Teori dan Metode Penelitian Formal

Teori dan Metode Penelitian Formal

Dalam ranah sastra, teori merupakan pernyataan mengenai sebab-akibat atau mengenai adanya suatu interaksi positif antara kenyataan nan diteliti dalam masyarakat atau dalam teks-teks sastra tulis atau teks-teks sastra lisan.

Oleh sebab itu, dalam sebuah penelitian sastra, dibutuhkan pemahaman akan teori nan dijadikan landasan dalam mengkaji objek penelitian sehingga ada sinkronisasi antara teori dengan objek nan dibahas tersebut. Dengan demikian, dalam artikel ini akan dibahas mengenai teori-teori nan dijadikan landasan dalam penelitian sastra. Selain itu, ada juga metode penelitian sastra nan juga wajib diketahui sebelum melakukan penelitian.

Metode penelitian sastra sangat krusial buat mengkaji karya-karya sastra nan kian hari makin beragam. Metode penelitian sastra diperlukan agar kita dapat lebih mudah dalam melakukan penelitian dimana sastra nan menadi objeknya.

Di dalam perkembangan peradaban manusia, sastra selalu menempati posisi nan penting. Sastra juga menjadi tolok ukur terhadap majunya peradaban manusia. Dari dulu hingga kini, sastra tak pernah mati. Bahkan, ia selalu berkembang dan tercipta karya-karya sastra nan fenomenal. Maka objek penelitian sastra sudah selayaknya memiliki metode spesifik nan sinkron dengan metode universal dalam penelitian.



Metode-Metode Penelitian Sastra

Metode-metode penelitian sastra sebenarnya juga dapat menggunakan metode nan sering dipakai secara generik buat meneliti suatu objek. Penelitian sastra juga dapat menggunakan metode kualitatif maupun kuantitfatif. Ia juga dapat dengan menggunakan metode baik metode observasi maupun kepustakaan.

Namun, ada metode nan memang spesifik buat melakukan kajian ataupun penelitian terhadap sastra. Ada beberapa metode penelitian sastra nan biasa dilakukan. Penelitian sastra bertujuan buat menemukan, mengembangkan, atau menguji kebenaran suatu pengetahuan secara realitas nan didasarkan pada data dan fakta. Dengan adanya penelitian sastra diharapkan ilmu-ilmu dan teori sastra semakin berkembang.

berbagai teori dan Metode-metode itu ialah sebagai berikut.



Teori dan Metode Penelitian Hermeneutika

Metode penelitian hermeneutika sudah dipakai sejak zaman Yunani Antik oleh Plato dan Aristoteles. Dahulu, metode ini dipakai buat menafsirkan kitab-kitab suci. Metode hermeneutika mulai berkembang pada abad ke-19. Penggagasnya berasal dari berbagai kalangan ahli ilmu seperti Schleiermacher, Dilthey, Gadamer, Habermas, Ricoeur, dan masih banyak lagi ahli lainnya.

Ke dalam bidang sastra dan filsafat, metode hermeneutika disejajarkan dengan interpretasi, pemahaman, verstehen , dan juga retroaktif. Di dalam kajian ilmu sosial, hermeneutik masuk ke dalam metode kualitatif. Hermeneutik juga termasuk metode analisis isi, alamiah, naturalistik, studi kasus, etnografi, etnometodologi, serta fenomenologi.

Secara bahasa, hermeneutik berasal dari bahasa Yunani, yaitu hermeneutine nan artinya menafsirkan. Hermeneutika digunakan buat memahami suatu teks nan disesuaikan dengan konteks di mana teks tersebut dapat ada.



Teori dan Metode Penelitian Formal

Metode penelitian formal terhadap sastra ialah penelitian nan menitik beratkan pada aspek-aspek formal, yakni aspek-aspek bentuk nan mengarah kepada unsur-unsur nan ada di dalam suatu karya sastra.

Metode ini melakukan penelitian dengan melihat sifat-sifat dari teks nan dianggap artistik. Unsur-unsur karya sastra tersebut kemudian dipertalikan interaksi antarunsurnya dengan totalitasnya.



Teori dan Metode Penelitian Dialektika

Di dalam penelitian dengan menggunakan metode dialektika, Hegel mengatkan, peneliti harus dapat menggunakan prosedur kerja tesis, antitesis, dan juga sintesis. Dialektika ialah kata nan dapat diartikan juga dengan obrolan nan merupakan suatu bentuk komunikasi dua arah.

Hegel mengatakan bahwa tak ada satu kebenaran nan mutlak sebab berlaku hukum dialektik. Sehingga dapat dikatakan bahwa nan mutlak itu ialah adanya semangat revolusioner atas perubahan, kontradiksi berdasarkan tesis oleh anti tesis nan kemudian menjadi tesis.

Metode dialektika hampir sama konsepnya dengan hermeneutik. Setiap pemikiran disesuaikan dengan zamannya. Sehingga ketika penelitian menghasilkan sintesis, ia pun dapat berubah menjadi tesis nan dipertentangkan oleh anti tesis.



Teori dan Metode Penelitian Deskriptif Analisis

Metode penelitian deskriptif analisis merupakan metode nan dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta, setelah itu disusul dengan melakukan analisis. Di dalam metode ini, peneliti tak hanya menguraikan, namun ia juga harus dapat memberikan pemahaman dan penjelasan.



Teori dan Metode Penelitian Semiotika

Selain metode, tentu kita juga harus mengetahui teori sastra nan juga mendukung penggunaan metode tersebut buat kemudian diaplikasikan dalam proses penelitian dan pembahasan berbagai karya sastra.

Menurut Ratna, semiotika berasal dari kata semeion nan berarti tanda. Dalam pengertian nan lebih luas, sebagai teori, semiotika ialah ilmu tentang tanda. Ilmu ini menganggap bahwa kenyataan sosial masyarakat dan kebudayaan ialah tanda-tanda.

Sementara itu, ada juga nan berpendapat bahwa penggunaan paling awal buat istilah ‘tanda’ (Inggris : sign , Yunani: semeion ) dalam konteks filsafat tampaknya diturunkan dari istilah kedokteran hipokratik dengan perhatiannya pada simptomatologi. Dalam global kedokteran tersebut, ‘tanda’ mengacu pada simtom-simtom atau gejala-gejala dari suatu penyakit tertentu.

Dalam perkembangan sejarah ilmu tentang tanda, dikenal dua istilah nan sebenarnya memiliki makna nan sama persis sebagai ilmu tanda, yakni semiotika nan dibawa oleh Charles Sanders Pierce dan semiologi nan dibawa oleh Ferdinand de Saussure.

Menurut Saussure, semiologi merupakan sebuah ilmu nan mengkaji kehidupan tanda-tanda di tengah masyarakat, dan dengan demikian menjadi bagian dari disiplin psikologi sosial. Sementara itu, istilah semiotika nan kemudian dibawa oleh Pierce merujuk pada doktrin formal tentang tanda-tanda.

Yang menjadi dasar dari semiotika bukan hanya konsep tentang tanda dan sistem komunikasi, tapi juga global sendiri pun seluruhnya terdiri atas tanda-tanda.

Ada sedikit disparitas nan dimunculkan oleh kedua tokoh tersebut mengenai pendekatan mereka terhadap semiotika. Pierce lebih menekankan pada aspek logika sebab dia ialah seorang pakar filsafat, sedangkan Saussure lebih menekankan pada aspek bahasa sebab sinkron dengan keahliannya di bidang linguistik.

Dalam pemikirannya, Saussure meletakkan tanda dalam konteks komunikasi manusia dengan pemilahan antara signifiant (penanda) dan signifie (petanda). Signifiant merupakan bunyi nan bermakna atau coretan nan bermakna (aspek material), sedangkan signifie ialah citra mental, yakni pikiran atau konsep (aspek mental) dari bahasa.

Menurutnya, bahasa bisa dianggap sebagai benda nan terlepas dari pemakaian penuturnya dan bukan kreasi individu, tetapi merupakan fakta sosial sebab meliputi suatu masyarakat.

Konsep lain nan juga mendasari pemikiran Saussure mengenai ilmu tentang tanda ialah langue dan parole . Langue ialah produk nan direkam individu secara pasif dan merupakan sistem tanda nan mengungkapkan gagasan, nan bisa dibandingkan dengan tulisan dan tanda-tanda lainnya; sedangkan parole ialah suatu tindakan individual dari kemauan dan kecerdasannya.

Dengan kata lain, langue lebih bersifat kebahasaan, sedangkan parole lebih merupakan ujaran sebagai praktik atas kebahasaan.

Konsep Saussure inilah nan kemudian dikembangkan oleh seorang pemikir strukturalis Roland Barthes. Ia mempraktikkan model linguistik dan semiologi Saussurean, serta berpendapat bahwa bahasa merupakan sebuah sistem tanda nan mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat eksklusif dalam waktu tertentu. Oleh sebab itu, semiologi Barthes lebih mengacu pada interaksi penanda dan petanda pada sebuah tanda.