Kasus-Kasus nan Ditangani KPK
Akhir-akhir ini kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi sedang dipertanyakan oleh masyarakat luas. Sebab, begitu banyak kasus korupsi nan kelihatannya hanya berhenti di jalan, kita sebagai masyarakat luas tak pernah mengetahui secara niscaya bagaimana kasus tersebut ditangani.
Sehingga, masyarakat luas menjadi penasaran dengan kinerja nan sesungguhnya dari Komisi Pemberantasan Korupsi atau nan biasa kita sebut dengan KPK. Komisi ini dibentuk setelah jatuhnya era Orde Baru, tepatnya pada tahun 2003 dan bermarkas di jalan Rasuna Said Kav C-1, Jakarta. Semenjak berdirinya Komisi ini, sebenarnya juga telah banyak menangani kasus korupsi dan menangkap para oknum korupsi.
Bangsa Indonesia memang perlu mendirikan Komisi Pemberantasan Korupsi karena negara ini ialah negara terkorup ke-3 di seluruh dunia. Padahal jika bangsa ini tak ada korupsi, kemungkinan masyarakatnya tak banyak nan hayati di bawah garis kemiskinan. Namun, sayangnya komisi ini baru tercipta dan tercetus setelah Indonesia merdeka selama 58 tahun sejak tahun 1945.
Melalui Komisi Pemberantasan Korupsi diharapkan bahwa kasus-kasus korupsi nan makin merajalela di bumi Indonesia bisa diatasi, ditanggulangi dan diberantas sampai tuntas. Apakah hal ini dapat terwujud? Kembali lagi pada pemerintah bangsa ini. Sebab meskipun KPK sudah bekerja secara maksimal tetapi jika tak mendapat dukungan dari pemerintah pusat sepertinya akan kesulitan. Tinggal bagaimana pemerintah berpihak saja. Sementara, korupsi itu rata-rata dari instansi pemerintahan.
Sejarah dan Perkembangan KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi didirikan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Korupsi Tindak Pidana Korupsi. Meskipun baru berdiri sejak tahun 2003, sebenarnya komisi serupa sudah pernah dibentuk pada era Orde Lama, tepatnya pada Kabinet Djuanda.
Bahkan selama masa kabinet ini memerintah, tercatat ada dua kali pembentukan komisi pemberantasan korupsi. Komisi nan pernah berdiri diberi nama Panitia Retooling Aparatur Negara (Paran) nan dipimpin oleh A.H.Nasution dan dibantu oleh dua orang yaitu Profesor M.Yamin dan Roeslan Abdulgani. Awalnya semua penjabat harus menyampaikan data mengenai pejabat nan bersangkutan dalam bentuk formulir nan sudah disediakan.
Namun, pada kenyataannya pejabat nan bersangkutan justru berdalih sebab alasan yuridis, bertanggung jawab kepada presiden, maka mereka menyerahkan formulir tersebut langsung kepada presiden. Dampak kekacauan politik, akhirnya Paran ini menghentikan tugasnya dengan tragis, deadlock, dan menyerahkan kembali aplikasi tugasnya pada kabinet Djuanda.
Meskipun pernah gagal, komisi ini kembali dibentuk pada tahun 1963 melalui Keputusan Presiden Nomor 275 Tahun 1963 dan kembali menunjuk A.H. Nasution sebagai ketuanya dan akan dibantu oleh Wiryono Prodjodikusumo.
Lembaga baru ini dikenal dengan nama Operasi Budhi. Dimana tugasnya menjadi lebih berat yaitu, tak sekadar menangani kasus korupsi saja, tetapi menyeret pelaku korupsi ke pengadilan dengan target pertama ialah perusahan dan forum negara nan dianggap rawan korupsi dan kolusi.
Operasi ini lagi-lagi tak berjalan mulus sehingga harus berakhir sebab alasan politis dan pemberitaan pembubaran operasi Budhi oleh Soebandrio. Meskipun gagal, Operasi Budhi sempat menyelamatkan uang negara sebesar 11 miliar. Kemudian Operasi Budhi diganti menjadi Komando Tertinggi Retooling Aparat Revolusi (Kontrar) dengan ketuanya presiden Sukarno sendiri.Semenjak forum nan satu ini gagal, maka pemberantasan korupsi di era Orde Lama menjadi melambat, bahkan macet.
Zaman Orde Baru juga membuat komisi nan bertugas buat memberantas korupsi, namun semua juga berakhir sebab banyaknya kasus nan tak mendapatkan penanganan dengan tegas. Dahulu, KPK di Orde Baru diberi nama Tim Pemberantasan Korupsi (TPK) nan diketuai oleh Jaksa Agung.
Ketidakseriusan TPK dalam menjalankan kala itu menjadi pertanyaan oleh berbagai pihak, hingga akhirnya Presdien Soeharto membentuk komisi lagi nan bernama komite empat. Komite ini berisi anggota-anggota nan dianggap higienis dan berwibawa seperti Prof. Johannes, I.J. Kasimo, Mr. Wilopo dan A. Tjokoaminoto dengan tugas primer membersihkan departemen Agama, Bulog, CV Waringin, PT Mantrust, Telkom, Pertamina, dan lain-lain.
Komite empat menjadi tak berdaya setelah temuan kasus korupsi terhadap Pertamina tak digubris oleh pemerintah. Pada akhirnya komite ini juga hilang, karena banyak tugas nan sudah dikerjakan namun tak mendapat tanggapan. Apakah hal seperti ini juga akan terjadi pada Komisi Pemberantan Korupsi nan sedang berlangsung?
Sebab, semua kembali pada dukungan pemerintah pusat, jika pemerintah pusat tetap memberi hati pada koruptor maka tim nan sudah dibentuk buat memberantas korupsi ini sepertinya akan sangat sulit. Kinerja KPK menjadi terhambat, tak adanya saling pencerahan di kalangan pemerintahan buat tak korupsi makin menambah daftar panjang orang-orang nan harus di ciduk oleh KPK.
Usaha pemberantasan korupsi juga dilakukan di era Reformasi, Presiden B.J. Habibie kala itu melalui UU No.28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara nan higienis dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Komisi tersebut bernama Komisi Pengawas Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN), KPPU atau forum Ombudsman. Kemudian di zaman pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid juga mencoba mendirikan sebuah komisi serupa dengan nama TGPTPK (Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).
Namun, komisi nan didirikan oleh bapak presiden kita lagi-lagi harus berakhir di tengah jalan dengan berbagai alasan. Tampaknya memang forum nan bergerak buat memberantas korupsi selalu saja digagalkan oleh oknum-oknum tertentu. Kalau begini terus bagaimana korupsi dapat dikontrol dengan tegas?
Sejarah Komisi Pemberantasan Korupsi di atas memunculkan tanda tanya besar dikepala masyarakat. Apakah pemerintah sebenarnya tak menginginkan berdirinya komisi nan bertugas menangani kasus korupsi? Karena, sejak zaman presiden pertama hingga saat ini, seolah-olah selalu banyak pihak nan ingin menghancurkan keberadaan KPK.
Hanya Komisi Pemberantasan Korupsi nan dibentuk pada tahun 2003 inilah nan sekiranya cukup bertahan lama. Tetapi, bukan berarti tak mendapat hambatan, justru makin penuh dengan tantangan. Coba ingat-ingat orang-orang nan menjabat dalam KPK selalu disandung kasus. Seperti, Antasari Azhar, Bibit Samad Rianto dan lainnya.
Entah sebab mereka benar-benar bersalah atau ada oknum nan tak suka dengan kinerja ketua dan para anggota KPK, sehingga selalu ada saja orang nan ingin berusaha menjatuhkan komisi ini.
Kasus-Kasus nan Ditangani KPK
Kasus korupsi nan pernah ditangani KPK sejak berdiri sangatlah banyak dan kasus nan sedang hangat dibicarakan ialah kasus korupsi di tubuh Partai Demokrat nan melibatkan beberapa nama seperti mantan bendahara Partai Demokrat, M.Nazarrudin dan Ketua Generik Partai Demokrat, yaitu Anas Purbaningrum.
Baru-baru ini di pertengahan tahun 2012, nan sedang hangat dibicarakan ialah kasus pembangunan proyek hambalang dari Kemenpora. Berikut ialah beberapa kasus korupsi nan pernah ditangai oleh KPK.
-
Kasus suap proyek Wisma Atlet SEA GAMES. Pada 13 Agustus 2011 KPK menahan mantan bendahara generik Partai Demokrat yaitu Muhammad Nazaruddin, setelah sebelumnya menjadi buron dan ditangkap di Cartagena, Colombia pada 6 Agustus 2011 silam.
Kasus ini juga berkembang sehingga menyeret beberapa nama tokoh nan tak asing bagi kita seperti Anggota DPR Angelina Sondakh dan ketua Generik Partai Demokrat, Anas Purbaningrum.
-
Kasus cek pelawat. Pada 11 Desember 2011, kepolisian Thailand menangkap Nunun Nurbaetie nan tersandung kasus cek pelawat. Ia telah lama menjadi buronan internasiol sebab kasus tersebut.
-
Kasus korupsi pengadaan kotak suara pemilihan generik pada tahun 2004. Kasus ini melibatkan nama Mulyan W.Kusumah, kemudian pada 30 November 2004, Jaksa KPK menuntut 18 bulan penjara.
-
Kasus SKRT (Sistem Komunikasi Radio terpadu) Departemen Kehutanan. Kasus ini melibatkan nama Anggoro Widjojo dan merugikan negara sebesar 180 miliar. Kasus korupsi alat kesehatan berbiaya 40 miliar.
Kasus ini mencuat pada tahun 2009 dan melibatkan nama Sekretaris Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Sutedjo Yuwono, Mantan Direktur Bina Pelayanan Medik Kementerian Kesehatan Ratna Dewi Umar, dan Mantan Kepala Pusat Penanggulangan Krisis di Kementerian Kesehatan Rustam Syarifuddin Pakaya. Kasus ini berakhir dengan ditahannya Sutedjo Yuwono selama 3 tahun sebab terbukti bersalah.
-
Kasus Dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI). Kasus ini melibatkan nama Aulia Pohan, besan Presiden SBY, kemudian Maman Sumantri, Bun Bunan Hutapea dan Aslim Tadjuddin. Mereka dijebloskan dalam penjara pada 27 November 2008.
Kasus-kasus di atas hanya sedikit dari sebagian kasus nan tengah ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi . ICW ( Indonesian Corruption Watch ) mencatat ada 45 nama koruptor di Indonesia nan kabur ke luar negeri dan kasusnya tak berlanjut, seperti Edy Tanzil nan dikabarkan kabur ke Cina pada tahun 1996 dan belum tertangkap sampai sekarang.
Tugas KPK sangat tak mudah, begitu banyak tantangan nan harus dihadapi. Oleh karena itu KPK harus benar-benar bekerja keras demi mewujudkan Indonesia nan bebas korupsi.