Laut Cina Selatan - Wilayah Sengketa
Letak Geografis Bahari Cina Selatan
Laut Cina Selatan terletak di sebelah selatan Republik Rakyat Cina dan Taiwan; di sebelah barat Filipina; di sebelah barat bahari Sabah (Malaysia), Sarawak (Malaysia), dan Brunei; di sebelah utara Indonesia; di sebelah timur bahari Semenanjung Malaya (Malaysia) dan Singapura; dan di sebelah timur Vietnam.
Pulau-pulau kecil di Bahari Cina Selatan, nan membentuk kepulauan, jumlahnya mencapai ratusan. Bahari dan pulau-pulau nan sebagian besar tidak berpenghuni tersebut diklaim oleh beberapa negara. Klaim tersebut tecermin pada pada majemuk nama nan digunakan buat menyebut pulau-pulau dan bahari tersebut.
Negara-negara dan wilayah nan berbatasan dengan Bahari Cina Selatan ialah (searah jarum jam dari utara) Republik Rakyat Cina (termasuk Makau dan Hong Kong), Republik Cina (Taiwan), Filipina, Malaysia, Brunei, Indonesia, Singapura, and Vietnam. Adapun sungai-sungai besar nan bermuara di Bahari Cina Selatan antara lain sungai Mutiara (Guangdong), Min, Jiulong, Red, Mekong, Rajang, Pahang, dan Pasig.
Beragam Nama Bahari Cina Selatan
South China Sea merupakan nama dalam bahasa Inggris nan paling sering digunakan buat menyebut Bahari Cina Selatan. Sementara para pelaut Portugis pada abad keenam belas menyebutnya Mar da China (Laut Cina). Kemudian, buat membedakannya dengan wilayah perairan di dekatnya, namanya berubah menjadi Bahari Cina Selatan.
Namun, di negara-negara sekitar Laut Cina Selatan sendiri, nama bahari tersebut berbeda-beda, dan seringkali sebutannya mencerminkan klaim historis buat menghegemoni bahari tersebut. International Hydrographic Organization menamakan bahari tersebut "South China Sea (Nan Hai)".
Secara resmi, pemerintah Vietnam menyebutnya “ Biển Đông (Laut Timur)”. Nama Biển Đông digunakan pada peta resmi Vietnam. Bagian Bahari Cina Selatan di dalam wilayah perairan Filipina sering disebut “ Dagat Luzon (Laut Luzon)” di peta-peta nan diterbitkan di negara tersebut, mengikuti nama pulau besar di Filipina, Pulau Luzon. Namun, di Filipina nama “ Dagat Timog Tsina (Laut Cina Selatan)” masih diterima buat menyebut bahari tersebut secara keseluruhan.
Di Asia Tenggara, Bahari Cina Selatan dulu disebut Bahari Champa atau Bahari Cham, sinkron nama kerajaan maritim nan pernah muncul pada abad keenam belas. Bangsa Jepang menyebut Bahari Cina Selatan sebagai Minami Shina Kai .
Laut Cina Selatan - Wilayah Sengketa
Di wilayah Bahari Cina Selatan teridentifikasi lebih dari 200 pulau dan gugusan karang, sebagian besar berada di Kepulauan Spratly. Kepulauan Spratly membentang seluas 810 kali 900 kilometer, dan mencakup 175 pulau nan telah teridentifikasi. Pulau terbesar ialah Pulau Taiping (Itu Aba) nan panjangnya hanya 1,3 kilometer dan elevasi paling tinggi 3,8 kilometer.
Kepulauan Spratly telah lama menjadi wilayah konkurensi nan diperebutkan banyak negara. Vietnam, Republik Rakyat Cina, dan Taiwan berebut klaim atas wilayah perairan sebelah barat Kepulauan Spratly. Sementara kepulauan itu sendiri diperebutkan oleh Vietnam, Republik Rakyat Cina, Taiwan, Brunei, Malaysia, dan Filipina.
Selain Kepulauan Spratly, beberapa wilayah-wilayah berikut juga menjadi konkurensi beberapa negara.
- Indonesia, Republik Rakyat Cina, dan Taiwan mempersengketakan wilayah perairan di sebelah timur bahari Kepulauan Natuna.
- Filipina, Republik Rakyat Cina, dan Taiwan mempersengketakan ladang gas Malampaya dan Camago.
- Filipina, Republik Rakyat Cina, dan Taiwan mempersengketakan Beting Scarborough.
- Kepulauan Paracel Islands dipersengketakan oleh Republik Rakyat Cina, Taiwan, dan Vietnam.
- Malaysia, Kamboja, Thailand, dan Vietnam mempersengketakan Teluk Thailand.
- Singapura dan Malaysia mempersengketakan wilayah sepanjang Selat Johor dan Selat Singapura.
Wilayah Bahari Cina Selatan terbukti menyimpan cadangan minyak sekitar 1,2 kilometer kubik (7,7 miliar barel), sedangkan secara holistik diperkirakan terdapat cadangan minyak 4,5 kilometer kubik (28 miliar barel). Adapun cadangan gas alam nan tersimpan di Bahari Cina Selatan diperkirakan mencapai 7.500 kilometer kubik (266 triliun kaki kubik).
Berdasarkan penelitian nan dilakukan Departemen Lingkungan dan Sumber Daya Alam Filipina, wilayah perairan Bahari Cina Selatan menyimpan sepertiga kekayaan keanekaragaman hidup maritim dunia.
Mengingat kekayaan nan terkandung di Bahari Cina Selatan, tak mengherankan jika wilayah ini menjadi rebutan banyak negara.
Cina dan Vietnam Berunding Masalah Bahari Cina Selatan
Pada bulan September 2011, Cina dan Vietnam telah menyepakati dipercepatnya proses perundingan buat mengakhiri perebutan wilayah di Bahari Cina Selatan nan sudah berlangsung sangat lama. Keputusan perundingan tentang Bahari Cina Selatan ini disetujui saat rendezvous kedua negara di Hanoi dalam rangka persiapan planning kunjungan Ketua Partai Komunis Vietnam nan baru, Nguyan Phu Trong, ke Cina.
Sinyal adanya perundingan baru ini juga dinyatakan oleh Perdana Menteri Vietnam, Nguyen Tan Dung, setelah menerima pejabat Kemenlu Cina, Dai Bingguo. Perdana Menteri Vietnam menjelaskan bahwa disparitas pendapat antara Cina dan Vietnam merupakan sebuah fakta obyektif. Untuk menyelesaikan konkurensi Bahari Cina Selatan, Cina dan Vietnam sama-sama akan mempercepat negosiasi buat menandatangai sebuah kesepakatan berdasarkan beberapa prinsip dasar.
Pada Juli 2011, Cina dan negara-negara di Asia Tenggara telah membuat kesepakatan terkait sejumlah petunjuk awal di Bahari Cina Selatan. Wilayah Bahari Cina Selatan memang menjadi rebutan banyak negara, tak hanya CIna dan Vietnam. Sejumlah negara lain, seperti Filipina, Brunei, Malaysia, dan Taiwan pun tidak sporadis berebut soal Bahari Cina Selatan nan kaya akan kandungan minyak dan gas.
Dari sejumlah negara-negara tadi nan mengkalim wilayah Bahari Cina Selatan, persengketaan antara Cina dan Vietnam ialah nan paling dominan. Wajar saja, sebab konflik antara kedua negara ini dalam hal wilayah Bahari Cina Selatan sudah berlangsung lama, yaitu sebelum 1974. Ketika itu, kedua negara sama-sama menguasai sebagaian dari Kepulauan Paracel di Bahari Cina Selatan. Konflik wilayah di Bahari Cina Selatan ini mengakibatkan perang singkat pada 1974 nan memakan korban 18 orang. Sejak saat itu, Kepualuan Paracel di Bahari Cina Selatan sepenuhnya dikuasai oleh Cina
Konflik bersenjata antara Cina dan Vietnam kembali terjadi pada 1988. Angkatan bahari kedua negara melakukan kontak senjata di Kepulauan Spratly, tepatnya di sebelah selatan Karang Chigua. Konflik bersenjata ini menewaskan 70 orang pasukan bahari Vietnam. Bahari Cina Selatan selalu diperebutkan oleh kedua negara sebab selain kaya minyak dan gas, juga sebagai jalur lalu lintas perdagangan internasional nan sangat strategis.
Persengketaan kedua negara mengenai Bahari Cina Selatan juga berlanjut hingga saat ini. Pada bulan Mei dan Juli 2011, Vietnam menuduh kapal-kapal Cina merusak sejumlah peralatan maritim Vietnam nan dipasang di wilayah ZEE negara itu. Meskipun tuduhan tersebut dibantah oleh Cina, unjuk rasa anti Cina di Kota Hanoi sering terjadi. Unjuk rasa anti Cina beruntun nan berlangsung selama hampir tiga bulan ini akhirnya terpaksa dibubarkan polisi Vietnam. Alasannya ialah adanya planning kunjungan petinggi-petinggi Cina ke Vietnam.