Tiger Airways di Indonesia
Tiger Airways ialah sebuah maskapai penerbangan dengan tarif bersahabat milik Singapura. Tiger Airways berdiri sejak Desember 2003 silam dan mulai beroperasi pada 31 Agustus 2004. Maskapai penerbangan ini merupakan anak perusahaan dari Tiger Airways Holding, sebuah perusahaan di Singapura nan sebagian sahamnya dikuasai oleh Singapore Airlines.
Lebih jelasnya, Tiger Airways dikuasai oleh empat perusahaan pemegang saham, yakni Singapore Airlines Ltd (49%), Indigo Partners (24%), Irelandia Investment Ltd (16%), dan Temasek Holdings Pte Ltd (11%).
Maskapai dengan motto " Your True Low Cost Carrier " ini menginvestasikan 110 juta dolar Singapura buat dana perawatan pesawat di SIAEC selama lima tahun. Sejak beroperasi, maskapai penerbangan ini telah menerbangkan lebih dari 1.2 juta penumpang. Jumlah tersebut menjadikan Tiger Airways maskapai bertarif rendah nan terbesar dan paling banyak digunakan di Singapura.
Perkembangan Tiger Airways
Pada masa awal beroperasi, yakni pada tahun 2004, Tiger Airways mengalami masa-masa sulit terkait dengan naiknya harga minyak dan persaingan nan ketat dengan maskapai-maskapai lagi. Seperti maskapai-maskapai lain di masa itu, Tiger Airways menghemat penggunaan bahan bakar tambahan.
Dengan Singapore Airlines sebagai pemilik sebagian saham, Tiger Airways mendapat laba dengan cara sesekali menangani penerbangan eksklusif nan seharusnya dilakukan oleh Singapore Airlines. Contohnya ialah penerbangan menuju Makau.
Dahulu penerbangan dari Singapura ke Makau ditangani oleh SilkAir, sebuah anak perusahaan Singapore Airlines nan lain. Akan tetapi pada akhir tahun 2004 seluruh jadwal penerbangan SilkAir ke Makau ditutup dan baru pada Maret 2005 Tiger Airways mengambil alih rute nan sempat tak beroperasi ini.
Begitu juga dengan penerbangan ke Krabi, SilkAir menangguhkan semua layanan penerbangannya pada Februari 2005 (setelah tragedi gempa bumi di Samudra Hindia tahun 2004) buat kemudian diambil alih oleh Tiger Airways delapan bulan kemudian.
Pada Juli 2005, Tiger Airways mempromosikan rute barunya, yakni rute penerbangan dari Makau ke Manila. Rute tersebut baru akan dibuka pada 30 Oktober 2005. Langkah pembukaan rute baru di luar Singapura ini digembar-gemborkan sebagai pemicu terbentuknya markas penerbangan Tiger Airways di luar Singapura. Ini ialah hal nan baik bagi Tiger Airways buat melebarkan sayapnya.
Pada 21 September 2005, Tiger Airways membuat laporan tahunannya nan pertama. Di dalam laporan tersebut disebutkan bahwa selama setahun ke belakang Tiger Airways telah sukses menerbangkan 500.000 orang penumpang, melaksanakan 5.000 penerbangan sinkron jadwal, dan mencapai rata-rata penerbangan sekitar 98,7%.
Dari 98,7% penerbangan tersebut, 94% embarkasi dan 90% kedatangan pesawat berjalan tepat waktu sinkron jadwal. Selain itu, Tiger Airways mengakuisisi empat unit pesawat dan meluncurkan 9 rute penerbangan (4 di antaranya diterbangkan secara tertentu oleh maskapai penerbangan ini) selama tahun 2004 - 2005.
Tiger Airways kemudian dikenal sebagai maskapai murah pertama milik Singapura nan memiliki izin terbang dari maskapai penerbangan Cina buat melakukan penerbangan ke kota-kota di Cina bagian selatan, seperti Haikou, Guangzhou, dan Shenzhen pada 21 Februari 2006.
Penerbangan ke kota-kota tersebut ternyata laku keras, bahkan penerbangan ke Haikou dan Guangzhou meningkat dalam kurun waktu tiga bulan semenjak peluncuran pertamanya. Pada pertengahan tahun 2010, Tiger Airways sempat mengalami kekurangan tenaga kru penerbangan. Kurangnya jumlah tenaga ini memberi akibat nan sangat signifikan terhadap performa dan jadwal penerbangan Tiger Airways.
Kurangnya tenaga kru penerbangan ini pada awalnya terjadi sebab kebijakan mutilasi gaji kru Tiger Airways nan berimbas pada hengkangnya sebagian besar kru penerbangan. Akibatnya, banyak jadwal penerbangan nan dibatalkan pada tahun tersebut, terutama pada Oktober 2010.
Pelayanan Maskapai Tiger Airways
Di setiap penerbangannya, Tiger Airways memberikan pelayanan maksimal dengan tarif terjangkau kepada penumpangnya. Pelayanan tersebut tersedia mulai dari ragam pilihan menu makanan, wahana hiburan (majalah Tiger Tales, majalah terbitan Tiger Airways nan dapat dibaca selama penerbangan), hingga wahana belanja.
Tiger Airways menyediakan menu makanan nan cukup majemuk bagi para penumpangnya. Ragam menu tersebut terdiri dari makanan Jepang, makanan Cina, roti sandwich dan roti croissant, berbagai merek mie instan, es krim, hingga penganan-penganan ringan seperti biskuit dan cokelat. Tersedia juga berbagai merek minuman kaleng.
Yang menarik dari pelayanan penerbangan Tiger Airways ialah wahana belanjanya nan disebut Tiger Shop . Pada saat penerbangan, penumpang disuguhkan katalog produk-produk nan di jual di pesawat. Produk-produk tersebut sangat beragam, mulai dari
- Berbagai merek parfum terbaru
- Produk kosmetik dan perawatan kulit
- Perhiasan
- Jam tangan
- Berbagai jenis tas dan dompet
- Kacamata hitam bermerek
- Permen dan cokelat
- Minuman wiski
- Hingga barang-barang lainnya seperti lap pembersih LCD laptop, gelang penjaga kesehatan, alat pengecek detak jantung, serta kartu remi.
Fasilitas-fasilitas Tiger Airways ini dilengkapi dengan pelayanan dari petugas penerbangan nan terdiri dari berbagai bangsa, yaitu orang-orang Australia, Cina, Filipina, Hong Kong, Jepang, Korea, Malaysia, Roma, Singapura, Taiwan, dan Thailand.
Beragamnya ras para petugas penerbangan Tiger Airways ini dilengkapi dengan pengumuman-pengumuman nan diterjemahkan dari bahasa Inggris ke empat bahasa berbeda, yakni bahasa Indonesia, bahasa Melayu, bahasa Tagalog, dan bahasa Mandarin.
Tiger Airways di Indonesia
Sejak 29 Maret 2009 lalu Tiger Airways secara resmi beroperasi di Indonesia, tepatnya di Terminal II Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. Beroperasinya Tiger Airways merupakan usaha maskapai tersebut buat melirik pangsa pasar di Indonesia, mengingat banyaknya warga Negara Indonesia nan bepergian ke Singapura.
Dengan tarif nan nisbi murah dan fasilitas nan baik, Tiger Airways siap bersaing secara sehat dan kompetitif dengan maskapai-maskapai penerbangan lain di Indonesia nan melayani rute nan sama. Tidak cukup sampai di situ, Tiger Airways juga melebarkan sayapnya di global penerbangan Indonesia dengan membeli 33% saham PT Mandala Airlines Indonesia pada Februari 2012 lalu.
Investasi ini rencananya akan dikelola melalui Roar Aviation, sebuah anak perusahaan Tiger Airways di Singapura. Tiger Airways berencana buat mengatur agar Mandala Airlines mengadopsi model bisnis Tiger Airways, yaitu menyuguhkan fasilitas penerbangan dengan tarif murah ke rute-rute domestik dan internasional nan bisa ditempuh dalam radius terbang 5 jam.
Selain itu, seperti maskapai penerbangan nan bekerja sama dengan Tiger Airways lainnya, Mandala Airlines akan beroperasi menggunakan pesawat Airbus A320.
Kerjasama Tiger Airways dan Maskapai Penerbangan Lain
Kerjasama dengan perusahaan penerbangan lain bukanlah hal nan baru bagi Tiger Airways. Sebelumnya maskapai penerbangan ini telah bekerjasama dengan penerbangan Australia hingga melahirkan Tiger Airways Australia pada 2007 silam.
Tiger Airways juga bekerja sama dengan South East Asian Airlines (SEAir). Tiger Airways bertugas mengoperasikan dan melaksanakan tugas penerbangan dengan menggunakan tenaga pilot dan awak kapal milik SEAir. Selain itu, Tiger Airways juga sempat mengumumkan kerja samanya dengan Incheon Metropolitan City, sebuah perusahaan penerbangan Korea Selatan.
Pada November 2007, kedua maskapai ini sepakat buat mendirikan Incheon Tiger Airways, perusahaan penerbangan internasional dengan tarif terjangkau nan bermarkas di Korea Selatan. Rute penerbangan pertama direncanakan akan merambah daerah Jepang, Cina, Mongolia, hingga Rusia. Akan tetapi, proyek kerjasama ini ditinggalkan begitu saja oleh kedua belah pihak pada Desember 2008.
Kerjasama nan gagal juga terjadi antara Tiger Airways dan Ryanthai, maskapai penerbangan internasional Thailand. Kedua maskapai ini sepakat buat mendirikan maskapai Thai Tiger Airways nan bermarkas di Thailand. Penerbangan pertama dengan tarif nan murah direncanakan buat mulai beroperasi pada tahun 2011. Namun, kolaborasi ini gagal mendapat izin investasi dari pemerintah Thailand.