DemokrasiPemilu 2009

DemokrasiPemilu 2009

Mempelajari sejarah demokrasi pemilu di Indonesia bisa menambah wawasan dan pengetahuan kita seputar perguliran sistem demokrasi. Indonesia termasuk dari salah satu negara nan menganut demokrasi sebagai sistem pemerintahannya. Dengan sejarah beberapa negara besar nan berjaya dengan demokrasi, elit politik serta pendahulu bangsa nan menggagas sistem pemerintahan condong buat menentukan bahwa demokrasi sinkron dengan karakter bangsa Indonesia nan toleran.

Namun dalam perjalanannya demokrasi pemilu di tanah air mengalami beberapa kali perubahan. Perubahan dalam aplikasi pemilu memang hal nan wajar. Ini mengingatkan kita terhadap berbagai reformasi dan revolusi nan terjadi di Timur Tengah akhir-akhir ini. Tatanan politik global sekarang memang memenangkan demokrasi sebagai sistem standar bagi negara-negara nan mau berjajar dengan negara-negara besar. Tetapi ada tulisan menarik dari beberapa ahli politik internasional nan mengatakan bahwa aplikasi demokrasi saat ini mengalami kecacatan di sejumlah negara dunia.

Dengan berbagai perubahan sistem demokrasi pemilu di Indonesia, rakyat berharap bahwa dengan perubahan tersebut bisa ditemukan bentuk ideal dari sistem pemilu di tanah air. Aspirasi rakyat seakan tersapu angin ketika sampai pada tataran elit penguasa. Banyak kebijakan nan mengatasnamakan rakyat namun sejatinya memihak pada kepentingan individu dan golongan. Kita mengetahui bagaimana nasib rakyat kecil di era nan semakin ganas ini. Penguasa tak melirik kepentingan rakyat lagi, adapun hanya sebagian dari penguasa atau pihak pemerintah nan masih jujur dan bernurani bersih.

Sistem politik Indonesia telah mempraktikkan beberapa sistem politik atas nama demokrasi. Demokrasi sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu demos yang berarti 'rakyat' dan kratos nan berarti 'pemerintahan'. Demokrasi di sini bisa diartikan dari rakyat, oleh rakyat, dan buat rakyat. Pada teori demokrasi sesungguhnya memuat pengertian bahwa sejatinya rakyatlah nan memegang kekuasaan di negaranya, dan pemerintah seperti halnya presiden sampai lurah hanyalah wakil rayat nan dapat disebut sebagai pelayan rakyat.

Fakta berbeda dengan teori nan tertulis di lembaran buku dan hasil karya ilmiah. Fenomena getir nan dialami rakyat pada masa orde lama dan baru harus segera disingkirkan. Oleh sebab itu kita saat ini menemui pemilu langsung presiden sampai kepala desa. Dengan memilih langsung penguasanya diharapkan rakyat bisa menemukan pemimpin nan sinkron dengan aspirasi mereka. Sebenarnya aspirasi rakyat tak aneh-aneh, mereka niscaya menginginkan pemugaran ekonomi, sosial, dan keamanan di negeri mereka.

Asalkan bentuk demokrasi pemilu nan bisa berjalan tanpa manipulasi dan hal-hal lain nan curang maka bisa dikatakan kita semakin dengan pilihan rakyat. Tapi nan perlu diingat oleh kita bahwa biaya pemilu buat berbagai pemilu langsung setiap daerah cukup menghabiskan aturan pemerintah.

Sistem demokrasi politik, mau tak mau, akan mempengaruhi tata cara Pemilu nan ada di Indonesia. Demokrasi Pemiludi Indonesia sudah dilakukan sebanyak 10 kali. Pemilu di Indonesia diadakan pertama kali pada 1955. Berikut ini gambaran mengenai Pemilu di Indonesia.



Demokrasi Pemilu 1955

Pemilu 1955 merupakan Pemilu nan pertama kali dilakukan di Indonesia sejak kemerdekaan Republik Indonesia pada 1945, jeda 10 tahun sebelum diadakannya Pemilu. Pemilu pertama sukses dilaksanakan dengan aman, lancar, jujur, dan adil serta demokratis. Bahkan, Pemilu pertama ini mendapat pujian dari negara asing.

Pemilu ini diikuti oleh sekitar 30 partai dan lebih dari seratus daftar kumpulan dan calon perorangan. Pemilu 1955 dilakukan buat dua keperluan, yaitu memilih anggota DPR dan memilih anggota dewan konstitusi.

Menjadi sebuah kenyataan menarik pada pemilu di tahun 1955 ialah jumlah peserta pemilu cukup banyak. Dar berbagai elemen dan organisasi di masyarakat mengusung perjuangannya masing-masing. Mereka bertujuan buat membangun Indonesia nan lebih baik dari sebelumnya.

Hal ini menjadi pelajaran nan bagus bagi kita bahwa keberagaman tak harus bermusuhan. Nasib rakyat nan semakin sulit membuat hati mereka semakin sempit, ini bisa diketahui dengan jumlah friksi dan tawuran nan melibatkan massa nan cukup banyak. Bahkan hingga friksi antar desa terjadi di beberapa wilayah nusantara. Cobalah kita menyimak contoh dari pendahulu kita tentang cara menyikapi disparitas pendapat dan gagasan.

Periode Demokrasi Terpimpin

Demokrasi Terpimpin diawali dengan keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, sebuah keputusan presiden buat membubarkan konstituante dan pernyataan kembali UUD 1945. Pada zaman Demokrasi Terpimpin ini, Pemilu tak pernah dilaksanakan kembali. Ini menjadi tahun-tahun dimana Indonesia vakum dari demokrasi pemilu, artinya kepala negara atau kebijakan tentang undang-undang tak melalui wakil rakyat lagi.

Demokrasi terpimpin seperti ini juga terjadi di belahan bumi lainnya terutama pada kawasan asia dan timur tengah. Munculnya penguasa nan memiliki kekuatan dan pengaruh besar biasanya menjadi faktor nan menjadikan penguasa tersebut menjadi pemimpin tunggal



Demokrasi Pemilu 1971

Pemilu kedua diadakan pada 5 juli 1971 setelah 4 tahun Soeharto menjadi presiden. Waktu itu, ketentuan tentang partai (tanpa UU) kurang lebih sama dengan nan diterapkan Presiden Soekarno. Disparitas Pemilu kedua dengan nan pertama ialah pada Pemilu pertama 1955, pejabat Negara nan berasal dari partai dapat ikut menjadi calon partai secara formal.

Sementara itu, pada Pemilu kedua 1971, pejabat negara diharuskan bersikap netral. Namun, praktiknya tidaklah demikian. Para pejabat negara berpihak pada satu partai, yaitu Golkar

Pemilu 1977, 1982,1987,1999, dan 1997

Sejak Pemilu kedua, Pemilu berikutnya terlaksana secara lancar. Dalam aplikasi Pemilu sejak 1997, terjadi pengurangan partai. Hanya tiga partai, yaitu Golkar (Golongan Karya), PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan), dan PPP (Partai Persatuan Pembangunan).

Dalam 5 kali Pemilu ini, hasil pemenangnya sama, yaitu Golkar. PDIP dan PPP, seperti terlihat, hanya sebagai perlengkap. Pada Pemilu 1997, terjadi kerusuhan sebab kecurangan hasil suara nan terjadi di beberapa daerah. Puluhan kotak suara dibakar. Di beberapa tempat, diadakan Pemilu ulang.

Pemilu 1999

Setelah Presiden Soeharto lengser pada 21 Mei 1998, kursi presiden diganti oleh wakil presiden pada waktu itu, yaitu Bacharuddin Jusuf Habibie. Atas desakan rakyat, Pemilu akhirnya dipercepat dengan diikuti oleh 48 partai.

Pemilu 2004

Pada Demokrasi Pemilu sebelumnya, rakyat hanya memilih partai. Presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR nan anggota-anggotanya dipilih oleh presiden. Namun, pada Pemilu 2004, rakyat langsung memilih presiden dan wakilnya, pada Pemilu sebelumnya pemilihan presiden dan wakilnya dilakukan secara terpisah.

Pemilu 2004 diikuti oleh 24 partai dan dibagi menjadi 3 tahap, yaitu sebagai berikut.

  1. Pemilu legislatif, dilaksanakan pada 5 April 2004, yaitu Pemilu nan dilakukan buat memilih partai politik, diikuti oleh 24 partai politik dengan anggota nan akan dicalonkan menjadi anggota DPR, DPRD, dan DPD.
  2. Pemilu presiden putaran kedua, pada 5 Juli 2004 dilaksanakan buat memilih calon presiden dan wakil presiden secara langsung.
  3. Pemilu presiden putaran ketiga, pada 20 September 2004 ialah termin terakhir nan dilaksanakan apabila termin kedua belum ada calon presiden dan wakilnya nan mendapatkan suara paling tak 50 persen.


DemokrasiPemilu 2009

Pemilu nan dilaksanakan pada 8 Juli 2009. Adalah Pemilu nan dilakukan kedua kalinya, rakyat langsung memilih presiden dan wakilnya. Demokrasi Pemilu ini diikuti sebanyak 38 partai politik dan dimenangi oleh Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono.

Era demokrasi pemilu nan baru bagi rakyat Indonesia. Berbagai jenis kampanye akan mengisi setiap sudut pandangan dan pendengaran rakyat saat masa kampanye tiba. Berbagai janji muluk disodorkan ke masyarakat, namun janji hanyalah sekedar janji tanpa praktek. Kita memerlukan sistem demokrasi pemilu nan bisa memberikan peran rakyat sebagai pemegang kekuasaan bukan elit politik. Artinya rakyat diberi kedaulatan buat memecat pemimpinnya jika mereka menyeleweng dari tugas nan diembannya. Tentu saja kita tak menginginkan pelengseran pemimpin nan terjadi pada masa peralihan orde baru ke orde reformasi. Dimana penurunan pemimpin negara saat itu dibayar mahal dengan meninggalnya beberapa mahasiswa nan turun berdemo. Mereka berorasi menuntut pergantian penguasa di gedung MPR dan lokasi lainnya.

Tulisan mengenai demokrasi pemilu diatas bisa dijadikan pelajaran nan krusial bagi kita semua. Kita bisa membuat sebuah kontribusi dalam membangun bangsa, yakni dengan ikut berperan mengkritisi kesalahan dalam aplikasi demokrasi pemilu di tanah air tercinta.