SMA JAkarta --- Membangun Pendidikan Indonesia nan Bermartabat
SMA Jakarta sering terjadi tawuran, dan kerap ditayangkan di televisi. Ini menjadi bukti nyata, ada masalah pada pendidikan di Indonesia. Sejarah global pendidikan kita sudah berlangsung sejak puluhan tahun, tapi tidak beranjak maju juga.
Malah terkesan stagnan. Mengapa begitu? Lihat saja selama ini, setiap ganti menteri dipastikan kurikulum pun diubah pula. Selain itu, global pendidikan tidak sporadis dimanfaatkan oleh pejabat guna kepentingan politik sesaat.
SMA Jakarta nan seharusnya menjadi percontohan pendidikan nan baik, tapi ternyata realitasnya meleset dari apa nan diharapkan. Buktinya, sering terjadi tawuran antar pelajar dan penyalahgunaan obat-obatan terlarang.
Tawuran SMA Jakarta, Bukti Gagalnya Pendidikan
Kondisi ibu kota nan semrawut, mengakibatkan lingkungan belajar mengajar di sekolah dasar sampai SMA tidak nyaman. Jakarta sudah tidak lagi menjadi loka ideal buat dihuni, apalagi dipakai buat proses belajar mengajar.
Bayangkan saja, anak sekolah setiap hari pergi sekitar jam 5 pagi guna menghindari macet . Ketika pulang dari sekolah, dapat sampai rumah setelah petang, sebab terjebak kemacetan. Rutinitas nan sedemikian padat, mengakibatkan waktu istirahat di rumah sangat kurang.
Tak jarang, hari Minggu pun dipakai buat kegiatan sekolah. Kelelahan pikiran menyebabkan anak cepat emosi, dia mudah marah sebab hanya terselut hal-hal sepele. Maka tidak heran anak-anak SMA Jakarta, begitu sering melakukan tawuran.
Di luar itu, ada gejala aneh nan selama ini terjadi. Menjelang ujian nasional, kerap terjadi kesurupan masal pada siswi-siswi di SMA Jakarta dan sekolah lainnya di luar ibu kota. Bagaimana tidak, beban pelajaran nan diberikan oleh sekolah begitu berat. Setiap hari harus menyelesaikan soal-soal pelajaran, tanpa ada jarak istirahat guna memulihkan fisik dan psikis.
Akhirnya beban pelajaran menjadi pemicu goyahnya kejiwaan siswa, sehingga alam bawah sadarnya terganggu. Ini menunjukan, anak sekolah hanya dijadikan sebagai "kelinci percobaan" dari berbagai proyek pendidikan di negeri ini. Pemerintah, dalam hal ini Depertemen Pendidikan Nasional, tidak memiliki cetak biru nan jelas tentang sistem pendidikan nan ideal buat Indonesia.
Pemicu Tawuran SMA Jakarta
Kebiasaan anarkis pada siswa-siwa SMA Jakarta kerap terjadi ketika musim ajaran baru. Sebenarnya sifat anarkis bukan watak anak sekolah. Sebab, sejak masa anak-anak mereka diajari tata karma, kemudian diajari ilmu agama nan membentengi dirinya dari hal-hal buruk. Namun banyak faktor mengapa anak sekolah sekarang kerap berbuat anarkis.
Salah satunya, dia menyaksikan atau bahkan diajak seniornya ikut melabrak musuh bebuyutannya. Atau, menyaksikan aksi politikus nan kisruh sendiri saat sidang wakil rakyat. Apalagi selain itu? Berikut ini merupakan faktor-faktor penyebab tawuran massal nan kerap terjadi di SMA Jakarta dan kota-kota besar lainnya:
- Rasa solidaritas
Salah satu pemicu primer maraknya tawuran massal antar anak sekolah ialah tuntutan kesetiakawanan di kalangan pelajar. Suka duka dirasakan bersama, ketika ada nan disakiti teman-teman lainnya pun ikut bereaksi. Mereka ikut tawuran sebab diajak kawannya atau atas desakan dari seniornya, ketika melabrak sekolah lawan.
Solidaritas bentuk begini merupakan sikap nan keliru. Rasa setiakawan nan tidak memberikan akibat positif bagi diri sendiri maupun orang lain. Justru bisa merugikan diri sendiri dan berpotensi ditangkap polisi, sebab mengganggu ketertiban masyarakat. Jika tindakan tawuran mengakibatkan orang lain sampai terluka atau meninggal, hukumannya penjara.
- Demi legitimasi
Mempertahankan legitimasi kelompoknya maupun sekolahnya merupakan keharusan, bagi setiap anggotanya. Legitimasi tetap dijaga agar versus segan kepada mereka. Misalnya sekolah A terkenal getol tawuran, cacat ini oleh siswanya justru menjadi kebanggan tersendiri
Oleh sebab itu, mereka berusaha mempertahan cacat itu demi mempertahankan legitimasi di mata anak sekolah lain. Padahal, cacat negatif ini merusak nama baik sekolah. Butuh usaha keras memulihkan nama baik sekolah, guna mengembalikan kepercayaan publik.
- Pelampiasan emosi
Suasana belajar di sekolah nan tidak kondusif, ditambah lagi kurikulum nan membebani siswa, menjadi salah satu penyebab mengapa siswa mudah stres dan emosi. Dengan kurikulum modern, alih-alih siswa tambah cerdas, tapi stres nan didapat, dan akhirnya mereka mudah tawuran gara-gara terpicu masalah sepele.
- Lunturnya sosok guru
Dalam bahasa Jawa, guru itu digugu lan ditiru. Artinya, sosok guru itu harus patuhi dan ditiru. Dahulu profesi guru dipandang begitu mulia dan dihormati di kalangan siswanya dan masyarakat di luar tembok sekolah.
Namun ketika pendidikan Indonesia dipaksa mengadaptasi pendidikan modern, tak ada peran serta dari guru ketika merancang sistem baru. Mengakibatkan guru dan siswa menjadi
"kelinci percobaan" dari proyek pemerintah.
Guru diberi target-target besar, tanpa diiringin tunjangan kesejahteraan buat guru dan tunjangan pendidikan modern lainnya. Akhirnya, guru hanya mengajar demi tuntutan sasaran nilai nan ditetapkan oleh pemerintah. Guru tidak peduli lagi dengan siswanya, pendekatan personal dalam proses pedagogi pun berkurang.
Guru lebih konsentrasi mengejar sasaran mencari sertifikasi agar dapat mendapatkan tunjangan sertifikasi saja, tanpa diiringi profesionalisme nan baik. Mungkin sudah menjadi pemakluman, faktor tuntutan ekonomi nan menjadi penyebabnya. Kebutuhan hayati semakin tinggi, tapi mereka tidak dapat memenuhinya sebab gaji nan diterima tidak cukup menutup kebutuhan hayati nan terlanjur mahal.
Walau pemerintah telah menambah dana pada aturan belanja buat sektor pendidikan, ternyata belum cukup ampuh mengangkat semua derajat perekonomian guru di Indonesia.
SMA JAkarta --- Membangun Pendidikan Indonesia nan Bermartabat
Rasanya sudah cukup banyak kasus-kasus jelek nan menimpa pelajar Indonesia, terutama pada sekolah-sekolah di kota besar. Tak ada salahnya pemerintah dan praktisi pendidikan termasuk guru, diikutkan dalam merancang sistem pendidikan nan ideal buat Indonesia.
Sekarang ini, sasaran pendidikan di Indonesia cenderung disamaratakan sinkron baku Jakarta. Di sisi lain, kita tahu pembangunan wahana sekolah di Indonesia Timur sangat tertinggal jauh dengan saudaranya dari daerah lain. Padahal kemampuan pencapaian guru dan siswa di setiap daerah berbeda.
Kualitas pendidikan di Jawa lebih maju dari Nusa Tenggara Timur, sebab sekolah di Jawa didukung oleh wahana nan komplit. Berbeda dengan sekolah-sekolah di Nusa tenggara Timur nan kondisinya memprihatinkan, dan perlu penanganan spesifik dari pemerintah pusat. Kondisi ini perlu dihentikan. Sesuaikan kurikulum pendidikan nasional dengan kemampuan daerah masing-masing.
Masalah-masalah klasik, seperti tawuran nan kerap terjadi di SMA Jakarta, harus dicarikan penyelesaiannya. Misalnya saja durasi belajar di kelas diperpendek, selebihnya praktik atau belajar di rumah. Dapat pula dengan menganut lima hari belajar dari Senin sampai Jumat, sedangkan hari Sabtu dan Minggu libur.
Mengenai masalah gangguan psikologi, sekolah wajib mendatangkan psikologi atau ahli kejiwaan, guna memberikan layanan konseling kepada siswa, termasuk juga guru -gurunya. Layanan ini sebaiknya digelar sebulan sekali, dan dibiayai oleh pemerintah. Prestasi mustahil diraih di sekolah tanpa didukung oleh psikologi diri nan baik.
Demikian sedikit ulasan tentang kenyataan tawuran di SMA Jakarta, serta ulasan tentang masalah disertai solusinya. Semoga bermanfaat.