Militer Wanita Amerika Serikat
Cantik, anggun, memikat, tapi mematikan. Itulah kiranya citra dari seorang militer wanita . Global nan kental dengan aroma kekerasan itu, ternyata tidak menyurutkan para wanita buat meniti karier di dalamnya. Sedikit berupaya menghilangkan aura "kefemininannya" dan berbaur dengan global maskulin laki-laki.
Meskipun begitu, tak semua wanita mau dan sanggup meniti karier di global militer. Selain persepsi mayoritas masyarakat nan melihat bahwa global tersebut hanya buat kaum pria, hayati nan keras dan seringkali mempertaruhkan nyawa pun ikut andil. Itulah faktor nan menyebabkan jarangnya wanita berkecimpung di global ini.
Namun, Anda salah jika berpikir seperti itu. Seorang wanita nan memutuskan berkarier di militer ternyata tidak akan kehilangan aura keanggunannya. Tetap bisa tampil cantik mempesona dan menarik bagi versus jenisnya, pria. Kodratnya sebagai wanita pun tak akan musnah "diserap" global bunuh-membunuh itu.
Berikut profil singkat wanita militer di Amerika Serikat. Sebagai negara penggagas emansipasi, Amerika membuat wanita-wanitanya tidak canggung memilih militer sebagai profesi. Ada dari mereka nan berkarier sebagai prajurit dan ditempatkan di garis depan pertempuran, satuan pengamanan dalam negeri (seperti Polwan di Indonesia), ataupun perwira nan memutuskan berbagai kebijakan militer strategis.
Militer Wanita Amerika Serikat
Sebagai negara adikuasa, kekuatan militer Amerika Perkumpulan (AS) tidak perlu diragukan. Didukung teknologi militer nan canggih, AS menjelma sebagai negara super power . Julukan polisi global pun diberikan bagi negara nan ternyata juga memiliki angkatan bersenjata wanita (tentara) ini.
Saat ini, tercatat ada lebih dari 160.000 tentara wanita AS, 14 persen dari jumlah total tentara AS. Prajurit-prajurit wanita tersebut telah bertugas di beberapa bagian Angkatan Darat (AD) sejak 1775. Mendukung kekuatan militer primer nan dimiliki AS.
Mereka ditempatkan di banyak wilayah tugas. Salah satunya ialah ketika Perang Teluk (1990), Perang Afghanistan (2001), atau Perang Irak (2003), berlangsung. Para prajurit wanita ini melakukan berbagai pekerjaan layaknya seorang prajurit, seperti menjadi penembak, pengemudi truk, polisi militer, dan pilot helikopter. Meskipun pekerjaan itu bersifat pendukung dari suatu operasi tempur, mereka tetap signifikan dalam menentukan sukses atau tidaknya suatu agresi milter.
Prajurit militer wanita AS dikenal dengan baju khasnya berupa seragam loreng berwarna kuning kecoklatan. Seragam ini bernama Army Combat Uniform (ACU), pengganti Battle Dress Uniform 1 (BDU) nan digunakan militer AS bagi tentaranya pada 1981-2005. Tak hanya dipakai saat bertempur, tetapi dipakai pada acara seremonial atau posisi nontempur.