Dampak Korupsi

Dampak Korupsi

Korupsi ialah kasus kejahatan nan paling sering dibicarakan di negara kita. Bukan misteri lagi jika negara kita ialah negara terkorup ketiga di dunia. Haruskah kita bangga dengan prestasi negara terkorup ketiga di dunia? Kita harusnya malu dan bersama-sama memberantas korupsi dan menghukum pelaku korupsi dengan sanksi nan memiliki imbas jera. Korupsi di negara Indonesia tercinta ini sudah seperti penyakit kanker stadium akhir nan telah menyerang di semua bidang dan strata pemerintahan dan sulit diberantas.

Apa sebenarnya nan menyebabkan negara kita susah sembuh dari penyakit korupsi taraf akut ini? Hukum nan kurang tegas dan sistem nan memberikan celah ialah penyebab primer korupsi masih merajalela. Kasus korupsi di Indonesia ini terus bermunculan di layar televisi dan dan datang silih berganti tanpa diketahui akhir dari penanganan kasus tersebut dan dihukum seperti apa pelaku korupsi tersebut.

Hal semacam ini harus diubah. Negara ini harus menerapkan hukum nan lebih tegas buat menindak kasus korupsi dengan sanksi nan tegas dan memiliki imbas jera. Selama ini, sanksi bagi koruptor itu dinilai terlalu ringan sehingga para pelakunya tidak merasa takut buat mengulangi aksi korupsi nan merugikan rakyat dan negara.

Lembaga pemberantas korupsi atau KPK (Komisi Pemberantas Korupsi) menjadi asa terakhir rakyat buat memikul tanggung jawab buat memberantas korupsi. Namun, kinerja KPK selama ini dinilai kurang maksimal, bahkan beberapa pihak nan berpandangan radikal menilai bahwa KPK selama ini “tebang pilih” dan ada juga nan menuduh beberapa pihak sengaja mengkriminalisasi KPK di beberapa kasus korupsi nan menyangkut nama-nama pembesar negeri ini. Sebagai contoh ialah kasus Century nan sampai saat ini belum jelas kelanjutannya. Sebelum kita membahas tentang kasus korupsi di Indonesia lebih jauh, alangkah baiknya kita mengetahui apa sebenarnya nan disebut dengan korupsi.



Apa itu Korupsi?

Kita memang sering mendengar istilah korupsi, lalu apakah kita benar-benar mengerti arti kata korupsi tersebut? Korupsi berasal dari kata corruptio dalam bahasa Latin nan memiliki makna memutar balik, menyuap, menyogok, busuk, rusak, atau menggoyahkan. Secara umum, korupsi bisa diartikan sebagai sebuah tindakan nan melanggar hukum nan dilakukan oleh pejabat atau pihak lain dengan menyalahgunakan kepercayaan buat kepentingannya sendiri dan merugikan negara atau pihak lain. Korupsi sendiri biasanya dilakukan dalam pelbagai bentuk kegiatan nan melanggar atau melawan hukum, menyalahgunakan wewenang, atau menggunakan aji mumpung saat berkuasa buat memperkaya diri atau memperkaya perusahaan tertentu. Dampak praktik korupsi nan merajalela, sudah tentu keuangan dan perekonomian negaralah nan menanggung kerugiannya.

Kebanyakan dari kasus korupsi nan terjadi di Indonesia ini ialah berupa kasus suap, sogok, penggelapan dana, korupsi dana proyek pembangunan atau pengadaan barang. Tindakan seperti menerima gratifikasi, menerima hadiah, atau pemerasan dalam jabatan juga bisa disebut sebagai tindakan korupsi dan melanggar hukum. Longgarnya hukum dan sistem nan ada di Indonesia ini memungkinkan kasus korupsi tumbuh fertile dan merugikan negara serta mengkhianati rakyat.



Apa nan Mendorong Terjadinya Tindak Korupsi?

Korupsi tentu tak terjadi dengan sendirinya sebab ada faktor-faktor nan memicu atau mendorong terjadinya kasus korupsi. Di Indonesia, sanksi bagi pelaku korupsi dinilai terlalu ringan. Meski sebenarnya peraturan dan Undang-undangnya sudah cukup baik, tapi praktiknya dapat dikatakan payah. Selain itu, sistem nan berjalan di Indonesia ini cukup longgar, sehingga memberikan celah atau kesempatan bagi pejabat buat melakukan korupsi. Sebagai contoh ialah kasus Gayus Tambunan. Ini merupakan salah satu bukti bahwa kontrol terhadap sistem nan digunakan di negara kita masih lemah. Hal ini diperparah dengan hukum dan profesi hukum nan lemah, sehingga membuat koruptor tidak memiliki imbas jera dalam melakukan tindakannya. Sel penjara pelaku korupsi di Indonesia kabarnya juga berbeda dengan sel tahanan pelaku kriminal lainnya. Konon, fasilitas kamar sel bagi pelaku korupsi ini tidak ada ubahnya dengan kamar hotel dan tentu saja koruptor betah hayati di dalamnya.



Dampak Korupsi

Korupsi ini memiliki akibat nan sangat serius bagi demokrasi negara, ekonomi, kesejahteran, dan pembangunan negara. Penyedotan sumber daya nan dimiliki negara oleh para pelaku korupsi buat kepentingannya sendiri ini akan berdampak negatif.

Dampak nan paling jelas pada demokrasi negara ialah munculnya krisis kepercayaan. Rakyat nan setiap hari disuguhi warta kasus korupsi dan pengkhianatan nan dilakukan oleh korupter akan perlahan-lahan kehilangan kepercayaan pada para wakil rakyat dan pejabat pemerintahan. Krisis kepercayaan ini tentu sangat tak baik bagi kesehatan demokrasi sebuah negara, sebab rakyat tidak lagi percaya pada pemerintah. Selain itu, korupsi juga akan sangat mengganggu pembangunan negara dan kesejahteraan rakyat sebab sumber daya nan dimiliki negara sebagian disedot oleh para koruptor, sehingga memaksa negara buat manambah utang luar negeri buat melakukan pembangunan.

Korupsi juga menimbulkan kekacauan ekonomi sebab munculnya proyek-proyek kurang berkualitas dan di dalamnya penuh dengan praktik suap, sogokan, mark up , dan praktik korupsi lainnya. Hal nan paling sering terjadi di negara ini pada saat kampanye ialah tingkah politikus nan merangkul pengusaha buat mendanai kampanye, dan setelah berhasil menjadi pejabat, politikus tadi tentu saja akan berpihak pada pengusaha nan mendanai kampanye dan memberikan aneka macam proyek sebagai balas jasa.



Hukuman Mati Bagi Para Pelaku Korupsi

Banyak wacana mengenai sanksi wafat bagi para koruptor agar menimbulkan imbas jera. Memangnya ada nan salah dengan hukum kita? Ya, tentu saja, contohnya pada kasus tindak korupsi proyek pembangunan dermaga Pelabuhan Kubangsari nan melibatkan Aat Syafa’at ini hanya divonis sanksi penjara selama 3,5 tahun saja plus membayar uang pengganti senilai 7 miliar dan denda Rp400 juta. Padahal, nilai korupsi proyek pembangunan dermaga Pelabuhan Kubangsari mencapai Rp45 miliar. Lalu, ke mana residu kerugian negara senilai Rp 37,6 miliar? Apakah dibiarkan saja dinikmati koruptor setelah lepas dari penjara nanti? Tentu sanksi penjara selama 3,5 tahun ini bukanlah waktu nan lama sebab sang pelaku korupsi ini niscaya akan mendapat berbagai potongan masa tahanan.

Setelah ia bebas, maka ia bisa menikmati residu uang korupsi senilai Rp37,6 miliar dan uang tersebut sebenarnya ialah uang negara, uang rakyat! Tampaknya hukum harus dirombak dan sanksi bagi koruptor harus memiliki imbas jera, sanksi mati! Coba kita bandingkan dengan pelaku teroris, mereka nan statusnya masih terduga teroris diserbu dan ditembaki oleh Detasmen Spesifik (Densus) 88 anti teror dan tidak sporadis mereka terduga teroris sudah menemui ajal sebelum mereka melalui proses hukum nan berlaku. Padahal, kita tahu akibat aksi korupsi jauh lebih bahaya dan lebih luas daripada terorisme. Bagaimana jika Densus 88 Polri ini tidak hanya menangani terorisme tapi juga korupsi? Jadi, nantinya para terduga korupsi ini akan diserbu oleh anggota Densus 88 dan tewas sebelum menjalani proses hukum nan berlaku. Tentu hal ini akan membuat para pelaku korupsi di Indonesia jera.

Indonesia sebaiknya juga mencontoh keberhasilan Cina dalam memberantas kasus korupsi. Cina dengan tegas menjatuhkan sanksi wafat bagi mereka nan terbukti melakukan tindak korupsi nan merugikan negara. Alhasil, kini Cina menjadi salah satu negara nan kuat dan disegani dari sisi ekonomi maupun militer. Bagaimana menurut Anda?