Ideologi Pancasila dan NU
Riwayat hayati Gusdur mungkin tak akan pernah selesai diurai. Akan tetapi, dapatlah kita membacanya secara ringkas sebagai berikut.
Cicit Pendiri NU
Gus Dur lahir di Jombang, 7 September 1940 dengan nama orisinil Abdurrahman Addakhil. Akan tetapi, sebab nama Addhakhil kurang familiar, namanya diubah menjadi Abdurrahman Wahid. Sejak awal, sebab Gus Dur ialah cicit pendiri Nahdhatul Ulama (NU), K.H. Hasyim Asyari, ia sangat dipandang oleh orang-orang pesantren nan kebanyakan warga NU. Kelak, Gus Dur ialah salah satu masinis terbaik NU nan mengubah kerangka berpikir kelompok muslim terbesar di global itu menjadi lebih progresif tanpa perlu meninggalkan bukti diri tradisional NU.
Gus Dur ialah anak pertama dari enam bersaudara. Ia menjadi sosok kontroversi bukan saja ketika sudah dewasa. Saat masih anak-anak pun ia sudah menimbulkan kontroversi. Yaitu saat menyebutkan tanggal lahirnya ketika ditanya oleh gurunya. Kisah kontroversi tanggal lahirnya tersebut terdapat di dalam buku “Gus Gerr: Bapak Pluralisme dan Kontrovesi”.
Saat itu Gus Dur mendaftarkan diri sebagai siswa di salah satu SD di Jakarta. Ia ditanya oleh gurunya ihwal tanggal lahirnya di saat mendaftarkan dirinya ke sekolah tersebut.
“Namamu siapa Nak?”
“Abdurrahman,“ jawab Gus Dur
“Tempat dan tanggal lahir?”
“Jombang….,” jawab Gus Dur, kemudian terdiam beberapa saat.
“Tanggal empat, bulan delapan, tahun 1940,” lanjutnya.
Namun Gus Dur sedikit ragu. Keraguan itu muncul lantaran ia menghitung tanggal lahirnya bukan berdasarkan almanak syamsiyah (masehi), tapi almanak hijriyyah (penanggalan Islam). Pasalnya, Gus Dur hanya ingat tanggal dan tahun masehinya, tapi bulannya ia ragu. Bulan delapan nan disebutnya ternyata bulan dalam hitunggan kalender qamariyah atau hijriyyah.
Namun oleh gurunya ditulis bulan Agustus, sedangkan nan dimaksud oleh Gus Dur ialah bulan Sya’ban. Sehingga ketika SD, tanggal lahir Gus Dur 4 Agustus 1940. Namun belakangan baru diperbaiki hingga ditetapkan tanggal nan sahih yaitu 7 September 1940, sedangkan dalam kalender hijriyyah 4 Sya’ban 1359.
Gus Dur Tak Pernah Pacaran
Gus Dur memang tergolong orang nan berbeda sejak masih anak hingga remajanya. Di saat remaja, ia memiliki disparitas dengan nan seusia dengannya. Jika para remaja saat itu suka pacaran, Gus Dur malah tak suka. Ia pemalu. Ia lebih memilih membaca buku atau bermain sepak bola ketimbang pacaran.
Ketika ia ditawari buat kuliah di Mesir, pamannya K.H Fattah mewanti-wantinya agar sebaiknya mencari isteri terlebih dahulu. “Soalnya, kalau menunggu pulang dari luar negeri, kamu akan mendapatkan wanita tua dan cerewet ,” ucap pamannya.
Mendengar pesan pamannya tersebut, Gus Dur pun gelapan. Namun sang paman tidak sekedar menyarankan, namun juga ikut mencarikan calonnya. Ditawarkanlah nama Sinta Nuriyah, putri H. Abdullah Syukur, pedagang daging terkenal pada saat itu. Rupanya, Siti Nuriyah pernah menjadi murid Gus Dur di Mu’allimat. Karena sudah mengetahui fisiknya, Gus Dur pun tidak menolak ketika ditawari Siti Nuriyah sebagai isterinya.
Awalnya, SitiNuriyah tidak menanggapi pencalonan dirinya dengan Gus Dur. Hal ini tentu saja punya sebab. Yaitu, trauma. Siti Nuriah baru saja trauma oleh salah seorang gurunya nan meminangnya saat ia baru berusia 13 tahun. Celakanya, gurunya tersebut tidak jadi menikahinya.
Makanya, ketika Gus Dur mengirimkan surat, Siti Nuriyah “mau tak mau” menerimanya. Bahkan ia sempat berkomentar, “Abdurrahman lagi, Abdurrahman lagi.” Namun keraguan Siti Nuriyah berubah menjadi simpati ketika di dalam surat tersebut, Gus Dur menuliskan bahwa ia tak naik taraf lantaran terlalu aktif di PPI (Persatuan Pelajar Indonesia) di Mesir.
Siti Nuriyah tersentuh dan mencoba buat menghibur Gus Dur dengan membalas suratnya dan menuliskan,”Masak manusia harus gagal dalam segala-galanya. Gagal dalam studi, paling tak sukses dalam jodoh.”
Mendapat balasan surat seperti itu, Gus Dur langsung meminta ibunya buat melamarkan Siti Nuriyah untuknya. Hingga akhirnya ditetapkan pada tanggal 11 Juli 1968, Gus Dur menikah dengan Siti Nuriyah.
Ideologi Pancasila dan NU
Pada 1983, Presiden Soeharto menjadikan Pancasila sebagai ideologi (tunggal) negara. Semua elemen bangsa wajib mematuhi gagasan Soeharto ini, jika tak ingin ditekan. Oleh sebab itu, NU berada dalam keadaan sulit.
Bagaimana pun, basis agama mereka akan dipertanyakan jika mau melebur ke dalam gagasan Soeharto. Akan tetapi, ada pula kekhawatiran jika tak patuh, nasib mereka akan sama seperti Masyumi, nan tak pernah diizinkan Soeharto buat berdiri sebagai organisasi sosial (apalagi politik). Soeharto juga pernah berkata bahwa musuh keduanya setelah komunisme ialah Islam. Gus Dur nan lebih berpikir ke depan, melihat otoritas berlebih Soeharto saat itu, menyatakan bahwa NU harus menerima Pancasila sebagai ideologi negara.
Reformasi nan dilakukan Gus Dur membuatnya populer di kalangan NU. Hingga pada Musyawarah Nasional tahun 1984, banyak orang nan mulai menyatakan keinginan mereka buat menominasikan Gus Dur sebagai ketua baru NU. Gus Dur menerima tawaran tersebut, jika ia mendapatkan wewenang penuh buat memilih para pengurus nan akan bekerja dibawahnya.
Terpilihnya Gus Dur dipandang positif oleh Soerharto dan rezim Orde Baru. Penerima Gus Dur terhadap Pancasila Bersamaan dengan gambaran moderatnya, membuat Gus Dur disukai oleh pejabat pemerintahan. Pada tahun 1987, Gus Dur menunjukkan dukungan lebih lanjut terhadap rezim Orde Baru dengan mengkritik PPP dalam pemilihan generik legislatif tahun 1987 dan memperkuat Golkar.
Meskipun ia disukai oleh rezim Orde Baru, Gus Dur juga mengkritik pemerintah sebab proyek Waduk Kedung Ombo nan didanai oleh Bank Dunia. Hal ini merenggangkan interaksi Gus Dur dengan pemerintah, namun saat itu Soeharto masih mendapatkan dukungan politik dari NU.
Memberontak Penguasa
Gus Dur terpilih sebagai ketua NU selama tiga periode, yaitu 1984-1989, 1989-1994, dan 1994-1999. Selama masa tersebut, Gus Dur cukup dekat dengan penguasa sekaligus mengambil jeda nan cukup signifikan terhadap kebijakan-kebijakan Soeharto nan berat sebelah. Misalnya, ketika Soeharto mendirikan ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia) nan sebenarnya secara politis ingin merebut simpati para modernis Islam maupun tradisionalis Islam, Gus Dur membuat lembaga tandingan nan terdiri dari berbagai agama nan disebutnya Fordem (Forum Demokrasi).
Setelah Gus Dur membentuk Fordem, pada Maret 1992 Gus Dur berencana mengadakan Musyawarah Besar buat merayakan ulang tahun ke-66 dan mengulang pernyataan dukungan NU terhadap Pancasila. Gus Dur merencanakan acara tersebut dihadiri oleh seluruh kader NU, paling tak sekitar satu juta orang.
Namun Soeharto menghalanginya, dengan cara memerintahkan polisi buat memaksa bus nan datang ke Jakarta buat menghadiri acara Musayawarah Besar tersebut kembali. Setelah acara usai, Gus Dur mengirimkan surat protes kepada Soeharto dan menyatakan bahwa NU tak diberi kesempatan menampilkan Islam nan terbuka, adil dan toleran.
Selama jabatan keduanya sebagai ketua NU, ide liberal Gus Dur mulai muncul. Ia pun diserang oleh para pengurus NU. Namun Gus Dur tidak pernah mundur. Bahkan, aksinya makin menjadi-jadi dengan mendorong obrolan antar agama dan menerima undangan buat mengunjungi Israel pada tahun 1994.
Presiden Dua Tahun
Selepas Soeharto lengser, Gus Dur mendapatkan momentum buat bergerak. Ia mendirikan PKB dan ikut Pemilu 1999 nan secara mengejutkan sukses menjadi Presiden RI dalam pemilihan oleh MPR. Akan tetapi, sebab tersandung oleh Buloggate dan Bruneigate, Gus Dur akhirnya dimakzulkan pada 23 Juli 2001.
Sebelumnya, Gus Dur sempat membuat dekrit presiden (dekrit kedua dalam sejarah Indonesia) nan isinya:
- membubarkan MPR/DPR,
- mengembalikan kedaulatan pada rakyat dengan mempercepat Pemilu dalam setahun, dan
- membekukan Golkar.
Akan tetapi, dekrit tersebut tak diakui siapa pun.
Akhir Hidup
Setelah tak menjadi presiden, Gus Dur sempat hendak mengikuti Pemilu 2009. Akan tetapi, kemungkinan saat itu ia digembosi oleh pihak-pihak eksklusif nan risi Gus Dur akan sukses meraup dukungan warga NU. Gus Dur meninggal pada Rabu, 30 Desember 2009, setelah beberapa hari menginap di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Negara mengumumkan keadaan berkabung selama 7 hari buat menghormati beliau.
Inilah kajian sederhana ihwal riwayat hayati Gusdur nan penuh dengan kontroversi dari sejak masa kanak-kanak hingga menjadi orang pupoler di negeri ini. Semoga artikel ini bermanfaat bagi sobat Ahira.