Para Pembunuh Mutilasi
Pembunuhan pemotongan di Indonesia belakangan ini mulai marak. Satu kasus pembunuhan pemotongan nan niscaya Anda ingat ialah kasus pemotongan nan dilakukan oleh seorang homoseksual bernama Ryan. Kasus Ryan, semakin menambah panjang deretan kasus pembunuhan pemotongan di Indonesia.
Lagi-lagi faktor sosial menjadi pemicu terjadinya berbagai kejahatan. Kemiskinan, kecemburuan sosial, tak saling menghargai, dan tersepelekannya hak-hak manusia ialah beberapa penyebab nan seharusnya bertanggung jawab terhadap beberapa kasus kejahatan.
Namun, apa daya, hal-hal itu bukan makhluk hayati nan dapat dijatuhi hukuman, dan nan dapat dijatuhi sanksi ialah individu nan “terbujuk” hal-hal tersebut.
Istilah pemotongan juga dikenal dalam global kedokteran. Dalam istilah kedokteran, pemotongan ialah sebutan buat tindakan membuang bagian tubuh nan sudah tak berfungsi. Contoh tindakan pemotongan dalam istilah kedokteran ialah amputasi.
Dalam kebudayaan Islam, pemotongan diperkenankan kepada seseorang nan mencuri. Pemotongan nan dilakukan biasanya pada bagian tangan atau lengan. Namun, sanksi pemotongan tersebut bisa ditangguhkan bila alasan mencuri berhubungan dengan alasan kemanusiaan, misalnya kelaparan atau buat membantu orang nan kekurangan.
Jika dilakukan tak pada tempatnya, pemotongan dapat berubah menyeramkan. Kejahatan mutilasi, dalam hal ini pembunuhan pemotongan tergolong dalam kejahatan nan sadis. Selain membunuh, pelakunya juga memperlakukan korbannya selayaknya hewan. Tubuh nan sudah tak bernyawa tersebut kemudian dipotong-potong menjadi beberapa bagian.
Gila atau Keji?
Tidak jarang, pelaku nan melakukan pembunuhan pemotongan ini sering dicurigai memiliki gangguan psikis nan hebat. Bagaimana mungkin seorang manusia dapat memperlakukan manusia lain seperti hewan? Setidaknya hal tersebutlah nan terlintas di pikiran orang-orang awam mengenai pembunuh mutilasi.
Kecurigaan tersebut bukan hanya sebatas perbincangan di masyarakat. Penyelidikkan nan dilakukan terhadap pelaku pembunuhan pemotongan pun tidak sporadis selalu berakhir pada konklusi bahwa pelaku pembunuhan pemotongan ialah mereka nan depresi atau stress.
Pembunuhan pemotongan juga dapat dilakukan sebab keterdesakan si pelaku pada saat membunuh. Pelaku nan tak ingin tindak kejahatannya diketahui oleh orang banyak, lantas memilih agar memutilasi atau memotong-motong tubuh korbannya menjadi bagian-bagian kecil buat menghilangkan jejak pembunuhan.
Dalam istilah hukum, tindakan seperti ini disebut juga kejahatan susulan. Pelaku pemotongan beranggapan bahwa dengan memotong tubuh korbannya dalam beberapa bagian, maka hal itu dianggap bisa menyulitkan pihak penyidik buat mengusut kasus pembunuhan nan telah dilakukannya.
Forensik Memudahkan
Dalam kasus pembunuhan mutilasi, pihak penyidik mengakui menemui beberapa kesulitan. Terutama dalam mengungkap bukti diri dari korban pemotongan tersebut. Untuk mengungkap bukti diri korban mutilasi, pihak penyidik biasanya dibantu dengan pakar forensik. Pihak forensiklah nan kemudian bersusah payah mengusut bukti diri korban pemotongan tersebut.
Cerita mengenai pemotongan sebenarnya bukan hal baru. Pemotongan telah dikenal selama lebih dari ratusan tahun nan lalu. Dulu, suku-suku nan ada di seluruh global menjadikan pemotongan sebagai bagian dari budayanya. Sebut saja suku aborigin nan merupakan suku orisinil penduduk Australia. Pemotongan dianggap sebagai pembeda di antara suku-suku tersebut.
Tindak pemotongan nan dilakukan oleh para suku tersebut umumnya dilakukan terhadap pihak perempuan. Pemotongan menyeramkan itu disebut juga dengan Female Genital Mutilation (FGM). Pemotongan tersebut dilakukan terhadap sebagian atau bahkan holistik organ vital wanita. Konon, pemotongan tersebut dilakukan guna mempertahankan kesucian para wanita dari suku-suku tersebut.
Para Pembunuh Mutilasi
Berikut ini ialah beberapa pembunuh keji, nan juga melakukan pemotongan pada korbannya, beberapa merupakan sosok nan sosiopat dan gila juga menginspirasi penulis kisah kejam seperti Marquis de Sade.
1. Gilles de Rais Lahir pada 1404, Gilles de Rais ialah "leluhurnya" para pembunuh berantai modern. Rais ialah seorang kapten militer, di bawah pimpinan St Joan of Arc, nan lantas