Konstitusi

Konstitusi

Negara dan konstitusi merupakan dua kata nan saling berhubungan. Secara etimologis, kata negara berasal dari kata staat (Belanda dan Jerman); state (Inggris); etat (Perancis); Status atau statuum (Latin), nan berarti “meletakkan dalam keadaan berdiri”; “menempatkan” atau “membuat sendiri”.



Definisi Negara

Sementara itu telah beberapa tokoh telah mendefinisikan pengertian dari negara , diantaranya sebagai berikut:

1. Menurut George Jellinek, negara ialah organisasi kekuasaan dari sekelompok manusia nan telah lahir berkediaman di wilayah tertentu.

2. Menurut J.H.A. Logemann, negara ialah suatu organisasi kemasyarakatan nan mempunyai tujuan melalui kekuasaannya buat mengatur serta menyelenggarakan sesuatu (berkaitan dengan jabatan, fungsi forum kenegaraan, atau lapangan kerja) dalam masyarakat.

3. Noor Ms Bakry (2009:129) menjelaskan bahwa: negara secara generik didefinisikan sebagai organisasi dalam suatu wilayah nan bertujuan kesejahteraan umum, dimana semua interaksi individu dan sosialnya dalam hayati sehari–hari diatur dan dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang–undangan.

4. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia , negara ialah organisasi suatu wilayah yg mempunyai kekuasaan paling tinggi nan absah dan ditaati oleh rakyat; kelompok sosial yg menduduki wilayah atau daerah eksklusif yg diorganisasi di bawah forum politik dan pemerintah yg efektif, mempunyai kesatuan politik, berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya.

5. Harold J. Laski, negara ialah suatu masyarakat nan diintegrasikan sebab mempunyai wewenang nan bersifat memaksa dan nan secara absah lebih agung daripada individu atau kelompok nan merupakan bagian dari masyarakat.

6. Roger H. Soltau, negara ialah alat (agency) atau wewenang (authority) nan mengatur atau mengendalikan persoalan bersama atas nama rakyat .
Negara bisa diartikan sebuah organisasi nan berada di wilayah tertentu, di dalamnya terdapat sekelompok manusia atau sering disebut juga dengan penduduk, serta memiliki tujuan nasional, buat mencapai tujuan tersebut terdapat sebuah pemerintahan nan mengurus tata tertib serta keselamatan sekelompok atau beberapa kelompok manusia tersebut secara berdaulat. Negara juga bisa dikatakan suatu liga nan melaksanakan suatu pemerintahan melalui hukum nan mengikat masyarakat dengan kekuasaan buat memaksa demi ketertiban sosial.

Pengertian negara nan dikemukakan oleh para tokoh di atas bisa disimpulkan bahwa setiap negara memiliki unsur-unsur nan sine qua non dalam setiap negara. Unsur-unsur negara ialah hal-hal nan menjadikan negara itu ada atau hal-hal nan diperlukan buat terbentuknya negara (elemen daripada negara).

Untuk mengetahui unsur-unsur negara secara klasik atau tradisional, maka dalam sebuah negara harus memiliki 4 (empat) unsur di antaranya:

1. Wilayah eksklusif
Wilayah eksklusif adalah batas wilayah di mana kekuasaan negara itu berlaku. Dengan kata lain kekuasaan negara tak berlaku diluar batas wilayahnya sebab dapat menimbulkan konkurensi internasional walaupun sebagai dispensasi dikenal apa nan disebut daerah-daerah eksteritorial, nan artinya kekuasaan negara dapat berlaku di luar daerah kekuasaannya.

Batas wilayah negara tak bisa dilihat dari undang-undang dasar negara saja, tetapi juga dilihat dari ketentuan dalam perjanjian (traktat) antara dua negara atau lebih nan berkepentingan dan biasanya merupakan negara tetangga. Wilayah ini meliputi wilayah udara, bahari dan darat.

2. Rakyat
Rakyat ialah sekumpulan orang nan hayati disuatu loka (Busroh, 1990:76). Rakyat ialah semua orang nan berada di suatu wilayah nan tunduk pada kekuasaan negara nan di tempati. Dalam pemilihan/penetapan kewarganegaraan tergantung dua hal yaitu penetapan disesuaikan dengan kelahirannya atau disesuaikan dengan asal-usul nenek moyangnya.

3. Pemerintah nan berdaulat
Negara harus memiliki pemerintah nan berkuasa terhadap seluruh daerah dan rakyatnya. Memerintah artinya menjalankan tugas pemerintahan. Dalam arti nan luas pemerintah ialah holistik dari badan pengurus negara dengan segala organisasi, segala bagian-bagiannya dan segala pejabat-pejabatnya nan menjalankan tugas negara dari pusat sampai pelosok-pelosok daerah.

Meliputi: legislatif , atau pembuat undang-undang, eksekutif, atau aplikasi pemerintahan menurut undang-undang dan yudikatif, atau badan peradilan. Dalam arti sempit pemerintah berarti suatu badan pimpinan terdiri dari seorang atau beberapa orang nan mempunyai peranan pimpinan dan menentukan dalam aplikasi tugas negara.

4. Memiliki tujuan Negara
Selain keempat unsur di atas ada satu unsur deklaratif nan wajib ada, yaitu pengakuan dari negara lain. Pengakuan negara nan satu terhadap negara lain memungkinkan adanya interaksi antar negara-negara. Interaksi ini dapat berupa interaksi diplomatik, dagang, kebudayaan, dan lain-lain. Pengakuan bukanlah faktor nan menentukan ada tidaknya negara.

Pengakuan itu bersifat deklaratif, bukan konstitutif. Pengakuan dari negara lain terdiri dari dua macam, yaitu pengakuan de facto, yaitu pengakuan? berdasarkan fenomena nan ada atau fakta nan benar-benar ada tentang berdirinya negara. Pengakuan ini dapat besdifat sementara maupun tetap.

Pengakuan de jure, yaitu pengakuan berdasarkan pernyataan resmi menurut hukum internasional. Pengakuan ini akan bersifat tetap sebab ada fenomena nan ditunjukkan dengan adanya pemerintahan nan stabil. Negara nan mengakui berhak menempatkan konsulat atau kedutaan di negara nan diakui. (Busroh,1990).

Berdasarkan konvensi montevideo (Uruguay) tahun 1933, suatu negara harus memiliki empat unsur yaitu tiga unsur konstitutif (unsur nan sine qua non ketika negara berdiri) nan terdiri atas penghuni (rakyat, penduduk, warga negara) atau bangsa, wilayah, dan kekuasaan paling tinggi (penguasa nan berdaulat).

Dapat disimpulkan bahwa dalam usaha buat membentuk suatu negara harus bisa memenuhi beberapa unsur, yaitu unsur konstitutif dan unsur deklaratif. Unsur konstitutif yaitu unsur nan sine qua non ketika negara itu berdiri (rakyat, penduduk, warga negara) atau bangsa, wilayah, dan kekuasaan paling tinggi (penguasa nan berdaulat). Unsur deklaratif yaitu pengakuan dari negara lain.



Konstitusi

Istilah konstitusi berasal dari bahasa Perancis (constituer) nan berarti membentuk. Pemakaian istilah konstitusi nan dimaksudkan adalah pembentukan suatu Negara atau menyusun dan menyatakan suatu Negara. Sedangkan istilah Undang Undang Dasar merupakan terjemahan istilah nan dalam bahasa Belandanya Gronwet.

Perkataan wet diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia undang undang dan grond berarti tanah/ dasar. Dalam bahasa Latin, kata konstitusi merupakan gabungan dari dua kata, yaitu cume dan statuere. Cume ialah sebuah kata depan nan berarti “ bersama dengan…”, sedangkan statuere berasal dari kata sta nan membentuk kata kerja stare nan berarti berdiri.

Atas dasar itu, kata statuere mempunyai arti “membuat sesuatu agar berdiri atau mendirikan /menepatkan”. Dengan demikian bentuk tunggal (contitutio) berarti menetapkan sesuatu secara bersama-sama dan bentuk jamak (constitusiones) berarti segala sesuatu nan telah ditetapkan. L.J. Van Apeldoorn telah membedakan secara jelas di antara keduanya, kalau gronwet (Undang Undang Dasar) ialah bagian tertulis dari suatu konstitusi.

Sedangkan constitution (konstitusi) memuat baik peraturan tertulis maupun nan tak tertulis. Sementara Sri Soemantri M, dalam disertasinya mengartikan konstitusi sama dengan Undang Undang Dasar (dalam Dahlan Thaib, 1991:7-10)
Berikut ini penulis tunjukkan beberapa pakar hukum nan mendukung antara nan membedakan dengan nan menyamakan pengertian konstitusi dengan Undang Undang Dasar. Penganut paham nan membedakan pengertian konstitusi dengan Undang Undang Dasar antara lain Herman Heller dan F.Lassalle. Herman Heller (dalam Dahlan Thaib, 1991:11) membagi pengertian konstitusi menjadi 3 yaitu:

1. Konstitusi ialah mencerminkan kehidupan politik di dalam masyarakat sebagai suatu kenyataan. Jadi mengandung pengertian pilitik dan sosiologis.
2. Konstitusi merupakan suatu kesatuan kaidah nan hayati dalam masyarakat. Jadi mengandung pengertian yuridis.
3. Konstitusi nan ditulis dalam suatu naskah sebagai undang-undang nan paling tinggi nan berlaku dalam suatu negara.

F. Lasselle dalam bukunya Uber Verfassungswesen (dalam Dahlan Thaib, 1991:11-12), membagi konstitusi dalam dua pengertian, yaitu:

1. Pengertian sosiologis atau politis (sosiologische atau politische begrip). Konstitusi ialah sinthese faktor-faktor kekuatan nan konkret (dereele machtsfactoren) dalam masyarakat. Jadi konstitusi menggambarkan interaksi antara kekuasaan-kekuasaan nan tak bisa dengan konkret dalam suatu Negara. Kekuasaan tersebuat diantaranya: raja, parlemen, cabinet, pressure groups, partai politik dan lain-lain; itulah nan sesungguhnya konstitusi.

2. Pengertian yuridis (yuridische begrip). Konstitusi ialah suatu naskah nan memuat semua bangunan Negara dan sensi-sendi pemenrintahan. Pada prinsipnya tujuan konstitusi ialah buat membatasi kesewenangan tindakkan pemerintah, buat menjamin hak-hak nan diperintah dan merumuskan aplikasi kekuasaan nan berdaulat.

Pendapat nan hamper senada disampaikan oleh Loewenstein di dalam bukunya Political Power and the Govermental Proce’s, bahwa konstitusi itu suatu wahana dasar buat mengawasi proses-proses kekuasaan.

Oleh sebab itu setiap konstitusi senantiasa mempunyai dua tujuan. (Dahlan Thaib, 1991: 27).
1. Untuk memberikan restriksi dan supervisi terhadap kekuasaan politik.
2. Untuk membebaskan kekuasaan daro control absolut para penguasa, serta menetapkan bagi para penguasa tersebut batas-batas kekuasaan mereka.

Apabila hendak mengetahui klasifikasi, tentunya harus membandingkan beberapa konstitusi nan ada di beberapa negara. Banyak di antara para sarjana nan telah mencoba mengklasifikasikan suatu konstitusi, diantaranya K.C . Wheare dalam bukunya Modern Constitutions, C.F. Strong dalam bukunya Modern Political Constitutions.

Salah satu pakar konstitusi dari inggris, yaitu K.C. Wheare nan berpendapat tentang macam-macam klasifikasi suatu konstitusi atau Undang Undang Dasar. Wheare (dalam Dahlan Thaib, 1991:28-29) mengungkapkan panjang lebar mengenai macam-macam konstitusi dilengkapi dengan beberapa contoh konstitusi di beberapa Negara, namun pada intinya sebagai berikut:

1. Konstitusi tertulis dan konstitusi bukan tertulis.
2. Konstitusi fleksibel dan konstitusi rijid.
3. Konstitusi derajat tinggi dan konstitusi tak derajat tinggi.
4. Konstitusi perkumpulan dan konstitusi kesatuan.
5. Konstitusi system pemerintahan presidensial dan konstitusi system pemerintahan parlementer .

Patut bersyukur menjadi rakyat Indonesia setelah melihat teori mengenai negara maupun teori-teori tentang konstitusi. Kesyukuran itu muncul disebabkan bahwa setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, momentum lahirnya sebuah negara baru bernama Indonesia. Menongok sejarah, sebelum negara tersebut merdeka, sebenarnya ditinjau dari unsure terbentuknya negara, telah memilki 2(dua) unsur primer mulai dari rakyat dan wilayah tepatnya pada saat aplikasi pemerintahan hindia- belanda nan berlangsung antara tahun 1800 – 1941.

Namun demikian, ada unsur primer nan belum ada diwaktu itu yaitu pemerintahan nan berdaulat. Karena secara aplikasi jalannya pemerintahan masih dipengang oleh kerajaan Belanda. Berakhirnya penjajahan Belanda kemudian diambil alih penjajahan militer jepang dimulai 1942.

Wilayah nusantara belum mendapat satu unsure nan dimiliki yaitu pemerintahan nan berdaulat. Dikarenakan Jepang melalui militernya masuk ke wilayah Indonesia dan diterima dengan tangan terbuka atas siasat propaganda militer Jepang dikenal gerakan “3A”nya. Atas berkat rahmat ALLAH dan keinginan luhur bangsa Indonesia seperti nan tertuang dalam pembukaan UUD 1945.

Indonesia mampu terlepas dari penjajahan, setelah 3 unsur primer terbentuknya negara (rakyat, wilayah dan pemerintah nan berdaulat mampu dipenuhi bangsa Indonesia.

Secara konstitusi, negara Indonesia mulai memiliki konstitusi pada tanggal 16 Agustus 1945 melalui pengesyahan dari siding PPKI. Konstitusi pertama nan dimiliki yaitu UUD 1945. Dalam perjalanan waktu konstitusi tersebut berubah menjadi konstitusi RIS setelah Negara ini berubah menjadi NRIS dampak kesepakatan konfrensi meja bundar tahun 1949. NRIS tak berjalan lama kemudian kembali kenegara kesatuan Indonesia dimulai tahun 17 Agustus 1950.

Perubahan tersebut berimplikasi pada perubahan konstitusi dari KRIS menjadi UUD sementara 1950. Selanjutnya, berawal dari kegagalan konstituante dalam pembuatan UUD baru maka, presiden Soekarno dengan dekrit presiden 5 Juli 1959 mengembalikan kepada UUD 1945.

Konstitusi tersebut akhirnya digunakan dari masa orde lama, orde baru dan orde reformasi. Hanya saja pada masa peralihan antara 1998-2004 dilakukan 4 kali perubahan UUD 1945 nan didasarkan atas beberapa kelemahan nan tertuang dalam 3alasan/ landasan amandemen yaitu filosofis, sosiologis, dan yuridis.