Ketiga, Persatuan Indonesia
Seorang sahabat berkelakar “sila pertama ialah keuangan nan maha esa”, nan kelima ialah “keadilan sosial bagi separuh rakyat Indonesia”. Tentu, plesetan itu ia ucapkan bukan buat menghina. Sama sekali tidak. Ia bukan tak pernah mengerti atau minimal belajar mengenai sejarah lahirnya Pancasila . Ia hanya berusaha melihat Indonesia di hari ini, meski hanya dari kacamata orang awam.
Menurutnya Pancasila itu, nan setiap Senin dibacakan di upacara-upacara sekolah dan di kantor-kantor negara, di hari ini berada dalam kondisi “seperti hanya hafalan saja”, seperti bahasa beo; diucapkan tetapi sama sekali tak paham. Padahal, Sejarah lahirnya pancasila ialah hasil usaha nan mengorbankan banyak daya upaya, bahkan nyawa.
Tujuannya ialah sebagai Berbeda-beda Tunggal Ika, yaitu pemersatu seluruh rakyat Indonesia. Tujuan ini nan kerap dilupakan dan Pancasila pun lantas beralih sekadar rukun berupacara. Mengapa demikian? Karena hampir setiap hari berita-berita televisi menampilkan perkelahian, pertarungan antarpribadi atau golongan, bahkan pembunuhan.
Sebagian besar hanya sebab dipicu permasalahan sepele. Artinya, “masalah sepele” ternyata lebih prinsipil bagi mereka daripada semangat pancasila, dalam hal ini persatuan bangsa. Pola pikir dan pemahaman akan kebenaran pun terbatas pada ruang kecil “masalah sepele.
Ini seperti dua orang nan berkelahi sebab melihat gajah. orang nan satu berpendapat bahwa gajah berbentuk lonjong panjang sebab ia hanya melihat belalai. Sementara nan seorang lagi melihat telinga gajah nan berpendapat bahwa gajah ialah lebar dan besar. Saling adu argumen pun terjadi. mereka lupa bahwa semuanya saling menyatu. Berdasarkan ilustrasi tersebut bisa dikatakan bahwa sebuah kebenaran menjadi sebuah konsep nan terpisah-pisah, bukan kesatuan.
Sejarah lahirnya Pancasila
Bhineka Tunggal Ika memiliki arti nan sangat penting, yaitu satu kesatuan dalam perbedaan. Itulah nan menjadi tujuan keberadaan negara Indonesia. Negara ini telah banyak belajar setelah dalam kurun waktu tiga setengah abad dijajah oleh banyak negara. Dalam hal ini, negara Belanda, Inggris, dan Portugis cukup banyak mengisap sumber daya alam dan manusia negara. Namun di satu sisi, penjajahan tak bisa disangsikan, telah memberi dasar pencerahan kebangsaan nan satu.
Sebelum penjajahan, Indonesia hanyalah terdiri atas banyak kerajaan, seperti Kerajaan Mataram, Majapahit, Banten, Demak, Samudra Pasai, dan Sriwijaya. Kerajaan-kerajaan tersebut merupakan beberapa contoh kerajaan nan besar. Belum lagi jumlah kerajaan-kerajaan kecil nan tersebar. Saat itu, kemungkinan buat manunggal masih jauh dari angan-angan.
Setiap kerajaan bahkan saling berperang demi meluaskan kekuasaannya. Sampailah suatu saat, sebuah negera asing mendarat. Perang antarkerajaan, sebagian terhenti demi mengusirnya. Mulai dari sinilah muncul pencerahan bahwa tindakan mengusir penjajah tak bisa dilakukan seorang diri sine qua non persatuan. Sebuah sejarah baru harus dibuat, yaitu sejarah persatuan.
Belanda ialah negara paling lama nan menjajah Indonesia. Kekuasaan mereka dimulai dari tahun 1908 baru bisa berakhir pada tahun 1942. Penyebab utamanya ialah sebab kekalahan oleh Jepang. Kedatangan Jepang, nan sebelumnya dinujumkan bisa membantu Indonesia ternyata berakibat pada praktek penjajahan nan lebih bengis. Beruntung, Jepang hanya bertahan tiga tahun.
Dalam kurun waktu singkat tersebut, beberapa tokoh Indonesia sukses meletakkan dasar kemerdekaan bagi bangsa ini. Sejarah lahirnya Pancasila dimulai dalam momen ini. Sebelum kekalahan Jepang di Perang Pasifik melawan sekutu, tentara pendudukan Jepang berusaha menarik dukungan rakyat Indonesia.
Cara nan dilakukan Jepang, yaitu dengan memberikan janji kemerdekaan pada bangsa Indonesia dan membentuk Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai atau Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) nan dilantik pada 28 Mei 1945 dan sidang pertamanya diadakan pada 29 Mei–1 Juni buat membicarakan mengenai dasar ideologi bangsa Indonesia setelah merdeka, nan dikenal dengan Pancasila.
Pada 1 Juni 1945, Bung Karno menyampaikan gagasannya tentang dasar negara Indonesia merdeka nan dinamakannya "Pancasila". Gagasan ini lantas dilanjutkan pada perumusan dan penyusunan Undang-Undang Dasar.
Kemudian, dibentuklah Panitia Sembilan. Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, Mr. AA Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir, Agus Salim, Achmad Soebardjo, Wahid Hasjim, dan Mohammad Yamin pun menjadi tokoh-tokoh krusial dalam sejarah lahirnya Pancasila. Mereka bertugas buat merumuskan kembali Pancasila sebagai Dasar Negara. Usaha mereka tak percuma.
Rumusan Pancasila hasil ekskavasi Bung Karno tersebut sukses dirumuskan buat dicantumkan dalam Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945. Dalam perumusan ini terjadi beberapa kali perubahan perumusan hingga pada tanggal 18 Agustus 1945, satu pencapaian akhir pun bisa dikemukakan dan disahkan oleh BPUPKI.
Dalam perumusan Pancasila tetap mempertahankan lima sila. Kelima sila tersebut, antara lain sebagai berikut.
Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa
Dengan adanya sila pertama ini diharapkan dalam sejarah lahirnya Pancasila, masyarakat Indonesia bisa memahami konsep Ketuhanan sebagai etos ialah mewujudkan masyarakat nan berketuhanan, nan memiliki jiwa maupun semangat religius dan spiritual.
Kedua, Humanisme nan Adil dan Beradab
Nilai kemanusian ini bersumber pada dasar filosofi antropologi bahwa hakikat manusia ialah susunan kodrat rohani (jiwa) juga jasmani (raga) nan berdiri sendiri sebagai mahluk kreasi Tuhan. Di dalamnya terkandung nilai bahwa negara harus menjunjung tinggi harkat dan prestise setiap warga negara. Terdapat juga pencerahan tentang keteraturan sebagai asas kehidupan, nan didasarkan pada nurani manusia dalam berhubungan dengan lingkungan sekitarmya.
Setiap manusia mempunyai kemampuan buat menjadi manusia nan beradab. Pencerahan inilah nan menjadi semangat membangun kehidupan masyarakat nan kondusif buat mencapai ketentraman dengan usaha keras, serta bisa diimplementasikan dalam bentuk sikap hayati nan harmoni penuh toleransi dan damai.
Ketiga, Persatuan Indonesia
Dalam sejarah lahirnya Pancasila, sila ini berawal dari keinginan bahwa negara merupakan perwujudan sifat kodrat manusia sebagai mahluk monodualisme, yaitu makhluk individu juga makhluk sosial. Indonesia ialah loka berkumpulnya elemen-elemen nan berupa suku, ras, etnis, klan, kelompok maupun golongan nan didlamnya saling mengisi. Persatuan diharapkan bisa mewujudkan afeksi kepada segenap suku bangsa nan ada.
Keempat, Kerakyatan nan Dipimpin oleh Hikmat dalam Permusyawaratan dan Perwakilan
Sejarah lahirnya pancasila melihat manusia sebagai makhluk sosial dan manusia membutuhkan hayati berdampingan dengan orang lain. Dalam hubungan itu biasanya terjadi kesepakatan dan saling menghargai satu sama lain atas dasar tujuan dan kepentingan bersama. Untuk itu, sine qua non nilai-nilai demokrasi nan dijunjung tinggi, seperti hak kebebasan, harkat dan prestise kemanusiaan, dan elementasi musyawarah masyarakat.
Prinsip-prinsip ini menjadi prinsip kerakyatan dalam membangun Indonesia. Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut akan lahir kebijaksanaan, nan menampilkan pola pikir masyarakat nan lebih tinggi sebagai bangsa.
Sila Kelima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Nilai keadilan ialah nilai nan menjunjung kebiasaan berdasarkan hak-hak dan tak memihak antara satu dengan nan lainnya, serta pemerataan terhadap suatu hal. Keadilan di sini meliputi keadilan dalam interaksi manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan manusia lainnya, manusia dengan masyarakat bangsa dan negaranya.
Untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan cita-cita bernegara dan berbangsa serta interaksi manusia dengan Tuhannya.
Berdasarkan sejarah lahirnya Pancasila tersebut, jelaslah bahwa Pancasila ada bukan hanya sekadar buat dibacakan dalam upacara rutin di hari Senin. Namun, Pancasila memiliki kandungan nilai nan diharapkan mampu menampilkan bangsa Indonesia sebagai bangsa nan beradab.
Selain itu, Pancasila juga memiliki tujuan agar Indonesia menjadi negara nan maju peradabannya dan selalu bersatu. Sejarah lahirnya Pancasila juga mengajarkan pada kita bahwa bangsa Indonesia lahir dari kondisi nan sangat sulit, yaitu era penjajahan dan era penindasan.
Untuk itu, akan sangat ironis jika sejarah lahirnya Pancasila kita bandingkan dengan dengan keadaan zaman sekarang, saat peradaban masyarakatnya hanya mementingkan kepentingan golongan dan kaumnya. Sebagian bahkan merasa bahwa merekalah nan paling benar.
Keadaan ini tentu sangat jauh dari semangat-semangat nan menyebabkan Pancasila ada. Persatuan dan kesatuan, keadilan, harkat prestise manusia, dan semacamnya. Sudah saatnya bangsa Indonesia kembali belajar dari sejarah lahirnya Pancasila.