Akhir Perjuangan

Akhir Perjuangan

Pangeran Antasari ialah salah satu pahlawan nasional Indonesia nan lahir pada tahun 1797 di daerah Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Tapi, beliau meninggal di Kabupaten Barito Utara di tahun 1862 dalam usia 65 tahun. Meski selama ini profil Pangeran Antasari kurang terkenal dibanding dengan pahlawan lain, tapi jasanya terhadap perjuangan melawan penjajahan Belanda tetap besar dan layak dikenang oleh generasi muda.

Meski menyandang status sebagai seorang pangeran dan tinggal di istana, namun beliau tetap merasa sedih melihat penderitaan rakyat nan ketika itu sering mendapatkan siksaan dari kaum penjajah. Hal nan membuatnya semakin sadar akan arti perjuangan ialah saat menyaksikan Kesultanan Banjar selalu dilanda kericuhan dan sering terjadi kudeta gara-gara Belanda selalu ikut campur dalam urusan istana.



Silsilah dan Riwayat

Jika ingin mengenal lebih jauh profil Pangeran Antasari, kita kupas dulu kehidupan pada masa mudanya. Ketika masih remaja, beliau menggunakan nama Gusti Inu Kartapati. Ayahnya sendiri bernama Pangeran Mas’ud bin Pangeran Amir bin Sultan Muhammad Aminullah. Sementara ibunya ialah Gusti Hadijah binti Sultan Sulaiman.

Pangeran Antasari atau Gusti Inu Kartapati bukan merupakan anak tunggal. Sebab, beliau punya satu orang adik nan namanya Ratu Sultan atau Ratu Antasari. Adiknya tersebut menikah dan hayati bersama dengan seorang pangeran juga nan namanya Sultan Muda Abdurrahman. Tapi sayang sekali, sebelum sempat punya anak, Ratu Antasari sudah meninggal dunia.

Semasa hidupnya, Pangeran Antasari tak hanya dikenal sebagai seorang pemimpin bagi rakyat suku Banjar saja. Namun, dianggap juga sebagai pemimpin bagi suku lain, yaitu Maanyan, Ngaju, Sihong, Kutai, Siang, Murung, Pasir, serta Bakumpai dan beberapa suku kecil lain nan tinggal di wilayah pedalaman di sekitar Sungai Barito.

Pada suatu saat, kakak sepupu Pangeran Antasari nan memegang takhta, yaitu Sultan Hidayatullah diculik oleh tentara Belanda, lalu diasingkan atau dibuang ke daerah Cianjur, Jawa Barat. Namun sebelum menculik Sultan Hidayatullah, Belanda lebih dulu menculik ibunya nan bernama Ratu Siti. Belanda menculik Sultan Hidayatullah dan Ratu Siti sebab selalu mengobarkan semangat pada rakyatnya buat melawan penjajahan.

Setelah Sultan Hidayatullah dimasukan ke dalam penjara, perjuangan rakyat Banjar tak kendur. Tetapi, justru makin berkobar-kobar. Sebab, mereka punya pemimpin baru, yaitu Pangeran Antasari. Ketika dilantik dan diangkat sebagai pemimpin buat menggantikan kedudukan kakak sepupunya, Pangeran Antasari mengajak kepada seluruh rakyatnya buat memegang satu prinsip dengan teguh, yaitu hayati buat Allah dan meninggal buat Allah. Peristiwa pengangkatan serta pengucapan sumpah ini terjadi 13 Ramadhan 1278 atau 14 Maret 1862.

Pada saat nan bersamaan, Pangeran Antasari nan sudah diangkat sebagai sultan atau raja baru di Kasultanan Banjar mendapat gelar dengan nama sebutan Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin. Pengangatan dan pemberian gelar ini dilakukan di hadapan semua kepala suku nan berada di Dayak serta gubenur atau adipati nan menguasai daerah Kapuas, Kahayan, dan Dusun Atas, yaitu Tumenggung Yang Pati Jaya Raja atau Tumenggung Surapati.



Permulaan Perjuangan

Dalam profil Pangeran Antasari , ia mulai mengadakan perjuangan ketika bersama anak buahnya mencoba buat melakukan penyerbuan di Lanting Kotamara nan ada di Sungai Barito. Lanting Kotamara yaitu suatu panser, namun terapung di atas air. Penyerbuan nan dilakukan dengan kapal nan diberi nama Celebes ini terjadi di daerah Pulau Kanamit, Barito Utara, pada 25 April 1859. Perang nan dinamakan dengan Perang Banjar ini punya tujuan, yaitu buat menguasai tambang batu bara nan dikuasai secara sepihak oleh Belanda.

Sejak penyerangan itulah, Pangeran Antasari semakin gencar dan semangat buat berjuang demi rakyatnya. Setiap penyerbuan nan dilakukan, Pangeran Antasari sering mendapat donasi dan dukungan dari semua panglima dan pengikut setianya. Beberapa pos maupun daerah kekuasaan nan pernah mendapat agresi dari pasukan Pangeran Antasari antara lain ialah Riam Kanan, Hulu Sungai, Martapura, Tabalong, Tanah Lalu, dan daerah sekitar Sungai Barito hingga Puruk Cahu.

Semua pertempuran nan dipimpin Pangeran Antasari tersebut langsung membuat Belanda jadi kalang kabut sebab sering mengalami kekalahan dan banyak tentaranya nan tewas. Selanjutnya, Belanda mendatangkan bencana donasi dari pusat, yaitu Batavia. Selain minta bantuan, mereka juga mendapatkan peralatan senjata nan lebih modern.

Kedatangan pasukan dari Batavia dan senjata baru tersebut akhirnya mampu membuat Pangeran Antasari dan pasukannya mulai terdesak. Hal inilah nan mendorong Khalifatul Mukmin buat membuat suatu keputusan, yaitu memindahkan pusat perjuangannya ke sebuah benteng nan ada di Muara Taweh. Di loka barunya inilah, Pangeran Antasari terus berjuang meski pada saat itu pasukannya sudah mulai sering mengalami kekalahan.



Akhir Perjuangan

Meski telah mulai kalah, tapi Pangeran Antasari tak pernah mau mengendorkan semangatnya. Bahkan ketika Belanda mengirim utusan agar menyerah, Pangeran Antasari tak mau menerima tawaran tersebut. Utusan Belanda itu mendatangi Pangeran Antasari di Banjarmasin pada 20 Juli 1861. Utusan tersebut dipimpin oleh seorang militer nan berpangkat letnan kolonel dan punya nama Gustave Verspijck.

Saat menerima surat tawaran buat menyerah, dengan tegas Pangeran Antasari menyatakan jika dirinya tak akan pernah menyetujui usulan buat memohon ampun kepada pemerintah Belanda dan akan terus berjuang demi mendapatkan hak pusaka lagi. Yang dimaksud dengan hak pusaka ialah kemerdekaan dan bebas dari belenggu penjajahan.

Karena tak mampu membujuk Pangeran Antasari buat menyerah, akhirnya Belanda membuat sayembara. Siapa saja nan bisa menangkap, apalagi membunuh Pangeran Antasari, akan diberi hadiah imbalan berupa uang sebesar 10 ribu gulden. Meski uang tersebut nilainya sangat besar, namun tak ada satu orang pun nan tertarik ikut sayembara tersebut. Ini menandakan jika sosok Pangeran Antasari dipandang sebagai tokoh terpercaya oleh rakyat dan pengikutnya.

Namun setelah beberapa tahun berjuang, akhirnya Pangeran Antasari mengalami suatu kekalahan. Sebab, Belanda bertindak curang, yaitu melakukan sebuah tipu makar di Tanah Kampung Bayan Begok Sampirang pada 11 Oktober 1862. Pada saat itu, Pangeran Antasari nan usianya sudah mulai lanjut menderita penyakit cacar dan paru-paru.

Serangan dua jenis penyakit ini mulai muncul saat terjadi pertempuran di daerah Bukit Bagantung Tundakan. Beberapa saat kemudian, Pangeran Antasari menemui ajalnya. Dengan wafatnya Pangeran Antasari, maka berakhir pula perjuangan rakyat Banjar.



Pemindahan Makam dan Pengabadian Nama

Setelah meninggal, Pangeran Antasari dimakamkan di sekitar hulu Sungai Barito. Tapi 91 tahun kemudian, setelah dinyatakan dan diangkat sebagai pahlawan nasional oleh Presiden Soekarno, makam beliau dipindahkan ke Makam Pahlawan Perang Banjar nan ada di Kota Banjarmasin, persisnya di Kalurahan Surgi Mufti.

Pemindahan makam ini sinkron dengan aspirasi masyarakat Banjar dan persetujuan keluarganya. Proses pemindahan ini dilakukan dengan upacara spesifik pada tanggal 11 November 1958. Saat pembongkaran dilakukan, dalam makam tersebut ditemukan tulang tengkorak Pangeran Antasari nan masih utuh dan tulang tempurung lutut serta rambut nan jumlahnya ada beberapa helai.

Atas jasa-jasa beliau dalam melakukan perjuangan melawan penjajah, sosok Pangeran Antasari diabadikan dalam berbagai bentuk, seperti Institut Agama Islam Negeri atau IAIN Antasari nan ada di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Lalu pada tahun 2009, pemerintah menerbitkan uang pecahan senilai 2.000 rupiah nan menggunakan gambar Pangeran Antasari. Selain itu, di Jakarta maupun beberapa kota lain juga ada nan memakai nama Pangeran Antasari buat memberi nama jalan.

Sebagai pahlawan nasional, sosok Pangeran Antasari layak dipelajari oleh generasi muda. Apalagi pangeran ini terkenal sebagai pejuang nan gigih melawan penjahan Belanda dan tak pernah menyerah hingga beliau meninggal. Bahkan saat ini, nama Pangeran Antasari telah diabadikan dan digunakan buat memberi nama jalan, perguruan tinggi, dan sebagainya.