R. Iwa Kusuma Sumantri
Biografi merupakan tulisan tentang kehidupan seseorang. Dalam biografi akan diurai informasi-informasi krusial seseorang nan dikisahkan secara detail dan dituliskan dengan gaya bercerita nan baik. Karenanya, penulisan biografi tokoh Sunda akan memiliki nilai strategis dalam memberikan citra generik terkait dengan ciri elite-elite Sunda kepada masyarakat.
Dalam biografi bisa disimak sepak terjang, pemikiran, serta tabiat tokoh Sunda. Meski penulisan biografi sudah ada sejak awal abad XX, di Indonesia baru berkembang tahun 1970-an. Ada nama Ramadhan K.H, nan dikenal sebagai penulis biografi paling produktif. Pada umumnya Ramadhan mengangkat kisah tokoh nan berjuang menentang penjajah Belanda.
Untuk penulisan biografi tokoh Sunda, nama Nina Lubis patut mendapatkan loka tersendiri. Orang Sunda bersuamikan Batak ini, memiliki perhatian spesifik terhadap penulisan biografi tokoh Sunda. Buktinya, ia telah menulis dan menyunting beberapa biografi mengenai tokoh Sunda. Sebelumnya, tema serupa ia susun dalam karya akademisnya di UGM, Yogyakarta. Untuk tesis S-2, ia menulis konflik Elite Birokrasi, Biografi Bupati R.A.A. Martanagara.
Martanagara ialah menak (bangsawan) Sunda nan berasal dari Sumedang dan menjadi Bupati Bandung awal abad XX. Sebagai disertasi (1997) Nina Lubis menulis "Kehidupan Kaum Menak Priangan 1800-1942". Selanjutnya, Nina menjadi editor buku Sang Pejuang dalam Gejolak Sejarah, Otobiografi R Iwa Kusuma Sumantri pada tahun 2002.
Seperti diurai Nina, Iwa ialah seorang menak Sunda asal Ciamis. Dalam perjalanannya, Iwa pernah menjadi Menteri Pertahanan. Yang menjadi catatan melegenda, Iwa mengusulkan agar teks pernyataan nan diucapkan pada tanggal 17 Agustus 1945 dinamai "Proklamasi". Sebelumnya Soekarno menyebutnya sebagai "Maklumat".
Berikut beberapa biografi tokoh Sunda nan dibukukan oleh Nina Lubis.
• Raden Ayu Lasminingrat
• Bupati R.A.A Martanagara
• Si Jalak Harupat Otto Iskandar Dinata
• R. Iwa Kusuma Sumantri
Biografi Tokoh Sunda - Raden Ayu Lasminingrat
Raden Ayu Lasminingrat lahir tahun 1843. Kiprahnya di global pendidikan sudah dilakukan jauh sebelum R.A. Kartini dan Raden Dewi Sartika. Pada tahun 1879, ia menerjemahkan dan menerbitkan buku-buku nan dijadikan buku bacaan wajib di HIS, Schakelschool, dan lain-lain, hingga akhir masa penjajahan Belanda.
Raden Ayu Lasminingrat juga cekatan menulis buku buat bacaan anak-anak sekolah. Putri dari pasangan seorang Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda nan terkenal pada zamannya, yaitu Raden Haji Muhamad Musa dan Raden Ayu Ria ini sangat fasih berbahasa Belanda.
Raden Haji Muhamad Musa sangat memperhatikan pendidikan anak-anaknya. Ia menghendaki putri-putrinya nan berjumlah 17 orang dari beberapa istri itu, bersekolah di sekolah Belanda. Sayangnya, saat itu belum ada sekolah Belanda di Garut.
Untuk itu, Raden Haji Muhamad Musa mendirikan sekolah Eropa (Bijzondere Europeesche School) dengan menggaji dua orang guru Eropa. Di bijzondere Europeesche School orang Eropa (Belanda) bisa bersekolah bersama-sama dengan anak-anak pribumi, juga anak laki-laki bercampur dengan anak-anak perempuan.
Sakola Kautamaan Istri nan berdiri tahun 1907 merupakan salah satu bukti peran Raden Ayu Lasminingrat dalam global pendidikan. Tempatnya mengambil ruang gamelan Pendopo Garut.
Biografi Tokoh Sunda - R.A.A. Martanegara
R.A.A. Martanegara diangkat menjadi bupati menggantikan Raden Adipati Kusumadilaga nan meninggal dunia. Saat meninggal, Raden Adipati Kusumadilaga memiliki anak sebagai pewaris tahta bernama Raden Muharam. Namun, Raden Muharam kala itu masih berusia 5 tahun. R.A.A. Martanegara sendiri sebelumnya menjabat sebagai Patih Afdeling Sukapura Kolot.
Dipilihnya R.A.A. Martanegara menimbulkan konflik. Sebab, sekelompok bangsawan Bandung tak setuju. Alhasil, para bangsawan Bandung berusaha melakukan percobaan pembunuhan atas dirinya. Karenanya, waktu menjalankan pemerintahan di Kabupaten Bandung, ia menempatkan pasukan Sumedang di Soreang. Pangeran Sumedang sendiri bahkan setiap minggu datang ke Kabupaten Bandung buat ikut membantu menyelesaikan persoalan tersebut.
R.A.A. Martanegara juga membuka dan memperbaiki interaksi dengan elite birokrasi orisinil Bandung. Cara-cara kompromistis dinilainya paling tepat, meskipun memakan waktu nan tak sebentar. Salah satu strateginya dengan membuka “Parukunan”, semacam serikat pribumi nan berlokasi di bagian depan bangunan Kabupaten Bandung. Loka ini kemudian disebut “Bale Kebudayaan Priangan”.
Para bangsawan Bandung sering diundang ke loka ini. Hiburan, misalnya menonton pertunjukan seni tari, sandiwara, dan ngibing diiringi gamelan disajikan setiap ada pertemuan. Tujuannya buat membina interaksi baik dengan bawahannya nan orisinil Bandung.
R.A.A. Martanegara lahir pada tanggal 9 Februari 1845 dari pasangan Raden Kusumayuda, cucu Pangeran Kornel dan Nyai Raden Tejamirah, Putri Daleng Tumenggung Suryadilaga, pejabat bupati Sumedang nan dikenal dengan sebutan Daleng Sindangraja.
Ketika masih berumur lima tahun, R.A.A. Martanegara ditunangkan dengan putra Pangeran Sugih bernama Armunah. Pernikahan dengan tunangannya itu, digelar ketika R.A.A. Martanegara menjadi Camat Cikadu.
Setahun kemudian istrinya melahirkan putra pertamanya nan diberi nama Aom Pahrussuhada. Anak ini hanya sempat hayati selama dua tahun. Tiga tahun kemudian ibunya menyusul ke alam baka sebab sakit kolera.
R.A.A. Martanegara menikah lagi dengan putri Pangeran Sugih nan ketujuh, yaitu Raden Ajeng Sangkanningrat. Ibu dari istri nan keduanya itu ialah putri Bupati Bandung, Raden Adipati Wiranata Kusuma III.
Pendidikan selalu diutamakan R.A.A. Martanegara bagi putra-putranya. Beberapa anaknya disekolahkan di Bandung. Misalnya, Aom Alybasyah dan Raden Ace tercatat sebagai murid De Openbare Lagre School. Putranya nan lain, Raden Ogog sudah menjadi juru tulis di Distrik Cidamar.
Biografi Tokoh Sunda - Otto Iskandar Dinata
Otto Iskandar Dinata dikenal sebagai sosok pemberani. Ia terpilih menjadi anggota Volksraad (Dewan Rakyat) pada 15 Juni 1931. Saat menjadi anggota Volksraad, Otto Iskandar Dinata sangat berani membongkar kebobrokan pemerintah kolonial.
Ia juga paling keras membela kepentingan rakyat nan ditindas pemerintah atau pengusaha partikelir asing. Oleh karenanya, Otto Iskandar Dinata dijuluki Si Jalak Harupat. Jalak Harupat ialah ayam jago nan kuat, tajam kalau menghantam lawan, kencang bila berkokok, dan selalu menang bila diadu. Selama menjabat Ketua Generik Pagoejoeban Pasoendan, Otto Iskandar Dinata banyak mengembangkan gagasan.
Hal nan sangat maju pesat di antaranya dalam bidang pendidikan. Hingga tahun 1933, sudah 29 buah sekolah didirikan di pelosok Jawa Barat. Selain itu, berdiri juga Centrale Bank Pasoendan dan sejumlah koperasi. Kemudian berdiri perusahaan induk Bale Ekonomi Pasoendan buat menaungi semua unit usaha.
Pagoejoeban Pasoendan juga mendirikan forum donasi hukum Adviesbureaul nan memberikan donasi cuma-cuma kepada masyarakat. Tidak hanya itu, orang-orang nan baru dibebaskan dari bui pun menjadi perhatiannya. Maka, didirikanlah Reclasseering Vereeniging (Perhimpunan Pemasyarakatan Kembali).
Lembaga ini mengurus dan memperbaiki nasib, termasuk mencarikan pekerjaan nan tepat untuk para mantan narapidana. Pagoejoeban Pasoendan (1929-1942) mengantarkan Otto Iskandar Dinata tampil cemerlang di taraf pusat.
Ia menjadi anggota Dewan Rakyat di Batavia, inisiator di Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), hingga menjadi Menteri Negara nan mengurus keamanan.
Otto Iskandar Dinata meninggal sebelum banyak mengecap kemerdekaan nan diperjuangkannya. Dia tewas sebagai martir revolusi. Seperti nan pernah ditulisnya di koran Tjahaja nan dikelolanya, “ Kalau Indonesia Merdeka boleh ditebus dengan jiwa seorang anak Indonesia, aku telah mengajukan diri sebagai kandidat nan pertama buat pengorbanan itu ”.
Biografi Tokoh Sunda - R. Iwa Kusuma Sumantri
Iwa Kusuma Sumantri dikenal sebagai Rektor Unpad nan pertama. Iwa juga memiliki kontribusi dalam proses kemerdekaan negeri ini. Buktinya, Iwalah nan mengusulkan pemakaian nama ‘Proklamasi’ dalam naskah nan dibacakan Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945. Sebelumnya Soekarno hendak menamai teks itu dengan kata ‘Maklumat’.
Ia ialah putra dari Raden Wiramantri, Kepala Sekolah Rendah nan kemudian menjadi pemilik sekolah (school opziener) di Ciamis. Menak Sunda asal Ciamis nan lahir pada 30 Mei 1899 ini, beruntung dapat mengecap pendidikan di Hollandsch Inlandsche School (HIS). Sebuah sekolah dasar buat anak-anak kalangan menak pribumi nan menggunakan pengantar bahasa Belanda.
Saat melanjutkan studi hukum di Universitas Leiden Belanda tahun 1922, Iwa aktif terlibat di Indische Vereeniging. Organisasi itu berubah menjadi Indonesische Vereeniging. Terakhir berubah lagi menjadi Perhimpunan Indonesia (PI). Iwa bahkan tercatat menjadi ketua organisasi itu pada 1923-1924.
Iwa sempat bekerja di Bandung setelah kembali ke tanah air tahun 1927. Lalu, diajak pamannya membuka kantor pengacara di Medan. Di Medan pun, Iwa tetap aktif dalam pergerakan. Ia membuat surat kabar Matahari Indonesia serta mendekati kaum buruh dan tani nan tertindas.
Disebutkan juga Iwa pernah mendirikan SKBI (Sarekat Kaoem Boeroeh Indonesia) cabang Medan. Hanya saja, para pemimpin SKBI ditangkap dan diasingkan, termasuk juga Iwa nan pada Juni 1930 dibuang ke Bandanaira dan Makassar selama 10 tahun. Pangkal lantarannya, memiliki afiliasi dengan Moscow dan Komintern.
Iwa bebas dari tahanan saat Jepang menaklukkan Belanda. Jepang sempat mengangkat Iwa sebagai hakim Keizei Hooin (Pengadilan Kepolisian) Makassar. Lalu, Iwa kembali membuka praktik sebagai pengacara di Jakarta. Bersama tokoh lain seperti Latuharhary dan Soepomo, Iwa diangkat menjadi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
Dalam sidang PPKI, Iwa mengusulkan agar pada rancangan UUD 1945 dimasukkan satu pasal nan mengatur tentang perubahan UUD 1945. Pasalnya, konstitusi itu lahir dalam keadaan darurat dan sangat mungkin buat diperbaiki.
Iwa pun didaulat menjadi Menteri Sosial pada kabinet pertama. Namun, ia bersama Mohammad Yamin, Soebardjo, dan Tan Malaka sempat ditahan sebab dianggap terlibat dalam Peristiwa 3 Juli 1946. Karier terakhir Iwa sebagai Menteri Negara pada Kabinet Kerja IV (1963-1964) dan Kabinet Dwikora I (1964-1966). Sebelumnya, tahun 1957 diangkat menjadi Presiden Unpad. Lalu pada tahun 1961 diangkat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung. Iwa meninggal pada 27 September 1971 sebab penyakit jantung.
Melihat uraian singkat di atas banyak sisi-sisi nan dapat dijadikan pelajaran. Selain itu, informasi-informasi nan dituangkan dapat memberikan citra banyak aspek terkait dengan sosok sang tokoh. Baik aspek positif maupun aspek negatif--- jika ada---bisa dijadikan pelajaran bagi kita. Untuk itu, lebih banyak penulis nan mengangkat biografi tokoh Sunda akan memperkaya khazanah perjalanan para tokoh buat dijadikan bahan pembelajaran.