Dukungan Riset
Masih ingat dengan film Dead Poets Society ? Kalau Anda pernah menonton film nan dibintangi Robin William ini tentu akan merasa takjub. ‘Pemberontakan’ nan tersajikan dengan begitu memikat dalam film pelajar ini memberikan banyak inspirasi nan sangat relevan terhadap global pendidikan dan pelajar di tanah air.
Kekuatan skenario nan didukung karakter para pemerannya nan menonjol mampu menyajikan pandangan baru nan sangat menyegarkan. Melalui film ini kita pun memperoleh perspektif baru terhadap sesuatu nan selama puluhan atau ratusan tahun dianggap sebagai suatu kebenaran. Bahkan sistem pendidikan nan umumnya berlangsung lama juga mendapatkan kesadaran dari film pelajar ini.
Ditertawakan
Film pelajar tentunya bukan sekadar memotret konduite dan dinamika global pelajar. Apalagi dengan makin kompleksnya pengaruh media, teknologi, dan lingkungan terhadap generasi muda kita, dibutuhkan kedalaman buat memahami global remaja. Coba bandingkan dengan tayangan sinetron remaja di televisi nan malah lebih sering lepas dari akar realitasnya.
Penggambaran global pelajar dengan sekadar mempersoalkan cinta, persaingan berebut pacar, ataupun pamer kemewahan tidak ubahnya dengan terlalu menyederhanakan fenomena nan sesungguhnya. Meskipun sinetron ataupun film merupakan karya fiksi, namun penggambaran nan menggampangkan empiris tentu buka sesuatu nan bijak. Ujung-ujungnya malah akan ditertawakan penonton maupun para pelajar sendiri.
Dukungan Riset
Film Ada Apa Dengan Cinta nan cukup berhasil dari segi jumlah penonton, merupakan sebuah karya nan cukup berbobot. Film pelajar ini tak sekadar memotret dinamika global pelajar (SMU) nan memang penuh cinta dan ceria, namun juga mampu memperlihatkan sisi humanis nan dipadu dengan benturan sejarah.
Begitu juga dengan film Laskar Pelangi nan mengangkat empiris lain dari para pelajar sekolah dasar di pelosok Pulai Belitung dalam menuntut haknya terhadap pendidikan. Film ini banyak dipuji berbagai kalangan sebab mampu menyajikan muatan lokal nan cukup eksklusif. Dari estetika pantai Belitung nan memikat, kekayaan hasil timah nan melimpah, kemiskinan nan demikian kontras, hingga budaya musik Dul Muluk nan khas.
Meskipun berbicara tentang film pelajar dengan segmen remaja, namun bukan berarti melupakan unsur riset dan kedalaman data. Seperti disajikan film Ada Apa Dengan Cinta, Laskar Pelangi, maupun Dead Poets Society, kekuatan riset tentunya sangat menentukan. Dan bukan sekadar sebab kejar tayang dan tuntutan rating nan lebih sering menjebak.
Belakangan, semangat dan kreativitas kalangan pelajar buat membuat film juga tengah marak. Melalui label film pelajar indie mereka mencoba mengangkat dimensi lain tentang global mereka sendiri. Yah, kita pun berharap hasil karya mereka tidak sekadar ikut-ikutan bergaya modis tanpa riset dan kedalaman. Kita berharap munculnya film-film tentang global pelajar dan remaja nan menggugah dan mencerahkan. Semoga saja.