Format Kompetisi Perserikatan Premier Indonesia

Format Kompetisi Perserikatan Premier Indonesia

Perserikatan Premier Indonesia atau disingkat LPI, lahir dari ketidakpuasan atas kepemimpinan PSSI di bawah rezim Nurdin Halid. Semasa kepemimpinan Nurdin, Perserikatan Premier Indonesia tak diakui oleh PSSI sekalipun tetap menyelenggarakan kompetisi.

Salah satu nan membedakan Liga Premier Indonesia dengan Perserikatan Super Indonesia nan diselenggarakan PSSI ialah profesionalisme klub peserta, terutama dari sisi dana nan tidak boleh terus menyusu kepada APBD. Perserikatan Premier Indonesia dimotori pengusaha Arifin Panigoro dan dikelola di bawah sebuah konsorsium.

Tanggal 8 Januari 2011 merupakan hari pertama kompetisi Perserikatan Premier Indonesia digelar. Pertandingan pertama dilakukan setelah upacara pembukaan nan meriah di Stadion Manahan, Solo, menggelar pertandingan Solo FC sebagai tuan rumah melawan tim tamu Persema Malang.

Acara pembukaan kompetisi Perserikatan Premier Indonesia dibuka langsung oleh walikota Solo, Joko Widodo setelah menggelar tari-tarian nan dibawakan tidak kurang oleh 1000 penari. Pertandingan pertama sebagai pembukaan secara resmi kompetisi Perserikatan Premier Indonesia nan tidak diakui PSSI ini, Solo FC harus mengakui ketangguhan tim tamu Persema Malang dan menyerah 1-5.

Pertandingan pembukaan Perserikatan Premier Indonesia sebenarnya hampir saja batal tak dapat digelar sebab Polri tidak memberi ijin. Alasan Polri tak member ijin semata-mata sebab PSSI sendiri sebagai induk organisasi sepak bola Indonesia tidak mengakui keberadaan Perserikatan Premier Indonesia. Sementara semua kegiatan nan mengerahkan massa harus mendapat ijin dari kepolisian.

Sebelum acara digelar, Menpora mencoba mengadakan mediasi dengan mengundang ketiga forum terkait yaitu Pengurus LPI, Polri dan tentu saja PSSI. Tapi dalam acara mediasi tersebut tidak seorang pun pengurus PSSI nan hadir, sehingga akhirnya Menpora memberi pernyataan bahwa penyelenggaraan pertandingan nan berkompetisi di bawah Perserikatan Premier Indonesia tidak membutuhkan izin dari PSSI dan cukup dari BOPI atau Badan Olahraga Profesional Indonesia.

Polri akhirnya mengeluarkan izin setelah F.X Hadi Rudyatmo nan tidak lain Ketua Generik Persis Solo nan juga ketua PSSI Cabang Solo, diam-diam memberi rekomendasi kepada Polri agar dikeluarkan ijin pertandingan Perserikatan Premier Indonesia. Kebijakan F.X Hadi Rudyatmo tersebut tentu saja bersebarangan dengan kebijakan pengurus PSSI Pusat.



Sejarah Perserikatan Premier Indonesia

Liga Premier Indonesia dibentuk pada 2010 dan dibubarkan pada 2011. Selama satu musim telah menggelar dengan berhasil 171 pertandingan dari 19 klub peserta. Selama satu musim tersebut telah tercipta 488 gol atau rata-rata 2,85 gol per pertandingan. Sebagai sebuah pertandingan dengan rata-rata 2,85 gol per pertandingan termasuk nan menarik buat ditonton, sebab artinya hal ini menunjukkan masing-masing klub peserta bermain opensif.

Selama satu musim penyelenggaraan kompetisi, Perserikatan Premier Indonesia telah mencatat pemain tersubur dengan torehan 13 gol yaitu Juan Manuel Cortes, Fernando Gaston Soler dan Laakkad Abdelhadi.

Berbeda dengan penyelenggaraan kompetisi di bawah pengelolaan Perserikatan Super Indonesia, siaran langsung televisi dipegang oleh ANTV sebagai pemegak primer hak siar Perserikatan Super Indonesia, siaran Perserikatan Premier Indonesia pertama kali oleh Indosiar, kemudian Metro TV dan terakhir oleh Trans TV dan Trans 7.

Penyelenggaraan kompetisi di bawah Perserikatan Premier Indonesia dianggap ilegal PSSI sebab bertentangan dengan hasil Kongres Sepak Bola Nasional pada Maret 2010 di Malang. Sementara konsorsium Perserikatan Premier Indonesia sendiri telah berkali-kali menghubungi PSSI namun tak pernah direspon positif. Akhirnya penyelenggaraan kompetisi di bawah Perserikatan Premier Indonesia mendapat rekomendasi dari Menpora Andi Malarangeng.

Pada saat kisruh di tubuh PSSI semakin memanas nan menuntut Nurdin Halid mundur, lalu dibentuk Komite Normalisasi PSSI nan diketuai Agum Gumelar, secara resmi mengakui pula keberadaan Perserikatan Premier Indonesia sebagai ajang kompetisi nan sah di bawah PSSI.

Tapi kisruh di tubuh PSSI ini memang tidak ada ujungnya. Ketika Komite Normalisasi sukses menyelenggarakan Kongres Luar Biasa, hasilnya sami mawon. Yang kemarin berkuasa di PSSI memang mundur dan pesaingnya nan duduk, kebijakan pun berubah, pengurus baru di bawah kendali Johar Arifin Husein hanya mengakui format kompetisi Perserikatan Premier Indonesia dan tak mengakui penyelenggaraan kompetisi di luar itu, termasuk juga keberadaan Perserikatan Super Indonesia. Saling kecam pun menjadi pemandangan biasa.

Alfred Riedl nan telah sukses membangun sebuah tim nan memberi secercah asa menjadi salah satu korban kekisruhan di tubuh PSSI ini. Bahkan ancaman para pemain nan memperkuat tim nan berlaga di kompetisi Perserikatan Premier Indonesia tak diakui PSSI dan tak diperbolehkan memperkuat tim nasional Indonesia dalam level manapun.



Format Kompetisi Perserikatan Premier Indonesia

Tak berbeda dengan format kompetisi Perserikatan Super Indonesia nan pada kepemimpinan Nurdin Halid sebagai satu-satu kompetisi nan legal, Perserikatan Premier Indonesia menggunakan format kompetisi penuh. Dengan sistem kandang dan tandang, setiap tim akan berjumpa dua kali tim nan sama dalam satu kali musim. Seperti juga format kompetisi perserikatan sepak bola di Eropa, tim pemenang ialah nan sukses meraih poin paling tinggi setelah menyelesaikan seluruh pertandingan.

Pada musim pertama, Liga Premier Indonesia diikuti oleh 19 klub profesional dari seluruh tanah air. Dengan merujuk pada statute FIFA dan AFC bahwa sebuah klub dikatakan professional apabila memenuhi beberapa kriteria di antaranya ialah memiliki stadion nan layak sebagai home base , ada pembinaan pada beberapa jenjang usia, berdikari secara finansial dan memiliki badan hukum. Atas dasar itulah Perserikatan Premier Indonesia pada putaran pertama ini hanya diikuti oleh 19 klub.

Klub peserta Perserikatan Premier Indonesia tidak semuanya muka baru, ada nan reinkarnasi dari klub sebelumnya dan ada pula klub lama peserta Perserikatan Super Indonesia nan membelot mengikuti kompetisi Perserikatan Premier Indonesia dengan majemuk alasan dan pertimbangan.

Muka baru peserta Perserikatan Premier Indonesia nan benar-benar baru barangkali hanya Aceh United asal Banda Aceh dengan stadion Asa Bangsa berkapasitas 40.000 penonton sebagai home base. Lalu ada Bintang Medan asal Sumatera Utara dengan Stadion Teladan berkapastias 10.000 penonton sebagai kandang, Bogor Raya asal Kota Bogor dengan Stadiun Persikabo sebagai kandang nan berkapasitas 25.000 penonton. Ada Bali Devata asal Bali, Cedrawasih Papua asal Irian Jaya dan Medan Chief's asal Medan, Sumatera Utara.

Klub peserta Perserikatan Premier Indonesia nan merupakan reinkarnasi dari klub lama nan sudah wafat atau setengah wafat di antaranya ialah Bandung FC asal Jawa Barat dengan stadion Siliwangi berkapasitas 25.000 penonton sebagai kandang. Bandung FC merupakan reinkarnasi dari Klub Bandung Raya.

Kemudian ada Jakarta FC nan tidak lain ialah Persija Jakarta Selatan dalam Perserikatan Premier Indonesia ini. Jakarta FC menggunakan Stadion Lebak Bulus berkapasitas 12.500 penonton sebagai home base. Batavia Union asal Jakarta Utara, menggunakan Stadion Tugu berkapasitas 20.000 penonton sebagai kandang. Batavia Union didirikan oleh pengurus nan tidak puas dengan kepengurusan baru di tubuh Persija.

Tim peserta Perserikatan Premier Indonesia nan merupakan pembelot sebab tak puas dengan kepemimpinan di tubuh PSSI ialah Persebaya 1927 pecahan dari Persebaya, menggunakan Stadion Gelora 10 Nopember sebagai kandang, Persema Malang, Persibo Bojonegoro dan PSM Makasar.

Selain tim-tim nan telah disebutkan di atas peserta Liga Premier Indonesia lainnya ialah Manado United asal Sulawesi Utara, Minangkabau FC asal Sumatera Barat, Solo FC asal Surakarta, Tangerang Wolves asal Tangerang, Real Mataram asal Sleman Yogyakarta dan Semarang United asal Semarang, Jawa Tengah.