Sulawesi Miliki Perkebunan Tanaman Kakao Terluas
Ada berapa banyak perkebunan tanaman kakao di Indonesia ? Perkebunan kakao di Indonesia dari hari ke hari semakin menunjukkan peningkatan. Ya, hal ini wajar sebab hingga saat ini negara kita ialah salah satu produsen tanaman kakao paling besar di dunia.
Pada 2009, produksi biji kakao kita mencapai 849.875 ton per tahun. Sementara itu, produsen kakao paling besar di global ialah Pantai Gading dengan jumlah produksi 1,3 juta ton, sedangkan Ghana sebanyak 750.000 ton.
Produksi kakao di negeri kita dihasilkan dari perkebunan BUMN (Badan Usaha Milik Negara), perkebunan rakyat, dan perkebunan swasta. Luas perkebunan kakao nan dipunyai masyarakat ialah sekitar 92,7 persen dari luas total perkebunan tanaman kakao di Indonesia mencapai 1.592.982 Ha pada 2009.
Sebagian besar produksi tanaman kakao ini diekspor. Mangapa hal ini dapat terjadi? Hal ini dilakukan karena industri pengolahan kakao di Indonesia dianggap kurang berkembang. Selain itu, para petani kakao nan umumnya merupakan petani rakyat pun lebih memilih mejual kakao kepada eksportir karena pembayarannya lebih cepat.
Sebagian besar biji kakao nan diekspor ini ialah kakao nan telah diolah tanpa proses permentasi. Di sisi lain, harga biji kakao tanpa difermentasikan di pasar internasional lebih murah daripada harga biji kakao nan sudah difermentasikan. Perbandingan harga di antara keduanya ialah seitar Rp2.000 - Rp2.900 per kg.
Beberapa waktu nan lalu, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan tarif ekspor buat menguras arus ekspor kakao. Kebijakan ini dikeluarkan dengan tujuan buat mengembangkan industri pengolahan kakao di dalam negeri. Kebijakan nan lain yaitu menerapkan Baku Nasional Indonesia (SNI) buat biji kakao serta kakao bubuk nan dikeluarkan secara bersamaan.
Perkebunan Tanaman Kakao dan Produknya
Seperti nan diketahui, kakao ialah salah satu komoditi perkebunan nan dihasilkan oleh negara Indonesia. Apa saja produk-produk kakao itu? Produk-produk kakao di antaranya ialah biji kakao, pasta kakao, kulit sekam dan sisa, lemak kakao, dan bubuk kakao.
Biji kakao ialah produk hulu nan dihasilkan dari perkebunan kakao di Indonesia. Sementara itu, mentega, liquor, butter, dan bubuk kakao ialah produk setengah jadi nan dipakai buat bahan standar oleh industri hilir, misalnya susu cokelat, permen cokelat, cokelat makanan, dan lain sebagainya.
Cocoa liquor ialah biji kakao nan sudah digiling sampai halus. Hasilnya menyerupai bubur halus dari biji cokelat nan dicampur dengan lemak cokelat. Sementara cocoa liquor nan dipres sampai kering dan bisa memisahkan kandungan lemaknya, selanjutnya dikeringkan lalu digiling lagi hingga menghasilkan cocoa powder (bubuk cokelat).
Produk lainnya ialah cocoa butter. Cocoa butter ini harganya paling mahal dan merupakan lemak cokelat hasil ekstraksi cocoa liquor dari pembentukan bubuk coklat. Cocoa butter ini biasa dipakai buat campuran pembuatan permen cokelat serta dipakai buat bahan standar kosmetik, contohnya lipstik.
Pertumbuhan Luas Huma Perkebunan Tanaman Kakao Lambat
Luas huma perkebunan kakao di Indonesia terus mengalami peningkatan beberapa tahun terakhir ini. Pada 2007, luas perkebunan ini terctat mencapai 1.379.279 Ha. Luas perkebunan kakao ini mengalami peningkatan sekitar 6,8 persen menjadi 1.473.259 Ha.
Pada tahun berikutnya, perkebunan kakao di Indonesia kembali meningkat menjadi 1.592.982 Ha atau bisa dikatakan tumbuh sekitar 8,1 persen. Secara keseluruhan, rata-rata pertumbuhan luas perkebunan kakao di Indonesia dari 2006 sampai 2009 yaitu sebesar 8,1 persen.
Di Indonesia, perkebunan kakao didominasi oleh perkebunan rakyat, yaitu perkebunan nan dimiliki oleh masyarakat. Kepemilikan perkebunan kakao rata-rata buat setiap petani ini sangat kecil, yaitu hanya 1 Ha per petani. Jika disatukan, luas perkebunan tanaman kako nan dipunyai masyarakat ialah sekitar 92,7 persen dari total luas perkebunan kakao di Indonesia nan mencapai 1.592.982 Ha pada 2009.
Wilayah-wilayah pengembangan huma perkebunan tanaman kako di Indonesia nan dianggap cukup potensial yaitu di Kalimantan Timur , Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Maluku, dan Papua, dengan luas mencapai 6 juta Ha.
Sementara itu, jenis kakao nan dibudidayakan di Indonesia pada umumnya berjenis kakao lindak. Sentra produksi primer kakao jenis ini ialah di Sulsel (Sulawesi Selatan), Sultra (Sulawesi Tenggara), dan Sulteng (Sulawesi Tengah). Jenis kakao lainnya nan dibudidayakan ialah jenis kako mulia di perkebunan besar milik negara di Provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Sejumlah program nan dicanangkan pemerintah dan berhubungan dengan pengembangan perkebunan kakao, di antaranya ialah rehabilitasi sekitar 235 ribu hektar huma kakao, peremajaan perkebunan kakao seluas 70 ribu hektar, intensifikasi terhadap huma seluas 145 ribu hektar, dan pengendalian hama pada 450 ribu hektar huma kakao selama tiga tahun, yaitu dari 2009 sampai 2011 lalu.
Sementara itu, pemerintah pusat memfokuskan peningkatan jumlah produksi kakao di beberapa wilayah seperti Nusa Tenggara Timur, Bali, Sulawesi, Maluku, dan Papua.
Sulawesi Miliki Perkebunan Tanaman Kakao Terluas
Di Indonesia, perkebunan kakao sebagian besar berada di Pulau Sulawesi dengan luas total perkebunan sekitar 953.691 Ha atau 60 persen dari jumlah total seluruh perkebunan tanaman kako di Indonesia. Setelah Pulau Sulawesi, wilayah paling besar kedua yaitu di Pulau Sumatera dengan luas sekitar 300.461 Ha atau sekitar 18 persen.
Daerah lainnya, yaitu di Pulau Jawa , Maluku, dan Papua, masing-masing mempunyai sekitar 6 persen perkebunan kakao. Sementara itu, sisanya berada di Nusa Tenggara dan Kalimantan. Masing-masing daerah tersebut memiliki huma sekitar 5 persen dan 3,5 persen.
Produksi Biji Tananam Kako Cenderung Meningkat
Jenis kakao nan dikembangkan di wilayah Indonesia pada umumnya yaitu jenis kakao lindak dengan sentra produksi utamanya ialah di Sulsel (Sulawesi Selatan), Sultra (Sulawesi Tenggara), dan Sulteng (Sulawesi Tengah). Disamping itu, dikembangkan juga jenis kakao mulia di perkebunan besar negara di wilayah Provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Seperti apa karakter kakao nan diproduksi di Indonesia? Karakter kakao Indonesia yaitu tak mudah meleleh sehingga sangat cocok jika digunakan untuk blending. Bahkan, jika dilakukan fermentasi dengan baik dan benar, cita rasanya akan sama dengan kakao nan berasal dari negara Ghana.
Tapi, biji kako nan diproduksi di wilayah Indonesia sebagian besar ialah biji kakao nan diproses tanpa proses fermentasi. Baru hanya sekitar 10 persen jumlah produksi kakao nan sudah melewati proses fermentasi.
Apa nan membuat para petani tak mau melakukan fermentasi pada biji kakao? Para petani enggan melakukan fermentasi pada biji kako karena merasa kesulitan saat akan menjual biji kakao tersebut. Selama ini, para pengumpul kakao lebih suka membeli kakao tanpa proses fermentasi.
Bahkan, para pengumpul kakao ini berani membayar kakao sebelum berlangsungnya masa panen atau disebut dengan sistem ijon. Metode ini sangat disukai oleh para petani nan sebagian besar ialah petani subsistem karena bisa memberikan arus kas nan cukup cepat.
Sejak 2005, tren produksi kakao terus meningkat dan peningkatan produksi kakao ini hampir terjadi setiap tahun, yaitu sejak 2005 sampai 2009. Secara keseluruhan, pertumbuhan produksi kakao rata-rata yaitu sekitar 3,3 persen.
Di sisi lain, tercatat pada 2007 saja pertumbuhan produksi ini sempat mengalami penurunan. Di tahun tersebut, produksi kakao tercatat sekitar 74.0006 ton atau menurun 3,8 persen dari tahun sebelumnya nan mencapai sekitar 769.386 ton.
Lalu, apa penyebabnya? Penurunan produksi kakao pada 2007 salah satu penyebabnya ialah melemahnya produksi kakao di Sulsel (Sulawesi Selatan) dan Sulbar (Sulawesi Barat) nan menyumbang sampai 60 persen produksi kakao nasional.
Itulah ulasan seputar tanaman kakao di Indonesia. Semoga bermanfaat!