkai daun di permukaan air. Setelah melewati masa adaptasi atau sosialisasi dan belut mulai merespon pakan alami nan diberikan padanya, Anda boleh memberikan pakan protesis secara bertahap.

Pemberian pakan bisa dilakukan sedikit demi sedikit. Pakan nan diberikan berupa tepung ikan atau pakan komersial nan ditepungkan nan dicampur dengan cacing rambut dengan proporsi cacing lebih tinggi dari tepung.

Apabila belut memberikan respon positif terhadap pakan dan tak ada belut nan mati, barulah benih dipindahkan ke kolam lumpur buat dibudidayakan. Selain menggunakan kolam lumpur, pembesaran belut bisa juga dilakukan dengan hapa nan dibentangkan di atas kolam, di mana setengah bagian hapa terendam dan sisanya tetap di permukaan.

Pembesaran dengan menggunakan hapa memberikan hasil nan lebih baik dibanding menggunakan bak plastik. Hsl ini bisa terlihat dari taraf stres belut lebih kecil dengan kelangsungan hayati tinggi. Sebaiknya,. hapa nan digunakan berukuran x1x1 meter dengan kepadatan 50-100 ekor. Dengan melakukan hal ini maka taraf hidupnya mencapai 80 %.

Namun sayangnya pemberian pakan protesis tak 100% memberikan respon positif terhadap pertumbuhan belut. Adapun keberadaan pakan alami masih sangat terbatas. Padahal buat budi daya belut skala besar dibutuhkan jumlah pakan nan tak sedikit.

Ternyata permasalahan budidaya belut tak hanya pada ketersediaan pakan, namun juga ketersediaan benih hasil penangkaran. Hingga saat ini belum ada teknik memijahkan belut nan memberikan hasil optimal. Salah satu permasalahannya ialah sebab belut diyakini memiliki kelamin ganda atau hermaphrodit.

Bahkan, benih hasil penangkaran di kolam lumpur pun belum terkontrol berdasarkan jumlah dan ukurannya. Untuk itu, dibutuhkan kolaborasi antara pemerintah dan petani buat proses pengembangan budi daya belut ini.

Masalah lain nan timbul dalam budidaya belut ini, terutama masalah nan terjadi pada kolam lumpur, antara lain sebagai berikut.

  1. Lumpurnya menjadi memadat
  1. Jerami dan batang pisang tak dapat membusuk dan hancur
  1. Media nan digunakan tak mampu menghasilkan cacing lor sawah nan merupakan cadangan makanan
  1. Setelah masa tanam empat bulan ternyata tak ada belut nan dihasilkan (belut wafat semua)
  1. Hasil panen tak beragam

Banyaknya hambatan dan permasalahan pada budi daya belut telah menyurutkan mental sebagian petani belut sehingga banyak dari mereka akhirnya beralih pada komoditi lain. Padahal sebenarnya bisnis ini sangat menjanjikan dan menawarkan peluang usaha nan luas demi pengembangannya.

Pengembangan budi daya belut diharapkan bisa menumbuhkan lapangan usaha baru bagi masyarakat. Selain itu, diharapkan bisnis belut olahan semakin banyak dan berkembang sehingga seemakin banyak makanan nan dihasilkan dari olahan belut ini.