Perkembangan Negara Kamboja

Perkembangan Negara Kamboja

Negara Kamboja ialah sebuah negara di Asia Tenggara nan letaknya secara geografis berbatasan langsung dengan beberapa negara. Sebelah utara dengan Laos dan Thailand, sebelah timur berbatasan dengan Vietnam, dan sebelah barat berbatasan dengan teluk Thailand.

Sebagian besar wilayah negara Kamboja ini ialah tanah datar nan dikelilingi oleh gunung-gunung di sebelah utara dan barat daya, serta bagian timur dialiri Sungai Mekong. Tanah datar di Kamboja terpusat pada di Danau Tonle sap nan merupakan lembah alami nan berfungsi buat menanpung genre Sungai Mekong. Negara ini terbagi dalam 20 provinsi dengan luas wilayah 181.035 km persegi.



Sejarah Politik Negara Kamboja

Dalam sejarah politiknya, Kamboja dijadikan negara protektorat oleh Prancis sejak tahun 1983. Negara porektorat adalah negara nan mendapat konservasi dari negara lain nan lebih kuat. Pada tahun 1951 Prancis mengangkat Sihanaouk sebagai raja dan memberikan kemerdekaan pada 9 November 1953.

Sejak saat itu, Kamboja memproklamirkan sebagai negara nan netral dan tak terlibat dalam perang Vietnam. Namun sejarah pemerintahan Kamboja juga mencatat masa suram, ketika terjadi perang saudara dari tahun 1970 sampai 1993.

Perang saudara ini telah menghancurkan banyak infrastruktur dan menenggelamkan sumber daya manusia negara tersebut. Kontemporer Kamboja dikuasai oleh rezim militer Khmer Merah nan dipimpin oleh Pol Pot.

Ia ingin berkuasa dengan menjadikan Kamboja sebagai perebutan pengaruh negara-negara asing nan terjadi sebab perang dingin. Sampai saat ini dengan posisi Kamboja nan terapit negara-negara lain sering terjadi munculnya konflik di daerah perbatasan.

Sedikit perjalanan sejarah Kamboja dalam masa perang saudara, nan dimulai pada tahun 1960 sampai 1970. Saat itu, Khmer merah melakukan perang gerilya melawan pemerintahan Shihanaouk dan Marsekal Lon Nol, dan sukses menggulingkan pemerintahan pada tahun 1975.

Khmer merah menjadi penguasa baru dengan Pol Pol sebagai pimpinan. Setelah rezim pemerintahan terguling, banyak rakyat Kamboja nan dulu pro dengan pemerintahan dibantai, sehingga banyak penduduk nan pergi ke evakuasi ke daerah nan lebih aman.

Phompen menjadi kota wafat pada waktu itu. Perekonomian seluruh Kamboja berhenti dan berada di bawah kekuasaan komunis, seluruh uang beredar ditarik dari peredaran, dan selanjutnya mulai muncul endemi penyakit dan kelaparan.

Yang menjadi target kekejaman pasa saat itu adalah orang-orang dari kalangan non petani, seperti pedagang dan orang-orang berpendidikan tinggi. Para warga keturunan Vietnam dan Cina juga ikut dibunuh.

Cara membunuh mereka ialah dengan memukuli sampai mati, bukan menggunakan senapan dengan alasan buat menghemat amunisi nan ada. Pol Pot memerintah selama kurang lebih 4 tahun, dan membuat seluruh global tercengang melihat kekejaman nan dilakukan pemerintahannya.

Khmer Merah menginginkan negara Kamboja menjadi sebuah negara nan Maois dengan konsep agrarianisme. Mereka melakukan penghapusan seluruh mata uang, pelayanan pos dihentikan, dan benar-benar memutus komunikasi Kamboja dari global luar.

Pada masa ini diperkirakan sekitar 2 juta warga negara Kamboja dibantai di berbagai ladang pembantaian. Tercatat terdapat 343 ladang pembantaian nan tersebar seluruh kawasan Kamboja, nan paling terkenal ialah Choeung Ek.

Di sini terjadi pembantaian dari kalangan intelektual dan kaum pemerintahan, di antaranya mantan Menteri Informasi Hou Nim dan Profesor Ilmu Hukum Phorng Ton. Sebelum semua dibunuh, mereka didokumentasikan dan diinterogasi di kamp penyiksaan Tuol Sleng.
Tuol Sleng dulunya ialah sebuah sekolah nan berlokasi di Tuol Sva Prey, daerah sebelah selatan dari Phompen.

Setelah jatuh ke tangan Khmer Merah sekolah ini dijadikan sebagai loka interograsi dan penyiksaan para tahanan nan dianggap sebagai versus politik. Mereka melakukan interograsi terhadap para intelektual agar mereka juga menunjukkan teman-teman atau kerabatnya nan sesama intelektual, dan setiap tahanan harus meyebutkan 15 nama orang-orang nan berpendidikan.

Mereka akan menyiksa dengan berbagai cara, seperti mencabut kuku para tahanan dan memasukkan ke dalam cairan alkohol, memasukkan tahanan kedalam bak mandi kemudian disetrum begitu.

Kaum perempuan juga mengalami nasib nan sama. Tahanan perempuan sering mengalami pemerkosaan. Setelah kurang lebih mengalami proses interogasi dan penyiksaan hampir 4 bulan atau sampai 7 bulan untu korang-orang nan dianggap penting, para tahanan akan dieksekusi di Choeung Ek.

Namun dari cerita kekejaman Khmer Merah, masih ada seorang kaum intelektual nan dapat meloloskan diri dari siksa tahanan. Dia ialah Haing S Ngor nan pada masa itu menjadi seorang dokter. Pada akhir tahun 1984, dia dianugerahi Piala Oscar dalam perannya di film "The Killing Fields". Dalam film tersebut, dia berperan sebagai seorang jurnalis nan sukses meloloskan diri dari pembantaian.



Perjalanan Menuju Perdamaian Negara Kamboja

Perjalanan Kamboja menuju perdamaian diawali dari tumbangnya rezim Pol Pot oleh pencaplokan Vietnam ke Kamboja pada tanggal 25 Desember 1978. Pencaplokan ini diawali berbagai pelanggaran nan terjadi di wilayah perbatasan antara Kamboja dan Vietnam.

Akhirnya pada tanggal 7 Januari 1979, pasukan Vietnam sukses menduduki Phnom Penh dan menggulingkan pemerintahan Pol Pot. Di bawah pimpinan Hen Samrin nan membawahi pasukan Vietnam akhirnya terbentuk pemerintahan baru, namun tak diakui oleh negara-negara Barat.

Hen Samrin sendiri sebenarnya anggota Khmer Merah nan akhirnya membelot ke Vietnam. Sementara Pol Pot dan para pengikutnya lari ke dalam hutan dan merancang teror dan perlawanan gerilya. Pol Pot nan bernama orisinil Saloth Kar akhirnya meninggal di dalam hutan pada 15 April 1998, diduga terkena terkena agresi jantung.

Pada tahun 1982 ada tiga buah kelompok nan masih bertahan di Kamboja, yaitu front kemerdekaan nasional, netral, dan Khmer Merah. Perdamaian dan kolaborasi Kamboja (FUNCINPEC) pimpinan Pangeran Sihanouk dan front nasional kebebasan orang-orang Khmer merah di bawah pimpinan Perdana Menteri Son Sann membentuk koalisi nan bertujuan buat memaksa tentara Vietnam agar keluar dari Kamboja.

Akhirnya pada 1989, tentara Vietnam kerluar dari Kamboja. Pada tahun 1992, PBB mengambil alih sementara pemerintahah ini, dan pada tahun selanjutnya PBB melakukan pemilu demokratis nan dimenangkan oleh FUNCINPEC.

Kemudian membentuk koalisi bersama Partai Rakat Kamboja (CPP) pimpinan Hun Sen. Saat ini, Kamboja telah berkembang pesat berkat donasi negara-negra asing. Negara ini bahkan telat buat menggelar persidangan terhadap mantan pimpinan Khmer Merah dengan dakwaan melakukan tindak kejahatan terhadap manusia.

Penduduk di desa dan di kota sudah dapat dengan hayati tenang walau masih banyak dihantui oleh perasaan takut, sebab masih banyak ranjau darat nan tersebar di seluruh negeri.

Indonesia mempunyai peran krusial dalam perkembangan politik Kamboja. Dalam interaksi bilateralnya, Indonesia berupaya menyelesaikan konflik perang saudara di Kamboja.

Pada tanggal 27 Juli 1987, telah dicapai Ho Chi Mint City Understanding dan berbagai hasil keputusan pada tahun-tahun berikutnya di Jakarta, nan semua menunjukkan keterlibatan Indonesia dalam upaya perdamaian di negara Kamboja.

Kamboja menganut sistem demokrasi liberal ekonomi pasar dan pluralisme. Kepala negara ialah seorang raja, namun raja tak memberikan perintah. Kepala pemerintahan dilaksanakan oleh perdana menteri dan dibantu oleh para menteri nan tergabung di dalam dewan menteri, hal ini berdasarkan konstitusi 1993.



Perkembangan Negara Kamboja

Negara Kamboja terus tumbuh dengan memperbaiki semua sektor nan ada, pada 1990 Kamboja menunjukkan kemajuan ekonomi nan cukup baik. Pendapatan perkapita penduduk Kamboja naik secara drastis walau masih rendah jika masih dibandingkan dengan negara-negara lain di wilayah ASEAN.

Bidang agrikultura masih menjadi andalan kehidupan ekonomi masyarakat, terutama bagi daerah pedesaan. Selain itu bidang pariwisata dan tekstil menjadi menjadi andalan dalam perekonomian Kamboja.

Beberapa loka wisata nan menjadi andalan negara Kamboja, yaitu Angkor Wat, Koh Kong, Bayon Taprohm, dan Standstone. Ankor Wat ialah loka wisata nan terletak di dalam taman arkeologi nasional Kamboja, nan merupakan bangunan semacam candi mirip dengan Candi Prambanan.

Sedangkan Koh Kong ialah sebuah desa nelayan nan tenang nan memiliki estetika alamnya sangat memesona dan menjadikan daya tarik wisata nan cukup tinggi berbagai tempat, seperi area tracking, pantai, dan air terjun terletak di desa ini.

Masih banyak sekali tempat-tempat wisata lain di negara Kamboja nan juga menunjukkan masa-masa kekejaman Pol Pot dengan Khmer Merahnya.