Sejarah Manusia Purba Indonesia: Homo Sapiens

Sejarah Manusia Purba Indonesia: Homo Sapiens

Keberadaan manusia purba tak dapat dilepaskan dari sejarah manusia. Melalui fosil-fosil manusia purba nan ditemukan di berbagai daerah, para peneliti mempelajari seperti apa bentuk fisik, tingkah laku, peradaban, dan sejarah manusia purba . Indonesia ternyata menjadi loka asal ditemukannya beberapa fosil manusia purba.

Secara umum, fosil manusia purba nan ditemukan di Indonesia ada beberapa jenis. Inilah sebagian jenis manusia purba nan ditemukan di nusantara.



Sejarah Manusia Purba Indonesia: Meganthropus Paleojavanicus

Fosil Meganthropus Paleojavanicus ditemukan oleh G. H. R. Von Koeningswald di daerah Sangiran, Jawa Tengah pada tahun 1936. Manusia purba jenis Meganthropus memiliki ciri-ciri di antaranya badannya tegap dan memiliki rahang nan kuat.

Selain itu, ia juga memiliki tulang pipi nan tebal, tonjolan kening, dan tak mempunyai dagu. Manusia purba nan diperkirakan hayati antara 2 sampai 1 juta tahun nan lalu ini memakan tumbuh-tumbuhan.

Diperkirakan, ini ialah spesies manusia tertua di pulau Jawa menurut sejarah manusia purba. Jika ditelaah secara harfiah, nama Meganthropus Paleojavanicus ini berarti “Manusia besar paling tua dari Jawa”. Mega berarti besar, anthropus berarti manusia, paleo berarti tertua, dan Javanicus berarti Jawa.

Makhluk mirip manusia tetapi lebih mendekati kera ini fosilnya cukup sulit didapat. Hal ini menyebabkan penelitian lebih lanjut mengenai cara hayati dan habitatnya sulit diketahui secara pasti.



Sejarah Manusia Purba Indonesia: Pithecanthropus Erectus

Eugena Dubois menamai manusia Jawa, jenis Homo Erectus nan ditemukannya pada 1891 ini dengan nama Pithecanthropus Erectus . Kata ini diambil dari bahasa latin nan artinya manusia kera nan berjalan tegak.

Fosil nan ditemukan di wilayah Trinil, dekat Ngawi ini menggemparakan global sebab dianggap menjadi bagian dari mata rantai nan hilang sebagai penghubung manusia kera dengan manusia modern. Di awal penemuan, tak ditemukan kerangka manusia utuh melainkan hanya tempurung tengkorak, gigi, dan tulang paha atas. Tidak bisa dipastikan apakah tulang belulang itu milik seekor makhluk purba atau beberapa ekor spesies purba.

Namun kemudian inovasi nan lebih meyakinkan ditemukan di Sangiran, Solo, dan di tempat-tempat lain di pulau Jawa. Ditemukan pula Pithecanthropus Mojokertensis di daerah Mojokerto dan Pithecanthropus Soloensis nan ditemukan di daerah Solo. Manusia purba ini diperkirakan hayati sekitar 2 sampai 1 juta tahun nan lalu.

1. Pithecanthropus Mojokertensis

Pithecanthropus Erectus jenis ini ditemukan di Mojokerto. Namanya sendiri berarti manusia kera dari Mokokerto. Fosil pertama manusia purba ini ditemukan pada tahun 1936 di Mojokerto oleh seorang antropolog bernama Ralph von Koeningswald.

Pithecanthropus Mojokertensis diperkirakan hayati pada 30.000 - 2 juta tahun silam. Perawakannya cukup besar, dengan tinggi badan 165 - 180 cm. Badannya cukup tegap, meski tak setegap Meganthropus Paleojavanicus. Ia memiliki hidung nan lebar, kening nan menonjol, dan otot rahang nan lebih lemah dari Meganthropus Paleojavanicus.

Diperkirakan manusia purba ini memakan hewan dan tumbuhan. Fosil anak-anak Pithecanthropus Mojokertensis nan ditemukan dinamai Pithecanthropus Robustus.

2. Pithecanthropus Soloensis

Dikenal juga sebagai Homo erectus soloensis. Sinkron namanya, ia ditemukan di Solo, terutama di bantaran sungai Bengawan Solo. Dalam sejarah manusia purba , Pithecanthropus Soloensis diyakini sebagai jenis homo erectus nan lebih maju. Penelitian menunjukkan spesies ini memiliki kebudayaan, dapat berinovasi, dan memiliki bahasa buat berkomunikasi.

Pithecanthropus Soloensis diyakini sebagai mata rantai penghubung homo erectus dengan homo sapiens. Pithecanthropus Soloensis juga diyakini sebagai nenek moyang suku Aborigin di Australia. Sebuah fosil Pithecanthropus Soloensis diteliti telah berusia 550.000 - 143.000 tahun.



Sejarah Manusia Purba Indonesia: Homo Sapiens

B.D. Von Reitschoten menemukan tengkorak manusia purba di daerah Wajak, Tulung Agung. Fosil tersebut kemudian dinamakan Homo Wajakensis yang termasuk ke dalam jenis Homo Sapiens atau manusia nan berpikir maju. Manusia purba jenis Homo lainnya nan ditemukan di wilayah Indonesia ialah Homo Javanensis , ditemukan di daerah Sabung Macan, Sragen dan Homo Soloensis ditemukan di derah Ngandong.

Ciri generik manusia purba jenis Homo antara lain, memiliki tinggi badan 130 cm – 210 cm, muka tak menonjol ke depan, otot tengkuk menyusut, dan volume otaknya antara 1.000 cc – 1.200 cc. Manusia purba ini sudah berdiri tegak dan cara berjalannya lebih sempurna. Mereka hayati sekitar 40 ribu hingga 25 ribu tahun nan lalu. Pola hidupnya pun lebih maju daripada manusia purba sebelumnya.



Sejarah Manusia Purba Indonesia: Homo Floresiensis

Inilah temuan terbaru dalam penelitian sejarah manusia purba Indonesia. Tahun 2003 silam, sejumlah arkeolog Indonesia dan Australia sedang meneliti migrasi manusia (homo sapiens) dari Indonesia ke Australia. Namun tidak disangka-sangka mereka malah menemukan spesies baru. Mereka menemukan fosil manusia kerdil di pulau Flores. Fosil tersebut kemudian dinamai Homo Floresiensis atau manusia Flores. Terkadang para pakar menyebutnya hobbit atau Flo.

Penemuan 9 fosil manusia kerdil ini awalnya dikira fosil anak-anak. Kemudian inovasi menggemparkan terjadi setelah diketahui bahwa semua fosil tersebut sudah dewasa, bukan anak-anak. Fosil nan ditemukan umumnya tak lengkap, hanya beberapa bagian dari tubuh saja. Namun, secercah cahaya kemudian muncul saat ditemukan fosil kerangka lengkap seorang manusia perempuan.

Ia lantas menjadi subjek penelitian nan menarik. Berbagai pertanyaan muncul di benak para peneliti, bagaimana dapat manusia-manusia kerdil ini hanya ditemukan di Flores, dan apakah mereka berhubungan dengan manusia modern (homo sapiens)? Saking fenomenalnya, berbagai media seperti “National Geographic” secara tertentu mengikuti perkembangan demi perkembangan penelitian fosil ini.

Fosil nan memiliki tubuh dan otak nan kecil ini diyakini hayati sekitar 12.000 tahun nan lalu. Mereka berusaha bertahan hayati di pulau ini dengan berbagai peralatan purba nan mereka buat. Secara fisik, mereka mirip dengan homo erectus, tetapi dalam ukuran nan lebih kecil.

Fosil lengkap seorang manusia purba perempuan nan kemudian diteliti diberi nama Flo. Flo diperkirakan meninggal di usianya nan ke 30 tahun. Dengan penelitian lebih jauh, diperkirakan Flo memiliki tinggi badan antara 106 - 109 cm dengan berat badan sekitar 25 kg. Sangat kerdil buat ukuran manusia purba. Itulah mengapa ia dijuluki hobbit.

Sejauh ini, Homo Floresiensis dinobatkan sebagai manusia kera terkecil dalam sejarah manusia purba dunia. Para arkeolog kemudian menemukan banyak peralatan nan biasa digunakan oleh Homo Erectus di sekitar fosil Homo Floresiensis ini.

Oleh sebab itu, mereka lantas membuat hipotesis bahwa sebetulnya Flo dan teman-temannya ialah spesies Homo Erectus nan berasal dari pulau lain di Indonesia. Setelah pindah ke pulau Flores, mereka beradaptasi dan berevolusi sehingga menjadi kecil. Hipotesis ini didasarkan pada inovasi stegodon (gajah purba) nan juga berukuran kerdil di pulau ini. Kelihatannya makhluk hayati di pulau ini menyesuaikan diri dengan habitatnya dengan cara menjadi lebih kecil.

Diperkirakan Homo Floresiensis hayati di Flores sampai 12.000 tahun silam, berusaha berjuang hayati di sana dengan beradaptasi dengan baik. Di masa lalu, pulau Flores ialah pulau nan terisolasi, oleh sebab itu spesies-spesies nan ditemukan di sini memiliki karakteristik khas nan tak dimiliki spesies di pulau-pulau lainnya di Indonesia.

Penemuan Homo Floresiensis menjadi tonggak baru sejarah manusia purba Indonesia dan dunia. Penelitian lebih lanjut masih dilakukan buat mencari tahu kepandaian dan kebudayaan spesies ini, sebab kelihatannya kehidupan dan kebudayaan mereka cukup modern buat ukuran manusia purba. Inovasi spesies ini juga semakin membuat peneliti-peneliti di Sumatra bersemangat mencari Orang Pendek, makhluk mitologi nan dipercaya pernah hayati di Sumatra sebagai manusia kera nan berjalan tegap.