Bulog dan Cadangan Beras Pemerintah (CDB)
Bulog (Badan Urusan Logistik) ialah perusahaan negara nan bertanggung jawab terhadap ketersediaan logistik pangan. Ruang lingkup bisnis ini meliputi usaha logistik (pergudangan), penelitian dan pemberantasan hama, penyediaan karung atau kantong plastik, transportasi bahan pangan, perdagangan komoditi pangan dan usaha eceran.
Badan urusan ini juga mengemban tugas publik dari pemerintah buat menjaga Harga Dasar pembelian gabah petani, stabilisasi harga barang-barang kebutuhan pokok (sembako), menyalurkan subsidi beras buat orang miskin (Raskin) dan meengelola ketersediaan stok pangan.
Perusahaan ini dibentuk pada 10 Mei 1967 berdasarkan keputusan presidium kabinet No.114/U/Kep/5/1967. Tujuan pokok pembentukan buat mengamankan ketersediaan bahan pangan secara nasional.
Keberadaan perusahaan ini selanjutnya direvisi dengan Keppres No. 39 tahun 1969, berdasar Keppres ini selanjutnya memiliki tugas pokok buat melakukan stabilisasi harga beras. Pada 1987, keberadaan Bulog kembali direvisi berdasarkan Keppres No 39 tahun 1987, revisi ini dimaksudkan buat semakin menyiapkan perusahaan ini dalam tugas mendukung dibangunnya komoditas pangan.
Melalui Keppres No.103 tahun 1993, tanggung jawab Bulog semakin diperluas, yaitu melingkupi koordinasi pembangunan pangan dan meningkatkan mutu gizi pangan. Kontemporer jabatan Kepala Bulog dirangkap oleh Menteri Negara Urusan Pangan. Revisi selanjutnya terjadi pada 1995, ditandai dengan keluar Keppres No 50 tahun 1995. Keppres ini dimaksudkan buat lebih menyempurnakan struktur organisasi perusahaan nan pada intinya bertujuan buat lebih mempertajam tupoksi dan peran.
Dengan demikian, tanggung jawab perusahaan ini selanjutnya lebih difokuskan pada upaya peningkatan stabilisasi dan pengelolaan ketersediaan bahan pokok dan pangan. Sinkron dengan Keppres tersebut, badan usaha ini juga memegang kendali terhadap harga dan persediaan bahan-bahan pokok, seperti beras, terigu, kedelai, gandum, dan gula.
Pengelolaan ini dapat dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Melalui Keppres, Bulog diharapkan dapat lebih mampu menjaga stabilnya harga-harga pangan baik bagi pihak produsen maupun konsumen. Serta ikut serta memenuhi kebutuhan pangan berdasarkan kebijaksanaan generik nan telah ditetapkan oleh pemerintah.
Krisis ekonomi nan melanda Indonesia pada 1997, terpaksa mengundang campur tangan International Monetary Fund (IMF) buat turut campur dalam pengelolaannya. Donasi utang dari IMF juga mensyaratkan penyempitan tugas dan tanggung jawab.
Untuk mengakomodasi kemauan IMF ini, selanjutnya pemerintah mengeluarkan Keppres No. 45 tahun 1997 nan hanya memberi ruang pada perusahaan ini buat mengurusi beras dan gula.
Rupanya IMF masih belum puas dalam mempersempit ruang mobilitas Bulog, atas desakan IMF pemerintah selanjutnya mengeluarkan Keppres No 19 tahun 1998, perusahaan ini hanya diberi wewenang buat mengurusi beras. Sedangkan komoditas nan lain dilepaskan pada prosedur pasar. Hal ini sinkron dengan kemauan IMF agar pasar komoditas pangan non-beras lainnya dapat dimasuki oleh pemain-pemain dari negara asing secara bebas.
Dengan terbitnya Keppres No. 29 tahun 2000, wewenang primer Bulog diubah sebagai pelaksana dari tugas Pemerintah terutama dalam bidang manajemen logistik melalui pengelolaan ketersediaan bahan-bahan, proses distribusi dan pengendalian harga bahan-bahan pokok, juga usaha di bidang jasa logistik nan sinkron dengan peraturan perundang-undangan. Keppres tersebut kemudian diperkuat dengan Keppres No 166 tahun 2000, nan selanjutnya diubah menjadi Keppres No. 103/2000.
Keppres No. 103/2000 ini kemudian diubah lagi dengan Keppres No. 03 tahun 2002, nan tak mengubah tugas pokok tetapi lebih pada arahan perubahan status nan mendapat waktu transisi sampai dengan 2003 buat berubah menjadi Perusahaan Generik (Perum). Akhirnya berdasar Peraturan Pemerintah RI no. 7 Tahun 2003, secara resmi Bulog berubah status menjadi Perusahaan Generik (Perum).
Pengadaan Beras Bulog
Berdasar Inpres Nomor 7 Tahun 2009 tugas publik Bulog ialah melakukan pembelian terhadap gabah dan beras dalam negeri berdasarkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Tugas pengamanan HPP sebenarnya telah dilakukan sejak berdiri pada 1967 hingga kini. Pembelian gabah dan beras dalam negeri ini disebut dengan "Pengadaan Dalam Negeri" nan dijadikan bukti keberpihakan Pemerintah (pada petani produsen melalui agunan harga dan agunan pasar atas hasil produksinya.
Dengan peningkatan produksi hampir 10 juta ton dalam kurun lima tahun, Indonesia kembali berswasembada pangan. Dengan demikian sejak tahun 2008, Indonesia telah mampu mencukupi kebutuhan konsumsi beras nasional dan tak perlu lagi mengimpor beras.
Peningkatan produksi beras merupakan sebuah namun di sisi lain hal ini akan membawa masalah tersendiri bagi harga di taraf produsen. Jika hal ini tak ditangani secara baik dapat jadi akan mengakibatkan stabilitas produksi gabah (beras) dalam negeri terganggu. Karenanya, agunan harga pada taraf produsen memiliki posisi nan strategis buat menjaga keberlangsungan produksi, sebab hal ini tentu sangat berkaitan langsung dengan sejahteranya kehidupan para petani.
Mengingat persoalan di atas, pemerintah memberikan agunan harga kepada petani beras, melalui kebijakan HPP seperti nan tercantum pada Inpres Kebijakan Perberasan. Inpres ini secara jelas telah memberi perintah pada forum ini buat menentukan kepastian harga di taraf produsen termasuk juga dengan menyerap surplus dalam satu periode panen berdasarkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP).
Bulog dan Cadangan Beras Pemerintah (CDB)
Cadangan pangan merupakan aspek strategis bagi ketahanan pangan suatu negara, maka sejak 2005 Pemerintah telah memiliki Cadangan Beras Pemerintah (CBP) nan dikelola oleh perusahaan ini. Cadangan Beras Pemerintah ini dijadikan satu dengan stok beras nan bisa diakses di setiap gudang Bulog di seluruh Indonesia oleh Pemerintah.
CBP ialah beras milik Pemerintah nan dibeli dengan sumber dana dari APBN. Selanjutnya CBP ini dikelola oleh Bulog buat digunakan memenuhi kebutuhan pokok masyarakat dan mengantisipasi berbagai masalah kekurangan pasokan pangan nan disebabkan oleh gejolak harga, keadaan darurat dampak dari terjadinya bala dan kerawanan pangan.
Selain itu CBP ialah salah satu itikad buat memenuhi kesepakatan Cadangan Beras Darurat ASEAN ( ASEAN Emergency Rice Reserve, AERR ).
Pada mulanya pemerintah memiliki CBP sejumlah 350 ribu ton beras. Secara fisik, stok tersebut menyatu dengan stok operasional agar mudah digunakan dan dapat tersedia setiap saat di setiap loka nan membutuhkan. Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten atau Kota bisa mengakses stok CBP ini buat tujuan-tujuan nan sinkron dengan prosedurnya.
Salah satu kegunaan CBP dapat dilihat dalam penanganan berbagai bala alam di tanah air. Beras nan telah tersedia di gudang-gudang Bulog di seluruh tanah air bisa segera diakses oleh Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten atau Kota dalam situasi darurat buat memenuhi kebutuhan pangan pengungsi korban bencana. Selain itu CBP juga bermanfaat pada saat terjadi kenaikan harga nan cukup tinggi dan meresahkan masyarakat, nan dapat dimanfaatkan sebagai sumber beras Operasi Pasar Murni (OPM) langsung di pasar-pasar.
Kecukupan stok beras termasuk CBP nan dikelola, memberikan pengaruh nan positif terhadap kestabilan harga beras dalam negeri. Hal ini berdampak baik pada hadirnya perasaan kondusif bagi masyarakat nan percaya terhadap kemampuan Pemerintah dalam menjaga pasokan dan harga, serta mencegah munculnya spekulan beras. Selain itu, kecukupan stok beras akan mampu mengamankan pasar beras dalam negeri dari gejolak harga beras dunia.
Bencana alam dan perkembangan situasi pasar beras internasional nan cenderung bergejolak, mau tak mau akan mempengaruhi pasar beras dalam negeri. Maka pemerintah melalui Bulog harus memiliki ketersedian stok CBP dalam jumlah nan cukup, ini krusial buat menjaga taraf rasa kondusif di masyarakat. Beberapa pakar menyarankan agar pemerintah dapat memiliki jumlah cadangan beras pemerintah (CBP) nan ideal, yaitu sekitar 750 ribu - 1,25 juta ton.