China Semakin Berjaya
Sebagai negara super power , Amerika tidak pernah berhenti berkonflik dengan negara-negara lain. Ketika masa Perang Dingin, Amerika berkonflik dengan Uni Soviet nan akhirnya dimenangi oleh Amerika walaupun orang-orang dari negara-negara bekas Uni Soviet terus berusaha, paling tidak, mengimbangi Amerika. Terutama, di bidang pariwisata ke luar angkasa. Kini, pada era digital dengan sistem transparansi nan lebih canggih, Amerika mempunyai konflik ekonomi dengan Cina.
Persaingan Semangat Perkembangan
Hampir tak ada satu negara di global ini nan sebenarnya tak mempunyai perselisihan ekonomi dengan negara lain. Perselisihan itu sendiri sebenarnya mungkin berasal dari persaingan ekonomi nan sangat sengit sehingga menimbulkan dendam dan emosi tersendiri di antara para pelaku bisnis hingga pihak pemerintahan. Seperti nan terjadi dengan Idnonesia dan Malaysia. Sempat ada aspirasi buat menolak produk Malaysia sebab ada orang Malaysia dianggap sering mengklaim budaya Indonesia.
Aspirasi itu seolah tenggelam begitu saja. Kini begitu banyak produk Malaysia termasuk barang-barang industri permesinan buat pabrik kelapa sawit. Walaupun sudah banyak produk mesin buat pabrik kelapa sawit nan berusaha dibuat oleh perusahaan lokal, kualitas produk dari Malaysia dinilai masih lebih baik. Bagaimanapun, prosedur pasar berlaku juga. Tidak ada seorang pebisnis pun nan mau merugi.
Begitupun ketika orang Indonesia nan masih sangat membenci Amerika nan dianggap sebagai antek zionis Israel. Banyak orang nan mendukung aspirasi agar memboikot produk dari negera adi kuasa tersebut. Yang terjadi ialah sepertinya ketika aspirasi itu tak lagi didengung-dengungkan, orang Indonesia tetap saja menggunakan produk dari Amerika. Bagaimana orang Indonesia dapat menghindarkan diri dari produk Amerika kalau buat sistem komputer saja di kuasai ioleh Microsoft.
Sulit buat berkelit dari produk-produk Amerika ketika produk penggantinya masih belum setangguh produk dari Amerika. Beda dengan China. Ketika negeri China menolak produk dari suatu negara termasuk Amerika, orang China telah mampu membuat produk serupa dengan harga nan lebih murah atau produk pengganti nan mungkin malah lebih bagus dengan harga nan juga niscaya lebih murah. Kehebatan negeri China inilah nan sebenarnya patut ditiru oleh orang-orang Indonesia. Jangan asal mengatakan bahwa orang Indonesia harus melepaskan diri dari produk Amerika kalau belum ada produk pengganti.
Makanan cepat saja nan berasal dari negeri paman Sam itu saja sangat laku di sini. Walaupun majemuk jenis ayam goreng tradisional telah mulai marak masuk pasaran global kuliner, ternyata, lidah orang Indonesia itu sangat bahagia dengan ayam goreng ala KFC. Keadaan ini tidak dapat dihantam dengan jargon nasionalisme atau jargon persatuan dan kesatuan. Selama produk pengganti tak ada, maka orang Indonesia akan selalu setia dengan produk luar itu. Mungkin saja ada nan tak terlalu peduli berasal dari mana satu produk itu. Yang krusial ialah rasa suka, kualitas, dan kemampuan membelinya.
Kalau produk Amerika dengan leluasa memasuki pangsa pasar Indonesia, tak dengan pangsa pasar China. Kemampuan China membuat barang tiruan dan pangsa pasar dalam negerinya nan luar biasa, membuat produk China dapat menjadi tuan rumah di negerinya sendiri. Jargon ekonomi mereka sepertinya ialah ‘Tak menggunakan produk dalam negeri, sama dengan bunuh diri.’ Jargon ini sangat ampuh menggugah masyarakat China buat membeli produk dalam negeri.
Dengan jumlah manusia nan lebih dari satu miliar, telah membuat masyarakat China berjuang sekuat tenaga menggali semua potensi diri agar setiap mulut di negeri Panda ini dapat makan dengan kenyang. Kalau mereka tak bersatu, maka kehidupan mereka akan hancur. Rasanya China tidak akan membiarkan diri mereka sendiri hancur dan ringkih oleh gempuran barang dari luar China. Sistem kerja keras menghidupi diri sendiri ini harus dapat ditiru oleh orang Indonesia agar bangsa Indonesia dapat bersaing dengan negara lain di pangsa pasar internasional.
Makan Malam
Kemandirian China itu tentu saja membuat banyak negara lain gigit jari. Padahal, produk China nan terkenal murah meriah itu, dengan gampangnya masuk ke negara-negara mereka. Hal ini juga terjadi pada perdagangan antara China dan Amerika. Tentu saja pihak Amerika nan sangat memuja sistem perdagangan bebas, tak ingin melihat China surplus perdagangan terus-menerus. China juga menyadari apa nan dirasakan oleh Amerika. Oleh sebab itulah, China bersedia membuat rendezvous dan membuat berbagai perjanjian dengan Amerika. Salah satunya ialah memenuhi undangan dari Presiden Amerika, Barack Obama.
Penyelesaian konflik ekonomi di meja makan? Beberapa waktu lalu, Presiden China, Hu Jintao, mengunjungi Amerika dan disambut dengan makan malam kepresidenan nan sangat mewah. Nyonya Obama spesifik memakai gaun malam nan latif buat menyambut tamu agung tersebut. Namun, ada nan agak aneh. Biasanya, tuan rumah, paling tidak, menyiapkan beberapa menu dari negara tamunya. Namun, malam itu, semua menu makan malam ialah menu ala Amerika. Bangsa Amerika ingin menunjukkan kedigdayaanya dan ingin memperlihatkan kepada China bahwa mereka ialah negara hebat nan tak dapat diremehkan sebgitu saja.
China memahami hal itu. Mereka pun mempelajari budaya dan ciri bangsa-bangsa nan mendiami Amerika. Tanpa tahu budaya dan Norma masyarakat Amerika, bangsa China tak akan mampu membuat satu barang nan cukup disenangi oleh bangsa Amerika. China memang pandai dan sangat cerdik. Amerika kadang kewalahan menghadapi China. Hampir disegala bidang, China mampu berdiri. Dalam bidang olah raga pun begitu. Perjuangan nan sangat berat dengan ketekunan dan kedisiplinan tinggi, orang-orang China berusaha memberikan nan terbaik bagi tanah airnya. Benar-benar satu kesetiaan nan sangat besar terhadap bangsa sendiri.
Tujuan kunjungan Presiden China ke Amerika ialah buat melobi Amerika agar melunakkan sedikit perhukuman dagangnya agar barang China agak lebih leluasa memasuki pasar Amerika. China sangat paham bahwa beberapa produknya berada di atas angin. Namun, Amerika merasa harus tetap melindungi produknya seperti pemerintah China nan lebih menyukai barang-barang dalam negeri. Orang Amerika nan sedang terlilit masalah ekonomi memang terpaksa mencari jalan buat tetap hayati walaupun harus menggunakan produk dari China nan tak terlalu bagus.
China Semakin Berjaya
Berkali-kali, China berkilah bahwa mereka tidak berminat bersaing di bidang militer. Namun, perkembangan teknologi persenjataan China cukup membuat Amerika ketar-ketir. Beberapa saat sebelum kunjungan Presiden China ke Amerika, China mengujicobakan pesawat tempur silumannya, J-21 Stealth Fighter. Hal ini tampaknya memang disengaja. Misi kunjungan dan balsaan kunjungan ke Amerika merupakan satu momentum nan tidak dapat terlewatkan begitu saja. China memang sangat cerdik dan sangat pandai membaca peluang sekecil apapun. Tidak mengherankan kalau orang China mampu bersaing dengan negara manapun di global ini dan mereka akan menang.
Presiden Hu Jintao sangat tahu bahwa pengumuman secara terbuka tersebut akan membukakan mata dunia, terutama Amerika, bahwa China tak main-main dan bukan negara nan mudah dipermainkan. China ialah negera super power nan akan mengalahkan Amerika dalam segala bidang.
Tantangan
Pada 2020, China akan menjadi negara terinovatif di seluruh dunia. Hasil penelitian ini berarti bahwa China akan menggeser kedudukan Amerika. Amerika cukup terpanggil buat segera membenahi mutu pendidikannya demi memenangi perlombaan, terutama dibidang dagang dengan China.
Perusahaan China dengan cerdik memasuki pasar Amerika. Kecerdasan pengusaha Cina terkadang membuat pengusaha Amerika gigit jari. Bahkan, frustasi. Perluasan besar-besar nan dilakukan oleh pengusaha China nan berani menjual dengan harga sangat murah juga menjadi tantangan tersendiri bagi pengusaha Amerika. Berkali-kali, perwakilan pemerintahan Amerika mengunjungi China dan mengajak bernegosiasi ulang.
Akan tetapi, usaha tersebut masih belum maksimal. Hal ini sebab Cina mempunyai posisi tawar luar biasa hebatnya. Tidak seperti negara Indonesia nan masih sangat mudah dikendalikan oleh Amerika. Buktinya, makanan cepat saji Amerika nan menurut penelitian terakhir dinyatakan bisa menyebabkan ketagihan dan para penyantapnya tak merasa kenyang sehingga mengakibatkan obesitas. Lain dengan kuliner China nan penuh rempah dan diyakini lebih menyehatkan.
Siapakah nan akan memenangkan konflik ekonomi ini? Walaupun tampaknya sekarang baik Amerika maupun China bermain kondusif alias selalu mencari win-win solution , suatu saat nanti niscaya ada perang terbuka nan akan menyebabkan krisis ekonomi dunia termin berikutnya. Namun, tetap ada asa bahwa hal tersebut tak akan terjadi.